27.1 C
Jakarta

Pada Semnas Sekolah Pascasarjana Institut STIAMI, Rektor Beberkan Sisi Positif Pandemi

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Menyongsong International Branded Gigantic STIAMI Institut, Sekolah Pascasarjana Institut STIAMI gelar seminar nasional bertema “Tantangan dan Strategi Indonesia dalam Implementasi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS)” secara luring di El Royale Hotel Kelapa Gading, Jakarta pada Sabtu (12/11/2022). Seminar yang dimoderatori oleh Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI Dr. Novianita Rulandari SAP, MSi, CIQaR, CTT ini menghadirkan narasumber yang sangat kompeten di bidangnya, yaitu Dr. Prianto Budi Saptono, SE, Ak, CA,MBA, Dr. Machfud Sidik, M.Sc, dan Cosmas Budiantoro, SE, Ak, MA, BKP, CMA, CERA, CIBA.

Seminar dengan keynote speaker Guru Besar Institut STIAMI, Prof. Dr. Safri Nurmantu, MSi tersebut diikuti sekitar 250 mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut STIAMI.

Rektor Institut STIAMI Prof. Dr. Ir. Wahyuddin Latunreng, MM dalam sambutannya menjelaskan pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia selama lebih dari 2 tahun memberikan tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan termasuk Institut STIAMI. Contoh paling sederhana adalah adanya pembelajaran, seminar dan ujian secara daring.

“Sejak ada pandemi, maka seminar daring, ujian daring menjadi keniscayaan. Sebelumnya tidak pernah ada namanya seminar atau ujian daring,” kata Rektor.

Karena itu lanjut Rektor adalah keliru dan sangat rugi jika Institut STIAMI tidak dapat memanfaatkan sisi positif dari pandemi ini. “Hari ini kita membahas apa yang jadi tantangan, dan bagaimana strategi kita menghadapi era baru pascapandemi,” jelas Rektor.

Institut STIAMI diakui Rektor sejak pandemi telah meningkatkan investasinya di bidang Information and Communication Technology atau Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk memperkuat komitmen Institut STIAMI sebagai cyber campus. Sebagai konsekuensinya nantinya perkuliahan akan banyak memanfaatkan ICT.

Physically, mau tidak mau harus dikurangi. Mahasiswa nantinya hanya sekian persen kuliah di kampus. Sisanya melalui ICT,” kata Rektor.

Selain itu, mahasiswa dari seluruh program studi juga diajarkan digitalisasi. Sebab nantinya mahasiswa yang akan terjun mendampingi masyarakat untuk dapat mengakses teknologi digital dengan baik. “Warung harus digital, koperasi harus digital. Minimal harus terhubung dengan ojek online, pengiriman online. Karena kalau tidak ikut digitalisasi, bagaimana warung dan koperasi bisa hidup sedang di sekitarnya menjamur retail atau minimarket. Ini jadi tantangan kita,” tambahnya.

Direktur Sekolah Pascasarjana Dr. Drs. Pandoyo, SE., MM menyerahkan cinderamata kepada Prof. Dr. Safri Nurmantu, M.Si.

Untuk bisa mendampingi masyarakat beradaptasi dengan digitalisasi, maka mahasiswa Institut STIAMI harus menguasai digitalisasi pada bidang-bidang yang dipelajari seperti digital marketing dan digital management.

Lebih lanjut Rektor menyebutkan bahwa Institut STIAMI telah melangkah menuju cyber campus dimulai dari kampus di Tangerang. Cyber campus ini memungkinkan mahasiswa dari wilayah operasional Institut STIAMI mengikuti perkuliahan dengan memanfaatkan ICT. Dengan model cyber campus, kegiatan perkuliahan bisa menjangkau area lebih luas, memanfaatkan waktu secara efektif dan efiesien, dapat menghemat biaya transportasi mahasiswa serta jam perkuliahan bisa lebih fleksibel.

“Kecuali untuk mata kuliah tertentu misalnya akuntansi atau metodologi, tentu harus disediakan kelas dan semua fasilitasnya,” jelas Rektor.

Ia memastikan bahwa cyber campus berbeda dengan model perkuliahan jarak jauh (PJJ) karena cyber campus memiliki persyaratan ketentuan wilayah. “Kalau PJJ kan bisa diikuti oleh mahasiswa dari mana saja dari seluruh wilayah Indonesia. Nah cyber campus terikat persyaratan wilayah, harus berada pada wilayah operasional kampus,” tukasnya.

Di tempat yang sama, Direktur Sekolah Pascasarjana Dr. Drs. Pandoyo, SE, MM menjelaskan seminar nasional ini menjadi agenda rutin yang digelar Sekolah Pascasarjana Institut STIAMI dua kali dalam setahun yakni bulan April dan bulan November. “Jadi ini agenda rutin yang kami lakukan dan wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa program pascasarjana untuk memenuhi persyaratan ujian maupun kelulusan,” kata Pandoyo.

Pada bulan April, seminar nasional mengambil tema “Pengelolaan Aset Daerah melalui e-Government Berbasis Digital”. Lalu pada seminar bulan November ini mengambil tema “Tantangan dan Strategi Indonesia dalam Implementasi Base Erosion And Profit Shifting (BEPS)”. Kedua tema tersebut dinilai masih saling berhubungan satu sama lain.

“Kita tahu bahwa G20 telah memacu Organization of Economic Co-operation and Development (OECD) untuk mendorong adanya pertukaran informasi terkait pajak. Pada 2012, G20 menghasilkan cikal bakal BEPS keluaran OECD, yang kemudian difinalisasikan pada 2015,” tutur Pandoyo.

Melalui BEPS, saat ini 139 negara dan jurisdiksi bekerja sama untuk mengakhiri penghindaran pajak. “Melalui seminar nasional ini diharapkan masukan dan rekomendasi dari berbagai narasumber yang akan kita sumbangsihkan kepada negara,” tutur Pandoyo.

Diakui kasus penghindaran pajak yang sangat marak terjadi di Indonesia, telah merugikan negara dalam jumlah yang fantastis. Sebagai gambaran, jika tax ratio pajak 20 persen bisa tercapai maka ada potensi pajak yang bisa ditarik oleh pemerintah senilai Rp30.000 triliun.

Sebelumnya, Ketua Seminar Nasional Pascasarjana Institut STIAMI Mohammad Sofyan, SE, MM dalam sambutannya menjelaskan, tujuan digelarnya seminar adalah memberikan pemahaman pada Wajib Pajak (WP) akan potensi sengketa dalam rangka meratifikasi Aksi BEPS di Indonesia, memetakan tantangan dan strategi dalam implementasi BEPS di Indonesia, dan memberikan rekomendasi dalam implementasi BEPS di Indonesia.

Dewasa ini perubahan bisnis akibat adanya globalisasi dan digitalisasi perlu disikapi dengan penyesuaian peraturan perpajakan, khususnya pajak internasional. Bisnis digital yang ditandai dengan adanya perpindahan aset tidak berwujud dan profit dengan skala besar antar negara. OECD telah memberikan hasil konsensus global yang terdiri dari dua pilar. Pilar I yang disebut sebagai Unified Approach serta Pilar II disebut Global Anti-Base Erosion (GloBE).

Pilar I khusus menanggulangi pengikisan pajak akibat isu basis pemajakan berdasarkan keberadaan fisik serta bagaimana hak alokasi setiap negara/yurisdiksi. Sedengkan Pilar II khusus menanggulangi pengalihan keuntungan/profit dan kompetisi pajak antar negara. dengan adanya penerapan pilar I dan pilar II memberikan peluang baru bagi Indonesia mengenakan pajak atas penjualan barang-barang yang dilakukan secara global tanpa adanya fisik barang di negara yang bersangkutan.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!