26.2 C
Jakarta

Kasus Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Kedokteran Marak, Kemendiktisaintek dan Kemenkes Bentuk Komite Bersama

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bentuk Komite Bersama yang akan menyusun panduan untuk mencegah dan menangani kasus kekerasan di lingkungan pendidikan kedokteran. Pembentukan komite bersama tersebut merupakan respon atas maraknya kasus tindak kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran belakangan ini.

“Kami telah membentuk Komite bersama untuk menyusun pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan di pendidikan kedokteran,” kata Mendiktisaintek, Brian Yuliarto, secara daring di Kantor Kemenkes, Senin (21/4/2025).

Komite Bersama ini nantinya akan mengatur beberapa poin, di antaranya terkait jam kerja hingga tugas yang dijalankan. Baik untuk program Koas atau Co-assistant dokter rumah sakit hingga Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Harapannya, system pendidikan profesi dokter spesialis dapat berjalan dengan baik.

Menteri Brian mengungkapkan pihaknya sudah mendapatkan laporan terkait evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan PPDS di Universitas Paadjajaran (Unpad). Termasuk, seleksi masuk, proses pelajaran, dan pendampingan.

Ia berharap langkah yang sudah dilakukannya ini mampu mengantar program pendidikan kedokteran bisa menjadi lebih baik. Termasuk, pendidikan pada bidang lainnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyampaikan keprihatinan terkait sejumlah kasus yang terjadi pada penyelenggaraan PPDS di Indonesia. Kasus-kasus tersebut mulai dari perundungan hingga pelecehan seksual.

Karena itu pihaknya segera melakukan perbaikan yang serius, sistematis, serta konkret dalam penyelenggaraan PPDS. “Perlu dilakukan perbaikan agar kualitas, bukan hanya keterampilan, tetapi juga budaya para peserta PPDS bisa kita bentuk dengan baik untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat,” katanya.

Perbaikan tersebut mulai dari proses rekrutmen, mekanisme pengajaran hingga kesejahteraan peserta didik.

Menkes Budi juga menekankan perlunya tes psikologis sebagai syarat wajib dalam proses seleksi calon peserta PPDS. Langkah ini penting guna mengetahui kesiapan mental peserta sebelum menjalani pendidikan yang berat.

“Kami juga minta agar proses seleksi dilakukan secara transparan demi mencegah praktik pilih kasih,” tegasnya.

Kementerian Kesehatan sendiri telah membuka akses layanan pelaporan perundungan program dokter PPDS ini. Layanan yang dibuka sejak setahun lalu hingga 30 Maret 2025 mencatat 2.621 laporan, dimana tiga diantaranya kasus kekerasan seksual.

Menkes Budi juga telah menginstruksikan agar rumah sakit pendidikan disiplin menerapkan jam kerja peserta didik. “Jangan memberikan beban kerja berlebihan dengan alasan pelatihan mental,” tegasnya.

Selain itu, Menkes Budi juga meminta rumah sakit untuk menghentikan praktik menyuruh peserta PPDS melakukan tugas non-medis seperti mendorong tempat tidur pasien atau mengantar obat. Sebab itu bukan bagian dari pendidikan spesialis dan harus menjadi tanggung jawab petugas lain.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!