JAKARTA, MENARA62.COM – Rendahnya jumlah produksi buku menjadi salah satu penyebab rendahnya minat baca penduduk Indonesia. Data menunjukkan setiap satu buku ditunggu untuk dibaca oleh 90 orang setiap tahunnya. Kondisi ini berbanding terbalik dengan negara-negara maju dimana setiap orang dapat membaca 3 hingga 4 buku baru setiap tahunnya.
“Jadi bukan karena malas membaca yang membuat minat baca masyarakat Indonesia rendah. Akses terhadap bahan bacaan juga menjadi pemicunya,” kata Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Muhammad Syarif Bando pada Rakornas bidang Perpustakaan tahun 2021, Senin (22/3/2021).
Menurutnya UNESCO telah menetapkan idealnya satu orang mendapat 3 buku setiap tahun. Di negara-negara maju seperti Eropa, misalnya, setiap orang rata-rata mendapat 15 buku setiap tahun.
“Inilah hal paling mendasar kenapa budaya baca masyarakat kita rendah,” lanjut Syarif Bando.
Rasio rendah ini, kata Syarif, bisa diatasi kalau para gubernur dan bupati bisa menyediakan bahan bacaan, khususnya yang bermuatan konten lokal. Buku dengan konten lokal juga dapat menarik wisatawan karena akan banyak orang datang setelah membaca bukunya.
Di era digital seperti saat ini, keterbatasan akses pada bacaan dapat dilakukan lewat peran serta perpustakaan daerah. Apalagi kalau perpustakaan daerah juga bisa menjadi tempat menambah wawasan yang akhirnya menarik minat baca masyarakat.
Diakui Syarif Bando, saat ini, keinginan masyarakat Indonesia untuk datang ke perpustakaan atau taman bacaan, mulai dari usia anak-anak sampai dewasa, terhitung rendah. Hasil survey ekonomi nasional (susenas) terbaru mencatat hanya 13 persen.
Minat baca tinggi diharapkan mampu menjadikan masyarakat lebih berdaya. Sebab banyak ilmu dan pengetahuan yang dapat digali dari buku.
“Dari kegemaran membaca diharapkan masyarakat dapat menghasilkan produk berupa barang dan jasa yang bernilai ekonomi,” tutup Syarif.