26.9 C
Jakarta

PKS Minta Pemerintah Evaluasi Pelaksanaan Fasilitas FLPP

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati mengatakan kucuran dana PMN kepada BUMN harus benar-benar sesuai dengan semangat tujuannya. Sebab PMN tersebut dananya bersumber dari APBN.

“Kita tahu bahwa APBN berasal dari dana rakyat dan tujuan utamanya adalah untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga, apapun penggunaannya harus kembali kepada tujuan yaitu kesejahteraan rakyat,” kata Anis dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI dengan PT Sarana Multigriya Finansial dan PT PAL dengan topik Penjelasan Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2021 kepada BUMN.

Dengan semangat yang disampaikannya diatas, Anis memberikan beberapa catatan kepada Direksi PT SMF dan Direksi PT PAL. Untuk PT SMF, legislator dari daerah pemilihan Jakarta Timur ini menyoroti profit margin dan Return of Equity (ROE) dari PT SMF yang terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Pada tahun 2016, profit margin mencapai 41%, sedangkan pada tahun 2019 hanya mencapai 32%, bahkan prognosa hingga akhir tahun tinggal 23%.

Hal yang serupa juga terjadi pada ROE yang pada tahun 2016 mencapai 5,74%, sedangkan pada tahun 2020 diperkirakan hanya mencapai 3,95%. Penyebab tren penurunan ini dan langkah yang telah dipersiapkan untuk mendorong optimalisasi kinerja PT SMF, menjadi hal pertama yang ditanyakan oleh Anis kepada jajaran direksi PT SMF.

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga memberi catatan atas total PMN yang dikucurkan kepada SMF sebesar Rp 1,8 Triliun (2017 dan 2019), dimana telah di-leverage dalam bentuk penerbitan Surat Utang sebesar Rp 1,45 Triliun. Artinya, leverage yang diciptakan tidak mencapai 1 kali dari nilai PMN yang didapatkan. Anis menilai angka tersebut pada dasarnya relatif rendah, apabila dibandingkan dengan rata-rata leverage dari bank Himbara untuk program PEN yang mencapai 2-3 kali lipat. Anis  pun meminta penjelasan mengenai langkah yang telah diambil PT SMF untuk mendorong kenaikan leverage ini.

Dalam rapat yang di gelar di Jakarta (18/11/20) ini, PT SMF menyampaikan bahwa hingga Juli 2020, Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah disalurkan sebesar Rp 7 Triliun, atau mencapai 70% dari target yang ditetapkan. Mengkonfirmasi statemen dari Kementerian PU, bahwa masih ada 4 bank penyalur yang belum merealisasikan FLPP tahun ini, Anis meminta penjelasan tentang evaluasi pelaksanaan FLPP di PT SMF dan hambatan apa saja yang dihadapi terutama dari bank penyalur FLPP.

Selain itu, Anis menanyakan mengenai cost of financing yang disebutkan mencapai 8,28% dan suku bunga FLPP ke Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sebesar 5%, “Bagaimana strategi dari SMF untuk menjaga kesehatan keuangan dari FLPP ?”. Ia melanjutkan, “Sebagai special mission vehicle Pemerintah, tentu SMF perlu menjalankan penugasan tersebut. Akan tetapi harus tetap pada koridor efisiensi dan optimalisasi, sehingga keuangan dari perusahaan masih dapat relatif sehat,” ujarnya.

Sebagai penutup, Anis menekankan bahwa pasar property memang memberikan dampak besar terhadap perekonomian. Kontribusi sektor ini mencapai 2,75% dari PDB nasional, dimana industri ini memiliki keterkaitan langsung maupun tidak langsung terhadap 175 industri lainnya. Akan tetapi, selama beberapa tahun terakhir pasar property mengalami kelesuan. Nilai PMN yang diajukan untuk tahun 2021 hampir tiga kali lipat dibandingkan PMN sebelumnya.

Dengan kondisi daya beli masyarakat yang turun akibat Covid-19 diiringi dengan potensi resesi ekonomi nasional dan global, Anis mengingatkan agar PT SMF mempertimbangkan untuk sedikit menahan ekspansinya mengingat kondisi pasar yang jauh tidak optimal.

“Dikhawatirkan, apabila mendapatkan PMN dan menciptakan leverage melalui penerbitan surat utang, tetapi program FLPP sulit dijalankan akibat daya beli yang masih rendah, maka beban cost of financing dari SMF akan semakin besar,” pungkasnya.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!