SOLO,MENARA62.COM – Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mendorong swasembada daging, khususnya daging domba. Pasokan daging domba dari peternak dalam negeri diperkirakan masih di bawah 10 persen dari total kebutuhan nasional.
Guna mengetahui kondisi peternakan domba di tanah air, IKA UMS akhir pekan kemarin melakukan kunjungan dan diskusi ke sejumlah peternakan domba di Jawa Timur. Kunjungan dilakukan ke PST Farm Mojokerto, Rejo Bejoyo Farm Jombang, Galipat Farm Kediri, dan Barokah Farm Kediri.
“Kami mendorong peternak meningkatkan pemahaman tentang domba dan karkas. Meningkatkan kualitas domba untuk masuk ke pasar ekspor daging domba karkas,” kata Ketua IKA UMS, Dr. M. Aditya Warman.
Dikatakannya, karkas adalah setelah dipotong kepala, kaki, jeroan, dan kulit, daging domba akan dihitung untuk dikirim ke luar negeri. Jika masih berkutat di dalam negeri, kualitas domba yang dihasilkan peternak akan terus kalah bersaing.
Untuk itu, salah satu solusinya adalah meningkatkan bobot domba, pakan dan kesehatan domba, obat, vitamin, penanganan penyakit, hingga manajemen yang bagus. Dengan demikian, akan mendorong domba para peternak menjadi berkualitas.
Dengan kualitas mulai dari bibit yang bagus, maka otomatis selama 11 bulan menunggu sampai panen, domba yang dihasilkan tubuhnya besar dan dagingnya lebih mahal. Sehingga, indeks pembangunan manusia naik (IPM) di daerah naik, dan masyarakat lebih sejahtera.
“Kalau jual domba lokal yang kecil kan nggak seberapa duitnya. Harga murah per kg, tukang sate hanya butuh yang beratnya 25-30 kg. Tapi kalau ekspor kan sekitar 40 kg. Nah itu semangat untuk mendorong ke sana harus kompak,” tutur pria yang menjadi anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan tersebut.
Selain itu, impor daging juga harus ditahan agar jangan sampai melukai hati para peternak mengingat mereka juga harus menjaga kualitas pendapatannya.
Dikatakannya, UMS harus turut berperan dalam bidang ketahanan pangan. UMS bisa melakukan riset tentang ketahanan pangan dengan basis bertumbuhnya peternak di seluruh Indonesia. Dirinya melalui IKA UMS Riset, mendorong UMS agar lebih peduli untuk pertumbuhan ekonomi, salah satunya pengembangan SDM, terutama peternak muda melalui riset-riset dari UMS.
Mengenai suplai daging domba dan kambing di dalam negeri, Aditya Warman mengaku tidak memiliki data. Namun yang jelas, suplai masih sangat kurang sehingga peternak memiliki kesempatan yang sangat besar untuk memenuhi konsumsi di dalam negeri.
“Kebutuhan di dalam negeri masih kurang banyak (suplai dari peternak lokal). Saya tidak tahu angkanya, tapi saya dengar masih di bawah 10 persen,” ungkapnya.
Ditambahkannya, meningkatkan literasi masyarakat tentang ternak domba saat ini sangat penting. UMS bisa berperan melakukan riset dan kajian akademis agar masyarakat tahu bahwa secara ilmiah beternak domba sangat menguntungkan.
Direktur Pasca Sarjana UMS sekaligus Dewan Pembina IKA UMS, Prof M Farid Wajdi M.M Ph.D mengatakan, UMS sangat perhatian masalah yang berkaitan dengan problem di masyarakat, khususnya di bidang pangan. Meski di UMS tidak memiliki Fakultas Peternakan, namun melalui tinjauan ke petenak domba secara langsung, pihaknya bisa mengerti dari sisi mana UMS dapat ikut berpartisipasi meskipun tidak langsung di bidang akademik keilmuan peternakan.
“Secara multi disiplin bisa di bidang ekonomi, pangan, distribusi, teknologi dan sentuhan lainnya,” kata Farid Wajdi.
Dengan tinjauan langsung ke lapangan, pihaknya bisa mengetahui persoalan teknis di lapangan. Dari problem di lapangan yang didapatkan, UMS bisa bermitra dengan perguruan tinggi yang lain guna membahas persoalan secara nasional di tingkat kebijakan pusat.
“Dari situ kami berharap dapat berperan menyelesaikan persoalan para peternak yang bukan sekedar pedagang domba atau kambing,” ucapnya.
Farid Wajdi mengungkapkan bahwa pengembangan peternakan domba di Indonesia sangat terbuka lebar. Masyarakat secara luas dapat ikut berpartipasi dibanding dengan peternakan sapi.
“Kalau sapi membutuhkan biaya yang tinggi, dan modal besar. Kalau domba, biaya relatif lebih kecil dan banyak pihak yang bisa ikut terlibat,” terangnya.
Sedangkan kendala yang dihadapi saat ini adalah pemahaman dan pengetahuan tentang beternak domba yang menguntungkan belum banyak diketahui masyarakat. Dari sisi ini UMS nantinya akan berperan agar peternakan domba bisa berkembang lebih baik.
Pada bagian lain, para peternak domba di Jawa Timur cukup kewalahan memenuhi pesanan. Bahkan permintaan domba bunting sampai indent.
“Kami 90 persen mengembangkan domba jenis Cross Texel. Domba jenis ini sudah tersebar di Jember, Banyuwangi, dan Wonosobo (Jateng),” kata Efendi, pemilik peternakan BST Farm di Desa Randegan, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur di sela-sela menerima tinjauan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) akhir pekan kemarin.
Sejak mulai tahun 2019, peternakannya kini memiliki sekitar 450 ekor domba. Pada awalnya, dirinya memulai dengan memelihara ternak kambing. Dirinya sepenuhnya memelihara domba mulai tahun 2022. Domba dipilih karena memiliki sejumlah keunggulan dibanding kambing.
Pemiliharaan domba dinilai lebih mudah, mulai dari makanan yang tak pilih-pilih, ketahanan terhadap penyakit, sifat keibuan dalam merawat anak juga tinggi. Usaha peternakan yang dijalankan BST Farm adalah breeding (pembibitan) dan penggemukan.
Dirinya tidak mengandalkan breeding saja karena untuk lalu lintas keuangan sangat lambat. Peternak harus menunggu 8 bulan baru bisa menjual peranakannya. Sehingga butuh modal yang besar. Sehingga, dikombinasikan antara breeding, penggemukan dan jual beli domba.
“Yang paling jalan di trading, permintaan dari pembeli, terutama domba yang bunting sangat besar. Saat ini sampai indent,” tuturnya.
Untuk harga, domba dalam kondisi bunting atau tidak harganya sama. Sebab, peternak menjualnya dengan sistem timbang hidup. Semakin berat bobotnya, maka harganya semakin mahal.
Rata-rata, harga domba dijual Rp85.000 per kilogram. Sedangkan untuk kualitas super dijual Rp100.000 per kilogram. Dalam sebulan, pihaknya mampu menjual sekitar 80-100 ekor domba. Sedangkan untuk penggemukan, dirinya mendatangkan domba dari Jember, Banyuwangi, dan Cirebon.
Domba yang didatangkan untuk penggemukan berat badannya di bawah 20 kilogram. Untuk penggemukan, dirinya menjual maksimal 25 kilogram. Untuk buntingan, berat domba 30 kilogram ke atas.
Dikatakannya, untuk mendapatkan makanan cukup mudah. Peternak menggunakan rumput pakcong. Untuk pakan penguat, peternakan membuat konsentrat sendiri melalui kerja sama dengan dokter hewan. Dalam sehari, dirinya membutuhkan sekitar 800 kilogram rumput pakcong. Rumput ditanam sendiri di lahan seluas 2 hektare.
Permintaan domba Cross Texel cukup stabil sepanjang tahun. Saat Lebaran Haji, permintaan terbanyak biasanya jenis jantan. Sedangkan pada bulan-bulan lainnya, permintaan terbanyak adalah domba betina.
“Permintaan terbanyak untuk breeding,” ucapnya.
Domba paling super untuk betina bobotnya bisa mencapai 80-90 kilogram. Sedangkan jantan 130 kilogram. Sementara untuk standar, untuk jantan bobotnya 60-70 kilogram dan betina sekitar 50 kilogram.
Dikatakannya, konsumsi daging domba sangat banyak, utamanya warung-warung sate kambing. Kelebihan daging domba adalah lebih empuk, terdapat lemak yang membuat gurih, dan tidak lebih bau dibanding kambing.
Sementara itu, Pemilik Rejo Bejoyo Farm Jombang, Angelo mengatakan, dirinya mulai beternak mulai tahun 2015. Dirinya mengembangkan kambing boer yang berasal dari Afrika. Kambing disilangkan dengan jawa randu dan hasilnya cukup bagus.
“Harganya masih tinggi dan masih sedikit yang mengembangkan,” tuturnya.
Kambing hasil persilangan harganya sekitar Rp8 juta per ekor dengan usia masih anakan atau cempe dalam istilah Jawa. Sedangkan yang usianya 6 bulan harganya sekitar Rp20 juta. Pertumbuhan kambing persilangan cukup bagus karena sebulan bisa naik 3-4 kilogram.
Untuk makanan, kambing diberikan rumput ditambah konsentrat sedikit. Dirinya kini memiliki 500 ekor kambing. Setiap bulan, pesanan selalu ada tergantung stok yang bisa dijual. Pihaknya memiliki standar kambing yang dijual 6 bulan ke atas. (*)