MAGELANG, MENARA62.COM – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan memberikan Penghargaan Desa Budaya 2022. Penghargaan Desa Budaya ini merupakan bentuk apresiasi dan dukungan pemerintah bagi warga dan pemerintah desa yang telah sukses menggerakkan ekosistem budaya di desa dan mendedikasikan dirinya untuk berkontribusi dalam pemajuan kebudayaan desa.
Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan, Ditjen Kebudayaan, Kemendikbudristek, Restu Gunawan, berharap desa-desa ini dapat terus aktif dan berdedikasi dalam proses mengembangkan ekosistem budaya di desa, serta bisa menjadi sumber inspirasi dan penyemangat bagi desa-desa lainnya.
“Semoga dari desa kita bisa mengambil banyak inspirasi dan motivasi untuk terus membangun peradaban yang maju dan program ini bisa terus berkembang lebih baik di masa yang akan datang,” ujar Restu saat memberikan Penghargaan Desa Budaya di Balkondes Ngargogondo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu, 21 Desember 2022.
Penghargaan Desa Budaya tahun 2022 merupakan bagian dari Program Pemajuan Kebudayaan Desa yang merupakan platform kerja bersama membangun desa mandiri yang berkelanjutan melalui peningkatan ketahanan budaya dan kontribusi budaya desa. Program ini menginisiasi masyarakat dan pemerintah daerah untuk menyusun perencanaan pembangunan desa melalui pendekatan kebudayaan. Penghargaan Desa Budaya merupakan kali kedua setelah pertama sebelumnya dilaksanakan di Jakarta pada tahun 2021.
Sebanyak 235 desa di seluruh wilayah Indonesia telah diberikan pendampingan oleh Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan sepanjang tahun 2022 melalui Program Pemajuan Kebudayaan Desa. Program tersebut dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu temu kenali, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan.
Desa-desa yang menerima Penghargaan Desa Budaya pada tahun 2022 yaitu, pertama Desa Burangasi, berlokasi di Kecamatan Lapandewa, Kabupaten Buton Selatan, Sulawesi Tenggara. Masyarakat Burangasi masih konsisten menjalankan adat istiadat, antara lain dengan menggelar Pesta Adat tahunan Ma’acia dan Pesta Adat lima tahunan Karia’ano Liwu yang mereka gelar secara gotong royong. Peran Lembaga Adat di Burangasi masih sangat sentral, antara lain dalam pelaksanaan ritual adat dan pengaturan pembagian tanah. Laku budaya yang berjalan di Desa Burangasi diperkuat dengan komitmen pemerintah desa setempat membuat peraturan desa tentang pelestarian dan pengelolaan kebudayaan.
Kedua, Desa Giritengah, berlokasi di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Di tengah hiruk pikuk Kawasan super prioritas nasional Borobudur, Desa Giritengah mampu menjadi laboratorium hidup kearifan lokal masyarakat dengan semangat menjaga keberlanjutan alam lingkungan dan prioritas pada upaya kedaulatan pangannya.
Ketiga, Desa Kemiren, berlokasi di Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Nilai-nilai kehidupan masyarakat Desa Kemiren terajut dalam bahasa, termuat dalam tata cara dan sarana prasarana upacara adat, bahkan tercermin dalam penyelenggaraan pembangunan Desa. Tradisi sastra lisan berupa lontar dengan tulisan arab pegon dalam bentuk tembang macapat merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Kemiren. Gotong royong yang kuat di Desa Kemiren merupakan modal dasar untuk menyelenggarakan aktivitas kebudayaan lainnya.
Keempat, Desa Lalang, berlokasi di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung. Keunikan Desa Lalang, walaupun Desa Lalang menjadi kawasan elit perusahaan Belanda di masa lalu, kebudayaan khas masyarakat desa sama sekali tidak tergerus dan masih tetap hidup hingga saat ini. Langkah sederhana, strategi yang fokus, dan dedikasi pada proses berkolaborasi dengan pemangku kepentingan terkait, menjadi kekuatan awal Desa Lalang untuk Desa Budaya yang berkelanjutan.
Dan kelima, Desa Pringgasela Selatan, berlokasi di Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Sebuah desa dimana masyarakatnya berasal dari 3 suku berbeda dengan kultur masing-masing melalui jalan kebudayaan dapat menjadi harmonis, bagaimana elemen kebudayaan seperti musik tradisi Klenang Nunggal, Ritus zikir komunal serta tenun dan kulinernya menjadi ikatan yang menyatukan.
Desa-desa yang terpilih dalam pemberian penghargaan ini telah memenuhi kriteria penilaian berikut: Pertama, pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan, Cagar Budaya/Objek Diduga Cagar Budaya. Kedua, memiliki imaji baru kebudayaan desa yang meliputi inovasi produk desa budaya pembuatan platform/pengembangan jejaring/memiliki rencana aksi.
Ketiga, adanya pelibatan warga baik perempuan, anak-anak, maupun generasi muda pada kegiatan desa mandiri yang berkelanjutan. Keempat, adanya pembiayaan desa dan atau penggunaan aset desa untuk pemajuan kebudayaan. Kelima, adanya kerjasama antardesa/lintas komunitas/lembaga/Corporate Social Responsibility(CSR)/pemda/kementerian lain. Keenam, memiliki regulasi/kebijakan peraturan desa tentang pemajuan kebudayaan.
Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid menjelaskan semangat program Pemajuan Kebudayaan Desa adalah membuka akses informasi, jaringan, dan akses pasar bagi masyarakat desa. Selain itu, program ini juga bertujuan sebagai wadah ekspresi serta membuka ruang-ruang budaya yang selama ini sudah banyak dilakukan oleh masyarakat desa.
“Peran aktif dan kolaborasi antara warga, perangkat desa, dan pendampingan yang dilakukan menjadi bagian penting untuk mewujudkan program-program yang berkelanjutan,” pungkas Hilmar.