BY : JATIEM, M.A *)
SURABAYA, MENARA62.COM – Bila kita renungkan judul tersebut, tentu mempunyai pesan moral yang dalam karena secara alamiyah Indonesia, bangsa yang sangat besar dengan wilayah terbentang dari Sabang hingga Merauke, Indonesia memiliki 17.499 pulau dengan luas total wilayah Indonesia sekitar 7,81 juta km2. Dari total luas wilayah tersebut 3,25 juta km2 adalah lautan dan 2,55 juta km2 adalah Zona Ekonomi eklusif, hanya sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan. Dengan jumlah populasi terbesar di dunia, Indonesia berada diurutan ke 4 setelah Amerika, yakni 272.229.372 jiwa. Berdasarkan Adminduk per Juni 2021 ( 7 Agustus 2021 ).
Wilayah dan populasi yang sebesar itu tentunya diperlukan sumber daya manusia yang handal dan tata kelolah yang mapan. Founding Fathers kita dengan cerdik dan cerdas telah menangkap potensi itu dengan lebih mengedepankan persatuan dan kesatuan, sebab tidak mungkin negara sebesar itu akan tercipta stabilitas yang kuat tanpa adanya persatuan dan kesatuan, maka pantaslah dengan semangat proklamasi 17 Agustus 1945, terbentuklah negara kesatuan Republik Indonesia yang dikenal (NKRI ) pada tahun 1950, yang pada saat itu sempat beberapa tahun sebelumnya, pemerintah menggunakan sistem federal atau Republik Indonesia Serikat ( RIS ) yakni RI terbagi menjadi beberapa negara bagian.
Dalam konteks sosiocultural, Bangsa Indonesia penuh keragaman ; mulai dari ras, agama, suku, budaya, adat istiadat dan berbagai keyakinan, dengan keberagaman ditopang oleh jiwa patriotik dan nasionalisme yang tinggi , saling menghormati dan toleransi sehingga semboyan Bhineka Tunggal Ika benar-benar terpatri dalam semangat kegotong royongan selalu mewarnai dalam kehidupan bermasyarakat. Bahkan dulu sempat Bangsa Indonesia dikenal oleh dunia sebagai bangsa yang ramah, bangsa yang demokratis dan menjunjung nilai-nilai kebhinekaan.
Bagaimana dengan kondisi saat ini? Sayang sekali founding fathers yang telah berhasil menancapkan pondasi dan nilai-nilai luhur tersebut lambat laun mulai terkikis. Secara realita di lapangan, sekarang menjadi bangsa yang bringas, culas dan tidak beradab. Terbukti tindak kriminalitas makin merajalela di mana – mana, baik itu pembunuhan, penodongan perampokan, pemerkosaan, penipuan, penjarahan dan berbagai kejahatan lain selalu menghiasi kehidupan masyarakat. Bangsa yang dikenal dengan sebutan gemah ripah loh jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo yang maksudnya adalah Negeri yang memiliki kekayaan alam berlimpah, aman dan tentram. Dan juga ada syair lagu “ Orang bilang tanah kita tanah syurga ,tongkat kayu dan batu jadi tanaman” . Namun, sayang sekali secuil narasi dan sebait syair lagu itu benar-benar hanya menjadi kenangan belaka, negeri yang digambarkan sebagai syurgawi pertiwi menjelma menjadi ratapan tangis anak cucu yang miris dan tragis, karena sumber kekayaan alam menipis, dan hampir habis, hutan sawah ladang sudah beralih fungsi dan entahlah bagaimana dengan nasib anak cucu kita kelak yang tentu akan semakin ironis.
Membangun kebersamaan dalam keberagaman dalam suatu bangsa yang multi kultur tidaklah muda, tentu memerlukan kearifan dan pengorbanan sebagaimana yang telah dilakukan oleh para pendahulu bangsa yang telah mengedepankan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi. Mereka sadar bahwa persatuan dan kesatuan serta kebersamaan merupan sumber kekuatan untuk membangun sebuah peradaban, tanpa adanya hal tersebut tidak mungkin akan terwujud. Oleh karenanya yang perlu terus menerus kita kembangkan adalah saling menghargai dan menghormati, saling membantu satu sama lain, tidak saling menghujat dan menjatuhkan melainkan saling menjalin kebersamaan dengan berjiwa besar, sehingga benar-benar tercipta suasana, aroma kerukunan, ketentraman dan ketahanan dalam berbangsa dan bernegara sebagai modal dasar untuk mewujudkan cita-cita bersama dalam kehidupan yang lebih baik dan bermartabat. Wallahu A’lamu bisshowab. Semoga bermanfaat.
*)Kepala SD Muhammadiyah 29 FDS Surabaya