TANGERANG SELATAN, MENARA62.COM – Indonesia masih kekurangan dokter spesialis orthopedi anak. Dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta dan wilayah yang sangat luas, hingga kini Indonesia baru memiliki 16 dokter spesialis orthopedi anak. Rinciannya 3 di DKI Jakarta, 1 di Banten, 2 Medan, 3 Surabaya, 1 Bandung dan sisanya menyebar di kota lain.
Akibat sebaran dokter spesialis orthopedi anak yang kurang tersebut, pelayanan kasus-kasus orthopedi anak menjadi kurang maksimal. Banyak kasus orthopedi anak yang akhirnya tidak tertangani dengan baik hingga menimbulkan gangguan atau kecacatan pada anak seiring tumbuh dewasa.
“Kasus orthopedi anak pada akhirnya ditangani oleh dokter orthopedi umum. Tentu hasilnya tidak sama,” kata Dr Patar P Oppusunggu, SpOT pada media gathering bertema Update Penanganan Case-case Kelainan Orthopedi pada Anak yang digelar RS Premier Bintaro, Kamis (19/9/2019).
Menurut Dr Patar, penanganan orthopedi anak tidak sama dengan orang dewasa, terutama terkait faktor pertumbuhan dan respon saat cidera, trauma, infeksi serta kelainan bentuk tulang. Penanganan kelainan orthopedi anak secara tidak tepat malah justru akan menurunkan produktivitas dan kualitas hidup penderita.
Karena itu pemerintah perlu memikirkan dibukanya program studi orthopedi anak di universitas yang memiliki rumah sakit pendidikan seperti RSCM. Tujuannya agar pertumbuhan orthopedi anak di Indonesia lebih cepat.
“Saya belajar orthopedi anak di India, karena memang di negara tersebut sudah dibuka khusus dan kualitasnya juga bagus,” tambahnya.
Jenis orthopedi anak
Adapun kasus orthopedi anak paling banyak ditemukan adalah cerebral palsy, clubfoot (telapak kaki menghadap kedalam), in-toeing (kaki menghadap kedalam), development dysplasia hip/DDH (kelainan pada hip anak), skrining panggul neonatal, pasca trauma dan lainnya. Masing-masing jenis kelainan orthopedi anak harus ditangani dengan terapi yang berbeda.
Diakui Dr Patar, ketidakpahaman masyarakat terhadap kelainan orthopedi anak membuat kasus-kasus kelainan orthopedi anak tidak tertangani dengan baik. Padahal kelainan orthopedi pada anak jika ditangani sejak ini, tindakan koreksi bisa dilakukan lebih maksimal.
“Anak dengan kaki huruf O atau huruf X misalnya, sangat banyak yang tidak tertangani. Karena banyak orangtua beranggapan cacat seperti itu sebagai bawaan dan tidak bisa dikoreksi,” lanjut Dr Patar.
Dr Patar mengingatkan orangtua agar jeli melihat proses tumbuh kembang anak balitanya. Pada rentang usia 0 hingga 1 tahun memang umumnya kaki bayi membentuk guruf O. Tetapi pada proses selanjutnya, huruf O pada kaki tersebut dengan sendirinya akan berkurang dan pada akhirnya hilang.
Jika pada usia 2 tahun ternyata kaki anak cenderung membentuk huruf O atau bahkan X, dr Patar menyarankan agar orangtua segera menghubungi dokter orthopedi anak untuk dilakukan pengobatan. Penanganan pengobatan bisa dilakukan dengan operasi tulang multi level dan jaringan lunak, terapi pengembangan syaraf, pemanjangan tumit, injeksi botox dan tindakan lainnya tergantung jenis kelainan orthopedinya.
Penanganan lebih dini memiliki peluang keberhasilan lebih besar. Selain itu jenis tindakannya juga jauh lebih sederhana dan lebih murah.
Kelainan orthopedi anak, dr Patar mengingatkan, bukan semata estetika. Jika dibiarkan terus maka kelainan tersebut bisa mengganggu aktivitas anak, dan menurunkan kualitas hidup anak.
“Anak menjadi tidak bisa pakai sepatu, tidak bebas bermain, tidak mau sekolah karena merasa minder,” tambah Dr Patar.
RS Premier Bintaro sendiri memiliki unit khusus Orthopedi Anak. Unit ini menangani problem musculoskeletal anak secara mendalam, holistic, lengkap dan sesuai standar. Pelayanan yang diberikan mulai dari skrining, diagnostic, terapi bedah maupun terapi non bedah.