26.7 C
Jakarta

Ramadhan Bulan Sedekah, Menengok Tradisi Musa’adah di Mesir

Baca Juga:

MESIR, MENARA62.COM – Setiap bulan Ramadhan, Mesir memiliki tradisi unik. Salah satu amalan yang sering dijumpai adalah membagikan musa’adah (bantuan) untuk siapa saja. Musa’adah berupa sedekah dari seseorang, keluarga, yayasan, ataupun perusahaan. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari uang, barang, paket sembako, dan sebagainya.

Para muhsinin biasanya mengundang semua orang melalui akun media sosialnya sebelum musa’adah dibagikan. Ada juga yang langsung mengantarkan musa’adah langsung ke rumah-rumah penduduk

Dalam sehari, seorang muhsinin bisa menggelontorkan dana musa’daah hingga ratusan juta rupiah. Selama 30 hari Ramadhan, mereka terus berlomba berbagi kebaikan. Tak jarang, para mahasiswa asing ikut kebagian nikmat yang satu ini. Bahkan, jika dikumpulkan musa’adah dapat mencukupi kebutuhan untuk satu atau dua bulan ke depan.

Rohaidi, salah seorang mahasiswa Indonesia mengatakan bahwa musa’adah ini sangat membantunya selama di Mesir. “Kita di sini merantau, jauh dari tanah air dan tidak semua berasal dari keluarga berkecukupan.

Sebagai penuntut ilmu, mereka sadar bahwa musa’adah merupakan amanah dari muhsinin. Musa’adah harus digunakan dengan baik, bukan untuk berfoya-foya atau hal yang tidak berfaedah.

Tak keluarkan zakat

Tradisi berbagi kebaikan di bulan Ramadhan ini sudah berlangsung sangat lama di Mesir. Seperti yang dilakukan  Abu Al Harits Al Laits bin Sa’ad bin Abdurrahman atau yang dikenal dengan nama Al Laits bin Sa’ad. Ia bergelar Imam, Hafiz, dan Syaikhul Islam. Lahir pada 94 H di desa Qarqashandah yang berjarak 20 kilometer dari kota Fustat, ibu kota Mesir pertama.

Sifatnya yang rendah hati, penyayang, dan dermawan membuat jatuh hati banyak orang di zamannya. Ditambah lagi dengan kecakapan berpikir dan luasnya keilmuan, membuatnya digandrungi generasi muda dan tua.

Ia seorang ahli fikih, dan ahli hadits. Kepakarannya dalam bidang fikih tidak diragukan lagi, ulama-ulama sezamannya telah bersaksi atas kehebatannya. Imam Syafi’i mengatakan, “Al Laits lebih ahli dalam bidang fikih daripada Malik.”

Syu’aib, salah satu putra Imam Al Laits menceritakan bahwa penghasilan tahunan ayahnya berjumlah sekitar 20.000 hingga 25.000 dinar. Jika dikonversikan nilainya sekitar Rp44 milyar hingga Rp55 milyar. Wow, sunguh fantastis bukan?

Namun yang lebih mengagumkan, Imam Al Laits dan putranya tidak mengeluarkan zakat sama sekali, karena hartanya selalu habis untuk disedekahkan, sehingga tidak mencapai nishab zakat di setiap tahunnya.

Imam Al Laits membangun sebuah rumah dengan 20 pintu yang dikhususkan untuk memberi makan fakir miskin. Ia juga selalu memberikan harissa di bulan Ramadhan, manisan yang terbuat dari perpaduan tepung semolina, gula, susu, dan bahan lainnya. Harissa dimodifikasi sedemikian rupa sehingga terasa mengenyangkan untuk disantap saat berbuka puasa.

Inilah cikal bakal maidah rahman (hidangan gratis) untuk orang yang berbuka puasa di bulan Ramadhan di Mesir. Meskipun Imam Al Laits telah wafat lebih dari 12 abad lalu, namun jasanya masih melekat di hati masyarakat Mesir. Musa’adah adalah bagian dari fastabiqul khairat. Jadi, apa perbuatan baikmu hari ini ?  (Tim Lentera 2021 PCIM PCIA Mesir).

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!