JAKARTA, MENARA62.COM – Kalangan dunia usaha menyambut baik rekonsiliasi pasca pemilu yang ditandai dengan bertemunya Capres Prabowo dengan Capres Jokowi beberapa waktu lalu. Rekonsiliasi tersebut memberikan kepastian kepada para pelaku usaha termasuk puluhan ribu pelaku usaha di kawasan Kota Tua Jakarta.
“Sebelum ada rekonsiliasi, kami diliputi rasa was-was dan kekhawatiran dengan situasi yang tidak pasti. Takut terjadi keributan dan kerusuhan,” kata Jacky Sutiono, Ketua Umum Pengelola Pusat Perbelanjaan Plaza Pinangsia di kawasan Glodok, Jakarta Barat, Sabtu (27/7/2019).
Selama kampanye hingga pemilu dan pengumuman Presiden terpilih, diakui ekonomi sempat melemah. Aktivitas bisnis di kawasan Kota Tua seperti pertokoan Pinangsia, Glodok, Pasar Pagi, dan Asemka,sepi akibat orang takut ke luar rumah atau takut belanja di toko. Imbasnya, omset pedagang pun turun.
Namun begitu ada rekonsiliasi antar dua kubu, para pelaku usaha merasa lega. Aktivitas perdagangan pun kembali menggeliat. Jumlah pembeli yang berbelanja pun berangsur normal.
Jacky bersama tigapuluhan ribu pedagang dikawasan kota tua optimis situasi akan terus membaik, aman dan damai. Nilai nilai mata uang Rupiah terhadap Dollar AS pun kini mulai menguat.
Kondisi tersebut lanjut Jacky, mendorong para pengusaha, pedagang dan pelaku ekonomi lainnya tidak lagi hanya melihat dan menunggu (wait and see), tetapi juga dipastikan sudah mulai kembali mengambil sikap.
“Para pelaku ekonomi kemarin sempat mengambil sikap untuk menahan diri (wait and see), mereka menunggu sampai situasi aman dan damai. Disini (kawasan dagang kota tua) juga sama, toko-toko menunggu situasi yang masih diliputi rasa takut dan kekhawatiran,” jelas Jacky.
Ia mengajak semua lapisan masyarakat untuk bersatu membangun Indonesia kedepan. Serta berharap tidak ada lagi peristiwa anarkhis dan kerusuhan seperti yang pernah terjadi ditahun 1998 yang membuat semuanya terpuruk dan meninggalkan luka dalam.
“Kami menolak itu aksi kerusuhan dan anarkis. Bagi kami NKRI adalah harga mati,” kata Jacky, yang merupakan keturunan Tionghoa-Betawi.
Sementara itu Pengamat Ekonomi dan Bisnis dari Universitas Indonesia, Athor Subroto mengatakan sikap para pelaku usaha di kawasan Kota Tua dan juga pelaku usaha lainnya bisa dipahami. Mereka pasti akan gembira dengan tahapan rekonsiliasi pasca pemilu ini.
Sebab meski pemilu menjadi agenda rutin lima tahunan, tetapi saja kekhawatiran dan rasa was-was akan terjadinya kerusuhan tetap ada.
“Kalau misalkan ternyata ekspektasi itu bagus dan proses pemilu ternyata berjalan baik tanpa ada sara dan hal-hal yang bersifat premordial, para pengusaha akan confident (percaya diri) untuk menjalankan bisnisnya. Selama mereka tidak melihat hal itu maka kepercayaan diri akan turun dan aktivitas bisnis akan melemah,” kata Athor.
Kemudian ketika pemilu menghasilkan dikotomi yang amat jelas antar dua kubu, sebenarnya juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Kekhawatiran ini berpengaruh pada kenyamanan tinggal,berbisnis,dan lain sebagainya. Inilah yang harus diperhatikan oleh Pemerintah.
“Setelah rekonsiliasi kemarin, saya kira sebagai suatu massage (pesan) bahwa proses pemilu telah selesai, persaingan politik dengan suksesi kepemimpinan sudah usai maka mulai dipersatukanlah resources (sumber-sumber daya) dari bangsa ini. Kepemimpinan bangsa ini mulai dipersatukan melalui proses rekonsiliasi,” jelas Athor yang juga menjabat sebagai Wakil Direktur Sekolah Kajian Stratejik dan Global.
Ia menambahkan rekonsiliasi antara kubu Prabowo dan Jokowi adalah suatu pesan yang bagus,dan sudah seharusnya ditanggapi oleh kalangan pengusaha. Dimana kepercayaan diri mulai naik lagi, ini bisa dilihat dari membaiknya nilai mata uang kita (rupiah) terhadap dollar yang terus menguat.
Namun ada hal lain yang menjadi tantangan baru bagi pelaku usaha, pemerintah dan masyarakat terhadap perkembangan perekonomian kedepan, yakni revolusi industri 4.0, dimana pasar pun sudah menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Maka mau-tidak mau Pemerintah dituntut gesit untuk mencari solusi dari kesenjangan ‘melek teknologi’ antara pedagang konvensional dan pedagang yang berbasis/paham teknologi. Mengingat transaksi kini tidak lagi harus terjadi dipasar,melainkan cukup melalui dunia digital/internet.
“Semua pihak harus bergotong royong dalam menanggapi perubahan. Segala tingkat kehidupan ekonomi jangan sampai ada yang tertinggal era industrial 4.0,” lanjutnya.
Terkait pengelolaan wilayah Kota Tua, menurut Athor agar terjadi peningkatan perlu dilakukan kordinasi dengan sektor terkait. Pelibatan sektor swasta dan orang-orang didalamnya diperlukan dalam pengembangan kota tua.Pemerintah perlu menjembatani pengembangan kota tua sebagai objek wisata sekaligus pusat pengembangan ekonomi.
“Butuh leadership yang kuat dalam pengembangan kawasan kota tua dan perlu ada dorongan dari kalangan komunitas kepada pemerintah,” sarannya.