Oleh: Afita Nur Hayati*)
Kudu Bakoh berasal dari bahasa Jawa yang berarti harus kuat. Menggunakan analogi tanaman, akarnya sudah kokoh menyatu dengan tanah sehingga ketika ada tiupan angin kencang ataupun guyuran air hujan ia tak mudah roboh. Kosa kata kudu bakoh menjadi pilihan penulis untuk mempertahankan setiap anggota dalam keluarga kuat ketika menghadapi ujian hidup. Dalam al-Qur’an disebut sebagai syarat dikatakan sabar ketika setiap kita bisa lolos dari cobaan dari pemilik alam semesta.
Belum selesai diantara kita dengan bagaimana mempertahankan kesehatan keluarga di tengah pandemi covid-19, bagaimana menahan rindu bagi mereka yang berada dalam pernikahan long distance, bagaimana mengontrol media sosial yang layak dikonsumsi anak-anak di tengah pembelajaran dalam jaringan, bagaimana mengkondisikan situasi belajar yang kondusif di tengah wabah bagi anak-anak yang kaget dengan perbedaan cara belajar sebelum dan setelah ada pandemi, bagaimana menjaga kelentingan dalam ekonomi keluarga yang mengalami perubahan selama pandemi, keluarga memiliki satu tugas lagi, menjadi resilien terhadap aturan baru terkait dengan minuman keras (miras).
Beberapa hari ini di media massa muncul berita dengan reaksi beragam dari banyak kalangan tentang adanya aturan industri miras sebagai usaha terbuka yang akan diberlakukan di beberapa propinsi di Indonesia. Ada yang mengatakan tanpa miras tidak akan ada wisatawan asing yang akan datang ke Indonesia, padahal wisata di Indonesia memperlihatkan begitu sempurnanya ciptaan Tuhan. Banyak juga yang khawatir keadaan bangsa ini yang akan datang. Banyaknya jumlah generasi milenial dan generasi dibawahnya yang akan terpapar iklan dari produk miras karena menjadi sponsor pada acara-acara yang menjadi tontonan remaja dan bisa memicu hasrat para remaja -fase dengan rasa penasaran cukup tinggi- untuk mencoba menikmatinya.
Secara kesehatan, berbeda dengan buah dan sayuran, miras tidak memiliki kontribusi positif untuk menjaga ketahanan badan. Mengkonsumsi miras bisa menyerang saraf dan menyebabkan kondisi mabuk, suatu kondisi minim kesadaran. Ketika kesadarannya sendiri saja tidak bisa dikendalikan karena pengaruh miras, akankah memiliki kesadaran untuk ber ta’awun, tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan.
Secara ekonomi, miras bagi pengkonsumsinya tidak menambah pemasukan tetapi malah membebani kondisi anggaran rumah tangga. Berbeda dengan penjualnya, akan banyak pundi-pundi rupiah yang masuk dalam dompetnya. Sedang secara sosial budaya, tidak akan lahir manusia berbudaya dengan segala adab dan sopan santunnya dengan sering hilangnya kesadaran pengkonsumsinya. Lingkungan sekitar akan menjaga jarak karena pribadi-pribadi model apa yang akan muncul kalau yang dikonsumsinya menurut al-Qur’an merupakan salah satu perbuatan syaithan? Kata-kata baik berasal dari makanan yang baik yang diperoleh dengan kerja yang baik.
Sebagai makhluk beragama, mari terus bergandeng tangan, berjalan beriringan untuk terus bisa beradaptasi secara cepat dalam kondisi dan situasi yang sekarang ini terjadi. Generasi mendatang harus di semai dalam keluarga yang kokoh dan tangguh. Menggunakan al-Qur’an sebagai petunjuk untuk keselamatan diri dan keluarga dari panasnya api neraka dan dalam upaya untuk mencapai surga-Nya. Dimulai dari keluarga semua bisa!
*) Bekerja di IAIN Samarinda, Kabid Kader PWNA Kaltim