28.8 C
Jakarta

Mengenal Sorgum, Makanan Sehat dari Bumi Nusantara

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Barangkali tak banyak generasi muda sekarang yang mengenal tanaman sorgum. Jenis tanaman yang juga dikenal dengan nama tebon atau cantel ini merupakan tanaman asli Indonesia yang kaya akan manfaat.

Sorgum juga tanaman yang sangat bersahabat dengan alam. Dengan kondisi tanah yang kurang air bahkan cenderung kering dan unsur hara yang minim, tanaman ini mampu tumbuh dengan subur.

Seperti halnya singkong, dan jagung, sorgum merupakan jenis makanan pokok yang banyak dikenal masyarakat zaman dahulu terutama di wilayah Kabupaten Gunung Kidul dan sebagian kabupaten Sleman, Popinsi DI Yogyakarta. Sorgum menjadi makanan pokok yang tersedia di meja makan untuk tiga kali waktu makan, yakni pagi, siang dan malam. Masyarakat dimana tumbuh subur sorgum, nyaris tak ada beras dan tak mengenal beras.

Sayangnya, nama sorgum tenggelam seiring proyek Insus padi berbagai varietas pada masa orde baru. Padi tumbuh dimana-mana, dan secara perlahan namun pasti, padi menggeser kedudukan sorgum, jagung dan singkong. Masyarakat kemudian beramai-ramai meninggalkan sorgum dan beralih ke beras.

Kemunculan beras di hampir semua daerah kemudian menimbulkan kastanisasi makanan pokok dimana warga yang makan sorgum, jagung dan singkong dikategorikan sebagai warga kasta atau kelas dua. Ironi ini berlanjut dengan munculnya makanan-makanan berbasis bahan dasar impor terutama gandum dan terigu. Jenis makanan impor merajalela tak hanya pada masyarakat perkotaan, namun juga merambah hingga ke pedesaan.

“Sorgum terlupakan. Orang menganggap sorgum sebagai makanan kampungan, tidak elit dan tidak modern,” kata Sudaryanto, Team Leader Strategic Partnership, Low Carbon Development Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas.

Apalagi, kini makanan juga telah menjadi bagian dari gaya hidup. Orang mengonsumsi makanan bukan sekedar urusan perut lapar, tetapi juga menyangkut sisi-sisi gaya hidup. Mulai dari pertimbangan kesehatan, kemudahan konsumsi, rasa yang manis atau gurih, kreatif dan inovatif serta pertimbangan lainnya.

Sorgum, tumbuh subur di lahan kering dengan unsur hara yang rendah (ist)

Tetapi Sudaryanto mengingatkan bahwa tidak selamanya kita bergantung pada makanan impor. Menggali kekayaan alam sendiri, dengan mengembangkan tanaman asli Indonesia, kembali ke makanan asli Nusantara, jauh lebih aman untuk kelangsungan ketersediaan pangan masa depan.

Upaya memasyarakatkan kembali sorgum sebagai makanan pokok orang Indonesia, Low Carbon Development Indonesia kini mengembangkan Sorgum jenis BB Biogen. Sorgum hasil inovasi putri Gunung Kidul tersebut kemudian dinamakan Sorgum manis Bioguma. Ini adalah sejenis orgum varietas unggul yang merupakan varietas sorgum yang enak sehat dan produktivitasnya tinggi.

“Sorgum Bioguma mulai diperkenalkan kepada kelompok-kelompok tani di Gunungkidul yaitu di Karangmojo, Panggang dan Purwosari serta di Cangkringan, Sleman,” kata Sudaryanto.

Menurutnya Sorgum Bioguma mempunyai banyak keunggulan, diantaranya bijinya dapat diolah menjadi tepung untuk bahan kue dan makanan lainnya. Penelitian menunjukkan, tepung Sorgum Bioguma juga memiliki kandungan protein lebih dari 9%, rendah glukosa, Fe tinggi dan yang penting adalah gluten free.

“Jika kita perhatikan kandungan tersebut maka sesungguhnya petani dan masyarakat yang makan sorgum akan tetap sehat. Anggapan sorgum tidak bergizi harus dihilangkan,” tambahnya.

Batang sorgum Bioguma memiliki rasa yang manis dengan kandungan glukosa yang rendah. Karena itu batang sorgum aman dikonsumsi oleh siapa saja.

Menurutnya, budidaya Sorgum Bioguma yang bisa dilakukan sepanjang tahun karena dengan usia tanam hanya 105 hari, petani bisa panen sorgum Bioguma sepanjang tahun. Dan ini tentu menjadi sumber pendapatan bagi petani. Selain itu bisa menjadi alternatif bagi bahan makanan yang berbasis impor.

Sudaryanto mengakui untuk budidaya Sorgum Bioguma tidaklah sulit. Sorgum jenis ini tidak membutuhkan tanah yang bagus untuk media tumbuh. Pada tanah dengan unsur hara yang rendah, Sorgum Bioguma bisa tumbuh subur sehingga menghemat biaya produksi. Juga terkait hama tanaman, Sorgum Bioguma tergolong jenis tanaman tahan hama.

“Satu-satunya hama tanaman sorgum adalah burung dan itu tidak sulit untuk mengatasinya. Karena kalau sorgum dibudidaya massal dalam jumlah besar, maka seberap banyak burung mampu memakan, tetap akan menguntungkan petani,” tambahnya.

Limbah tangkai buah dapat digunakan untuk bahan kerajinan. Limbah batang sorgum setelah diperas kandungan gulanya, masih dapat difermentasi menjadi silase untuk pakan ternak.

Ke depan Sorgum Bioguma diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian lahan kering dan lahan marginal. Dengan demikian, akan berimbas pada meningkatnya kesehatan petani, dan masyarakat umum, sehingga mengurangi biaya kesehatan.

Di sisi lain sorgum mempunya biomassa yang cukup besar dengan jarak tanam 25 x 75 cm sehingga dapat menurunkan emisi gas rumah kaca sekitar 3 ton CO2e setiap panen. Penurunan emisi GRK dan peningkatan  produktivitas lahan serta peningkatan ekonomi masyarakat sejalan dengan kebijakan pembangunan nasional rendah karbon yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024.

“Sorgum termasuk Sorgum Bioguna  menjadi salah satu alat untuk mengelola lahan kritis yang dibarengi peningkatan pendapatan masyarakat di masa mendatang,” tutupnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!