26.2 C
Jakarta

Mejelis Hakim Pertanyakan Langkah Hukum PFN Pada Saksi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Majelis Hakim di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pertanyakan langkah hukum PFN pada saksi. Langkah hukum itu, dipertanyakan karena PFN tidak membuat permohonan eksekusi pada pengadilan. Selain itu, langkah PFN yang mengajak kerjasama Kolonel Inf. Eka Yogaswara yang sekarang justru dilaporkan oleh PFN, juga dianggap sebagai langkah yang perlu dipertanyakan.

Hal ini terungkap dalam sidang kriminalisasi yang menimpa Kolonel Inf. Eka Yogaswara di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (23/4/2025). Oditur militer mendakwa Eka melanggar Pasal 385 ayat (1) dan Pasal 167 (1) KUHP. Eka Yogaswara, didakwa oleh Oditur Militer Tinggi, atas laporan Tessa Elya Andriana Wahyudi, selaku Legal Manager BUMN PT PFN, dengan tuduhan telah menyerobot lahan dan memasuki lahan tanpa izin dengan dasar kepemilikan Sertifikat Hak Pakai sementara.

Bagi Eka dan keluarga besarnya, tentu tuduhan ini terasa aneh dan janggal. Mengingat, lahan yang dimasuki itu milik engkong alias kakeknya sendiri, yang biasa dipanggil Bek Musa.

Sementara, PT PFN mengklaim kepemilikan lahan tersebut dengan bukti Sertifikat Hak Pakai tahun 1987 atas nama Departemen Penerangan. PFN menjelaskan, Departemen Penerangan sudah mengalihkan hak pakai tersebut pada PFN. Sementara penasehat hukum Eka memperlihatkan bukti pernyataan dari BPN bahwa Sertifikat Hak Pakai tahun 1987 tersebut, tidak pernah dialihkan.

Langkah Hukum

Di persidangan itu, dengan tegas dan berulang kali, Majelis hakim di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, mempertanyakan langkah hukum PT PFN. Di persidangan yang digelar untuk mendengarkan saksi pelapor dan empat orang saksi lainnya, terungkap tidak adanya perintah pengosongan dari pengadilan yang pernah dimohonkan oleh PT PFN ke pengadilan, terhadap pada orang-orang yang menguasai secara defacto lahan di Jalan Tendean 41. Tidak adanya permohonan tersebut, menyebabkan PT PFN bisa membuat langkah yang menimbulkan masalah hukum yang baru.

Hakim anggota yang lain juga mengingatkan para saksi, jika tidak ada perintah eksekusi dan kalau pihak PFN ini secara arogansi masuk ke dalam, itu akan menjadi persoalan hukum yang baru.

Bisa jadi, salah satu masalah hukum yang baru itulah yang digelar dalam persidangan kriminalisasi ini, dimana Kolonel Inf. Eka Yogaswara dilaporkan oleh Tessa.

Penegasan Majelis Hakim juga ditujukan pada dua orang saksi yang diajukan oleh oditur dalam persidangan hari Selasa. Mereka adalah dua orang orang pejabat di PT PFN yang berwenang tentang pengelolaan aset perusahaan. Berdasarkan BAP, Ilham Aridha Putra merupakan Manajer Aset Perum PFN, dan Iwan Setiawan adalah Pegawai BUMN Perum Produksi Film Negara, jabatan  Kepala Divisi Aset Manajemen dan Bisnis Baru PT PFN.

Kedua saksi yang harusnya menguasai tentang aset perusahaan, tampak kesulitan untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan yang diajukan baik oleh oditur, majelis hakim, maupun penasehat hukum.

Mereka pun tidak menjawab apa-apa ketika majelis hakim mempertanyakan soal langkah hukum yang seharusnya dilakukan saat mereka sudah memenangkan perkara, yaitu memohon perintah pengosongan pada pengadilan.

Anehnya, dalam sidang ini juga terungkap, mereka sebagai perwakilan PT PFN malah mengajak kerjasama pada terdakwa untuk mengelola lahan di Jalan Tendean 41 itu. Majelis Hakim justru mempertanyakan langkah PT PFN tersebut berulang-ulang pada saksi. Kalau memang merasa menang dan menganggap itu lahan PT PFN, mengapa kok malah mengajak kerjasama dengan terdakwa.

Lantas, ketika terdakwa menolak kerjasama karena memperlihatkan bukti kepemilikan yang tidak diakui oleh PT PFN, kemudian PFN malah mengambil langkah hukum melaporkan terdakwa dengan tindakan kriminal. Mungkin inilah yang dimaksudkan oleh mejelis hakim sebagai persoalan hukum baru.

Sepertinya PT PFN memang ingin menargetkan dan memenjarakan Eka sebagai wakil ahli waris yang mempertahankan lahan di Jalan Tendean 41. Pasalnya, ada keanehan lain, di saat persidangan masih berproses, PFN beraksi menggelar poster dan spanduk berisi tuntutan kriminalisasi.

Meski di persidangan ini juga sudah diungkapkan fakta bahwa Departemen Penerangan pernah berjanji ingin membayar ganti rugi pada ahli waris, dan itu tidak terlaksana. Sehingga, para ahli waris pun tetap berjuang mempertahankan haknya dengan menguasasi aset secara defakto dan de jure berdasarkan girik yang mereka miliki.

Pertanyaannya, apakah mereka tidak percaya dengan keberadaan lembaga Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta yang sedang menyidangkan kasus yang mereka laporkan ke Puspom AD. Bahkan, mereka sedang menghadirkan saksi, yang kebetulan tidak bisa memperlihatkan langkah hukum yang sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Langkah mereka malah mirip seperti orang-orang yang memilih langkah pengadilan jalanan.

Sebagai badan usaha negara, tentu langkah PFN yang menggelar spanduk dan poster saat persidangan sedang berlangsung ini, memang memunculkan tanda tanya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!