JAKARTA, MENARA62.COM – Meninggalnya 580 petugas KPPS hanya dalam kurun 3 minggu pasca digelarnya pemilu menyisakan banyak spekulasi. Karena itu sejumlah pihak memandang perlunya otopsi terhadap korban agar tidak memunculkan banyak keraguan dan hoaks.
Pandangan tersebut muncul saat digelar diskusi oleh Ikatan Dokter Indonesia bertema Sebab Kematian Mendadak Petugas Pemilu dari Perspektif Keilmuan, Senin (13/5).
Menurut Prof Zubaeri Djoerban, spesialis penyakit dalam, kematian ratusan petugas KPPS dalam kurun waktu yang singkat tersebut harus dicari tahu penyebabnya.
“Kita melihat apakah ini wajar jika banyak petugas KPPS meninggal dunia secara mendadak usai bertugas,” katanya.
Selain meninggal dunia secara mendadak, ditemukan pula 4 ketua KPPS yang bunuh diri. Meski jumlah petugas KPPS yang meninggal dan yang bunuh diri hanya kecil prosentasenya, tetapi hal tersebut tidak boleh diabaikan. Karena masih ada 4.602 petugas KPPS yang saat ini dilaporkan sakit.
“Kita tentu harus mencegah kematian demi kematian petugas KPPS. Karena itu harus diteliti lebih lanjut tentunya berbasis ilmu pengetahuan,” tambahnya.
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih menyebutkan bahwa kelelahan bukanlah penyebab langsung kematian petugas KPPS. Diduga, petugas KPPS memang sudah memiliki riwayat penyakit sebelumnya, sehingga kelelahan akhirnya menjadi pemicunya.
Penemuan Kemenkes sendiri menyebutkan setidaknya ada 13 jenis penyakit yang diderita petugas KPPS dan menjadi pemicu meninggalnya korban. Dari 13 jenis penyakit tersebut terdapat gagal jantung, stroke, hipertensi dan diabetes mellitus yang menjadi pemicu kematian.
Tetapi Dr Anwar Santoso, spesialis jantung menjelaskan dari 580 orang petugas KPPS yang meninggal hanya 3 orang yang dilaporkan karena sakit jantung.
“Ada 11 petugas yang sakit karena serangan jantung atau berhubungan dengan jantung. Dari 11 tersebut tiga meninggal dunia,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa tidak ada hubungannya kelelahan dengan penyakit jantung. Dugaan sementara kematian tersebut lebih kepada tekanan yang berat. Tetapi untuk memastikan perlu dilakukan investigasi lebih lanjut.
Sementara itu Prof Aidul Fitri, Guru Besar Ilmu Hukum menilai pemerintah harus bertanggungjawab untuk mengungkap penyebab kematian ratusan petugas KPPS tersebut. Menurutnya kasus ini sebenarnya pernah terjadi tahun 2014 tetapi jumlahnya tidak sebanyak sekarang.
“Tahun 2014 ada 144 orang meninggal. Lantas sesuai SOP, jumlah tiap DPT tiap KPPS dikurang dari 500 orang menjadi 300 orang dengan harapan kasus tahun 2014 tidak terulang,” jelasnya.
Menurutnya jika kelelahan diduga sebagai penyebab kematian, seorang Hakim Agung malah memiliki beban kerja jauh melelebihi beban kerja mereka. Tetapi tidak ada kasus Hakim Agung meninggal secara beruntun.
“Over time bekerja tidak bisa kita jadikan patokan. Karena ada banyak profesi seperti hakim agung yang over time,” katanya.
Karena itu, ia pun setuju dilakukan investigasi mendalam terkait penyebab kematian petugas KPPS tersebut. Dan presiden sebagai kepala Negara, bukan dalam kapasitas calon presiden memiliki tanggungjawab untuk menyelesaikan kasus tersebut.
IDI sendiri bersedia membantu pemerintah untuk melakukan penelitian dan investigasi terhadap kasus kematian ratusan petugas KPPS pada pemilu kali ini.