Oleh: Ashari*
Era pandemi yang sudah berjalan hampir 2 tahun ini di samping memberikan dampak buruk, juga ada nilai positif bagi masyarakat kebanyakan. Yakni tumbuhnya kreatifitas. Daya cipta dan karsa ini muncul, kadang karena situasi. Situasi yang terjepit membuat kreativitas muncul. Salah satunya adalah menjual jasa dan boga (produk makanan).
Hal ini bisa kita lihat dari perkembangan di masyarakat yang mulai banyak aneka jasa yang ditawarkan dan aneka jajanan. Akibatnya beberapa jenis usaha hampir berhimpitan satu sama yang lain. Saingan. Sebenarnya saingan dalam usaha adalah hal yang tidak bisa dihindarkan. .
Maka di era pandemi ini – yang berakibat runtuhnya berbagai sendi kehidupan, tidak saja sektor ekonomi, diperlukan seni menjual. Agar kita tetap survival. Mengacu kuliahnya Ust. Haikal Hasan – Konsultan Produktivitas SDM dibeberapa perusahaan nasional, menjual produk apapun ternyata harus melewati 5 tahapan. Pertama- Perkenalan, Kedua – Penawaran, Ketiga-Penolakan, Keempat – Negosiasi dan Kelima-Transaksi. Karena seringnya terjadi dalam menjual barang, maka urutan tersebut, kata Ust. Haikal adalah menjadi sebuah rumus. Metodologi. Disebut metodologi karena sudah dilakukan berulang-ulang dan hasilnya demikian.
Pertama, Perkenalan. Tidak ada produk atau barang yang kita miliki akan dibeli orang kalau tidak dikenalkan kepada orang lain. Dengan cara yang sehat. Melalui media on line maupun off line. Media on line, sudah banyak kita tahu, lewat WA, Youtube, Instalgram, Line dan beberapa yang lain. Off line lewat surat, by pos atau dari pembicaraan orang per orang sehingga produk kita menjadi dikenal. Artinya yang kita lakukan adalah berusaha sebanyak-banyaknya untuk mengenalkan kelebihan produk. Tak mengenal lelah. Berulang-ulang. Bahkan kepada relasi yang sama sekalipun. Saya pernah melakukan hal sama dalam menawarkan produk kepada relasi yang sama. Memang ada rasa malu. .
Kedua, Penawaran. Setelah kita kenalkan produk kita, maka langkah kedua adalah penawaran. Tahap ke-dua ini memang berakhir pada 3 jawaban. Diterima, Ditolak atau Tidak ada Jawaban. Diterima tentu ini yang kita harapkan. Sekali penawaran langsung diterima. Tetapi ketika ditolak atau tidak ada jawaban dari calon relasi, harus kita siapkan hati kita.
Ketiga, Penolakan. Tidak ada yang ingin penawaran kita ditolak oleh calon relasi. Namun, kata Ust. Haikal Hasan – tahap ini harus dilewati. Dan kita harus siap. Justru pada saat ditolak, nanti pada relasi berikutnya akan sampai tahap yang disebut dengan Negoisasi. Ditolak-Ditolak, baru kemudian negosiasi. Pada saat ditolak ini, pahit. Tidak semua siap. Akibatnya, tidak sedikit kita mundur teratur, akhirnya tidak mendapatkan hasil atau target value. Ini masa sulit. Namun kalau kita kuat, maka setelah ditolak untuk ternyata sudah menanti, dua tahap berikutnya yakni : Negoisasi dan Transaksi.
Keempat, Negosiasi. Tahap ini mendekati – buah manis dari upaya kita menawarkan produk setelah melalui penawaran dan penolakan. Pengalaman saya di lapangan yang hingga kini, hampir tembus angka 1000 negoisasi setelah penolakan lebih dari 1000. Nego memang belum tahap final dari sebuah penawaran produk.
Kelima, Transaksi. Ini tahapan terakhir. Masing-masing salesman atau penjual barang mempunyai pengalaman masing-masing. Hingga mencapai tahap ini. Saya merasakan memang untuk mencapai tahap ini tidak gampang. Ditolak berulang-ulang. Bahkan tidak sedikit yang ketika saya tawarkan produk, tidak menanggapi. Dari 100 proposal ringkas yang saya kirimkan ke calon relasi baru, biasanya hanya 70 persen yang membalas, 30 persen diam. Dari 70 persen yang membalas, separo lebih menolak. Sisanya menerima, hingga tahap transaksi ini.
Epilog.
Maka hukum penawaran ini wajib kita ketahui bersama. Terlebih ketika menawarkan produk di era pandemi. Harus mengetahui seni menjual. Agar kita tidak merasa lelah. Karena bekerja di lapangan, lebih rentan capek lahir batin. Dengan keyakinan dan modal jujur, insya Allah kita tetap bisa bertahan dan survival. (Sekian)
*Ashari, SIP, AE (Account Excecutive ) Radio UTYFMedari Sleman. Opini pribadi.