26.7 C
Jakarta

Sekjen IAI : Hati-Hati Membeli Obat Melalui Toko Online

Baca Juga:

JAKARTA – Sekjen Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Noffendri Roestam S.Si, Apt menghimbau masyarakat agar berhati-hati dalam membeli obat melalui layanan online maupun e-commerce. Sebab hingga kini belum ada regulasi yang menaungi praktik penjualan obat melalui layanan online tersebut.

“Obat adalah produk berisiko tinggi. Kalau ada komplain atas obat yang dibeli, masyarakat akan mengalami kesulitan kepada siapa komplain harus ditujukan, apakah kepada penjualannya atau kepada pabrik obatnya,” katanya  Noffendri di sela media gathering dan temu blogger, Sabtu (29/9).

Selain itu, obat adalah jenis produk yang harus diperlakukan secara khusus. Terutama dalam hal pendistribusian dan cara penyimpanannya. Ada jenis-jenis obat tertentu yang harus tetap terjaga dalam suhu ruangan, ada juga yang harus menggunakan alat pendingin seperti kulkas.

Karena itu membeli obat melalui layanan online amat tidak disarankan. Meski pada layanan online tersebut disediakan aplikasi chat (obrolan) yang bisa dimanfaatkan pembeli untuk menanyakan produk obat tertentu kepada pengelola e-commerce.

“Konsultasi penggunaan obat tidak sama dengan konsultasi produk rumah tangga atau elektronik, fesyen dan lainnya. Harus ada apoteker yang berada dibelakang paltform e-commerce yang menjual obat tersebut,” lanjut Noffendri.

Meski obat termasuk produk yang harus mendapat perlakuan khusus, ia mengatakan penjualan obat melalui online pada masa yang akan datang tidak mungkin dihindari. Hanya saja, obat-obatan tersebut harus dijual oleh platform e-commerce yang jelas, bertanggungjawab dan memang mempekerjakan apoteker.

Diakui Noffendri, IAI telah membahas persoalan e-farmasi atau layanan produk farmasi melalui online bersama Kemenkes. Regulasi tentang e-farmasi sudah hampir final, tetapi belum bisa diaplikasikan. Karena e-farmasi sejatinya harus bersnergi dengan telemedicine.

“Sampai saat ini telemedice sedang dalam proses pembahasan di Kemenkes,” jelas Noffendri.

Ia mengingatkan persoalan obat mulai dari produksi, distribusi hingga penggunaan obat oleh masyarakat harus melibatkan kehadiran apoteker. Karena apotekerlah yang tahu tentang obat, kandungan, kontraindikasi dan cara distribusi maupun cara penyimpanannya.

Saat ini di Indonesia terdapat 72 ribu apoteker yang teregistrasi. Sedang penambahan jumlah tenaga apoteker rata-rata dalam setahun 6.000 orang. Jumlah tersebut diyakini akan terserap pada pasar tenaga kerja mengingat seorang apoteker tidak hanya bekerja di lingkup apotek, tetapi juga unit farmasi rumah sakit, industri farmasi, distribusi farmasi dan akademisi.

“Jadi kebutuhan tenaga apoteker memang besar,” tukasnya.

Sementara itu Indri Mulyani Bunyamin S.Farm, Apt, Ketua Hisfarkesmas PP IAI  mengatakan kedudukan apoteker sangat penting dalam lini pelayanan obat. Karena apoteker bisa ikut mengontrol penggunaan obat oleh pasien.

Data menunjukkan 50 persen dari kematian pasien didunia, disebabkan karena resep obat yang tidak tepat dan 35 persen kematian balita di negara-negara Asia akibat resistensi obat.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!