JAKARTA, MENARA62.COM – Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meminta perguruan tinggi untuk perubahan dalam sistem pengajaran dan harus melibatkan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) untuk menghadapi era disruptif.
“Perguruan tinggi (PT) harus melakukan perubahan dan melibatkan teknologi informasi dalam menghadapi era disruptif,” ujar Nasir usai melantik sejumlah direktur politeknik dan koordinator Kopertis IX di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Senin (15/01).
Dalam era disruptif seperti saat ini, kata dia, politeknik harus lebih berkreasi lagi ke depannya termasuk dalam program studi.
Apalagi saat ini, kata Menristekdikti, saat ini kita sedang memasuki era revolusi keempat yang mana barang yang akan dipasarkan tidak nampak lagi dipasaran.
“Untuk itu perguruan tinggi khususnya politeknik harus melibatkan teknologi informasi karena menjadi hal yang sangat penting.”
Untuk koordinator Kopertis wilayah IX, Nasir juga meminta agar tidak hanya berdiam diri di kantor saja, tetapi juga membina Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di wilayahnya.
“Era kita bukan lagi era atasan dan bawahan tetapi kemitraan. Kopertis diminta untuk membina PTS dan diberikan solusinya. Koordinator mempunyai tanggung jawab yang cukup berat,” papar dia.
Direktur Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia), Purnomo Ananto, yang juga dilantik mengatakan pihaknya berusaha untuk membuat terobosan baru terutama di bidang sumber daya manusia dan juga akreditasi yang belum A.
“Ini menjadi tantangan bagi kami ke depan untuk meraih A. Untuk dosen juga kami kesulitan, karena sebagian besar dosen kami adalah praktisi,” ujar Purnomo.
Polimedia akan bekerja sama dengan perguruan tinggi lainnya untuk mengatasi permasalahan dosen. Masalah lainnya adalah tempat perkuliahan yang kurang memadai, karena Polimedia yang dulunya bernama Pusat Grafika Indonesia juga ada di Medan dan Makassar dengan jumlah mahasiswa mencapai 3.000 orang.
“Idealnya masih membutuhkan dana Rp300 miliar lagi untuk pengembangan di tiga kampus. Saat ini anggaran yang ada Rp33 miliar yang habis untuk biaya operasional dan gaji dosen, sedangkan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) paling sekitar Rp16 hingga Rp17 miliar. Solusinya kami dorong menerima mahasiswa lebih banyak lagi,” papar Purnomo.