25.9 C
Jakarta

Sikap Kritis; Pendidikan Dalam Islam

Baca Juga:

 

Oleh : Ace Somantri

BANDUNG, MENARA62.COM – Sifat dasar manusia selalui ingin banyak mengetahui segala hal, termasuk sesuatu yang tidak perlu pun berharap dapat mengetahui juga. Spirit dan motivasi berharap untuk memiliki banyak pengetahuan bagian fitrah manusia, karena manusia diciptakan dengan kelengkapan instrumen yang sempurna, baik hard ware maupun soft ware yang terintegrasi dengan seluruh anggota tubuh manusia. Sehingga segala tindakan dan perbuatan terkondisikan atas dasar dorong kemampuan ram dan memori yang dimilikinya, kecepatan akses dan loading berpikir melampaui intel pentium tercanggih hari ini maupun hari yang akan datang.

Kecepatan akses yang ada dalam diri manusia sebenarnya lebih cepat, sehingga mampu menembus ruang dan waktu. Dengan karakter atau tabiat manusia yang genunie, hari ini mereka manusia kritis sudah memiliki formula teknologi yang mampu mereduksi dan menggambarkan sifat-sifat kemanusiaan itu sendiri. Sekalipun faktanya masih banyak manusia “olohok bengong” melihat berbagai kecanggihan sains dan teknologi, namun sebenarnya produk yang dilihat sangat canggih ternyata produk tersebut bagian kecil dari karya manusia itu sendiri. Artinya yang paling canggih dalam hal ini adalah yang menciptakan manusia tidak ada lagi.

Yang menjadi persoalan, kecanggihan yang dimiliki oleh sosok manusia kebanyakan tidak digunakan sebagaimana mestinya. Dan lebih parahnya tidak menyadari pada dirinya bahwa dirinya memiliki setumpuk potensi yang bisa dikembangkan hingga melampaui sensor elektrik yang dipancarkan melalui berbagai media alat elektrik. Manusia sensornya memiliki miliyaran induk segala sensor yang terdapat dalam jasad otak. Data sains menyebutkan, otak berfungsi sebagai storage mampu menyimpan 1.000 terabyte diperkirakan titik maksimumnya dengan alat penelitian tercanggih era hari ini. Bahkan tidak menutup kemungkinan, bisa bertambah lagi seiring dengan meningkatnya alat untuk mendeteksi kemampuan otak manusia sebagai penyimpan data yang di ciptakan Allah Azza wazala.

Dasar dari itu, semua manusia harus optimis bahwa segala persoalan akan dapat di selesaikan, dengan rumus pasti yang terdapat dalam al Qur’an, dan manusia selanjutnya membuat formula yang tepat sesuai kebutuhan era hari ini. Salah satu cara yang baik dan benar, setiap individu manusia harus saling memberi infromasi, wawasan dan keilmuan yang maju dan berkemajuan. Termasuk bila terjadi ada interaksi sosial melalui bahasa verbal lisan maupun tulisan yang kritis, hal tersebut jangan dianggap mengganggu atau dianggap menghambat dan menghalangi. Sependek yang dapat difahami, sikap kritis selain analitis konstruktif-solutif juga bagian sangat kecil mengamalkan dari syariat Islam yang tertulis dalam nash Q.S. Al ‘Ashr.

Sikap kritis seharusnya disikapi baik dan diyakini benar bahwa itu merupakan amal sholeh yang menjadi kewajiban seorang muslim pada muslim lainnya. Manusia tempat salah dan khilaf, sehingga wajar ketika seseorang diwajibkan saling mengingatkan satu dengan yang lainnya. Selanjutnya karena manusia terbentuk dalam jaringan fisik jasadiyah yang disempurnakan oleh kesucian fitrah dalam bentuk ruh, konsekuensinya manusia memiliki dua potensi, yaitu baik dan buruk. Potensi baik karena fitrahnya, dan potensi buruk didasari dari jaringan jasadiyah yang bersifat sementara dan rusak.

Sikap kritis bagian jelmaan dari potensi baik pada diri manusia, karena sikap tersebut memiliki dimensi kebaikan pada dirinya maupun pada orang lain. Sangat berbeda dengan sikap nyinyir dan tendensius, perbuatan atas dasar like and dislike yang nilai dasarnya bersumber dari sifat-sifat buruk dalam dirinya baik bersumber dari syirik, iri maupun dengki. Melihat indikatornya pun sangat berbeda dalam susunan kalimat dan ungkapan dalam bentuk verbal maupun non verbalnya. Nyinyir dan tendensius goalnya lebih pada pembunuhan character pada individu seseorang sehingga berpotensi ujungnya akan saling serang tuduhan yang tidak berdasar dan menimbulkan permusuhan antar individu dan kelompok.

Budaya kritis sejak usia belia sebenarnya sudah muncul, dengan banyak tanya dan protes sesuatu banyak hal pada orang tua apabila ada kata dan perbuatan ganjil atau tidak masuk akalnya. Sejatinya sikap kritis pada usia belia seharusnya dikembangkan secara baik dan benar hingga masuk usia dewasa, sehingga pada waktunya mampu memberi solusi dan kontribusi yang lebih baik dari apa yang dia lihat sesuatu yang dianggap buruk. Nilai-nilai pendidikan dalam Islam menegaskan dan menekankan sesuatu pada perbaikan yang sebenarnya bukan sesukanya. Pendidikan bukan menyuburkan kemapanan yang mempertahankan status quo, pendidikan memberi ruang dan kesempatan pada individu untuk berkreasi dan berinovasi untuk meningkatkan mutu diri dan orang lain terus menerus tidak mengenal kata berhenti, kecuali diberhentikan atas dasar kuasa Ilahi Rabbi. Wallahu’alam.

Bandung, Oktober 2022

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!