JAKARTA, MENARA62.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji formil Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam sidang pleno pengucapan perkara nomor 130/PUU-XXI/2023 perihal pengujian formil UU nomor 17 tahun 2023 yang digelar pada Kamis (29/2/2024), Ketua MK Suhartoyo mengatakan bahwa dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum.
“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pengucapan putusan di gedung MKRI, Jakarta Pusat.
Untuk diketahui, gugatan ini diajukan oleh lima organisasi profesi, yakni Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), IBI (Ikatan Bidan Indonesia), dan IAI (Ikatan Apoteker Indonesia). Kelima organisasi profesi ini mendalilkan bahwa UU Kesehatan cacat formil karena perencanaan, pembahasan, dan pembentukannya tidak memenuhi syarat formil adanya keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation).
Selain itu, pemohon juga mendalilkan terjadinya tindakan penghambatan partisipasi dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Kesehatan yang menciderai demokrasi konstitusional.
Namun, Mahkamah KOnstitusi menilai, dalil para Pemohon tidak beralasan menurut hukum. Sebab, Hakim Guntur Hamzah menyebut, dalam permohonannya para Pemohon tidak mempertimbangkan putusan MK dalam Naskah Akademis dan naskah RUU Kesehatan sebagai landasan yuridis.
“Dengan demikian, dalil permohonan para Pemohon perihal UU 17/2023 cacat formil karena dalam landasan yuridis tidak mempertimbangkan putusan-putusan Mahkamah dalam Naskah Akademis dan Naskah RUU Kesehatan sehingga tidak memenuhi unsur UU Kesehatan,” katanya.
Meski menolak uji formil, dalam sidang tersebut 4 Hakim Konstitusi menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) terhadap putusan MK tersebut. Ke-4 Hakim Konstitusi itu yakni Ketua MK Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Ridwan Mansyur.
“Terhadap putusan Mahkamah a quo terdapat pendapat berbeda atau dissenting opinion dari 4 orang hakim konstitusi, Suhartoyo, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Ridwan Mansyur,” kata Ketua MK
Dalam pendapatnya, keempat hakim konstitusi menyebut bahwa seharusnya permohonan IDI dan 4 organisasi profesi dikabulkan. Pihak-pihak yang menyampaikan pendapat berbeda itu juga menyebut bahwa UU Kesehatan cacat formil.
“Dissenting opinion dimaksud dianggap dibacakan, namun pada intinya keempat hakim konstitusi dimaksud mempunyai pendapat bahwa seharusnya permohonan pemohon ini dikabulkan dan berpendapat pula bahwa terhadap UU 17/2023 haruslah dinyatakan cacat formil,” ucap Suhartoyo.
Sepakat Ajukan Uji Materi
Meski kecewa dengan putusan MK tersebut, kelima organisasi sepakat untuk menghormati proses sidang dan keputusan yang dihasilkan. Tetapi sebagai langkah selanjutnya pasca ditolaknya uji formil, IDI dan 4 organisasi profesi berencana akan mengajukan uji materi terhadap UUU Kesehatan kepada MK.
“Kami sepakat lakukan uji materi UU Kesehatan,” kata Ketua Umum PB IDI Mohammad Adib Khumaidi.
Untuk sementara ini, rencana uji materi UU Kesehatan akan diajukan oleh lima organisasi profesi. Tetapi tidak menutup kemungkinan akan bertambah.
Sebagai langkah awal, IDI bersama 4 organisasi profesi lainnya kata Adib akan melakukan kajian terlebih dahulu sebelum mengajukan uji materi pasal demi pasal. Uji materi ini nantinya akan menilik materi substantif dalam UU Kesehatan yang dianggap organisasi profesi melanggar konstitusi.
Ia memastikan, permohonan uji materi ini bukan semata-mata karena kepentingan organisasi profesi, melainkan juga kepentingan masyarakat terhadap akses kesehatan. “Kami akan melakukan kajian karena nanti ada beberapa pasal yang akan bersinggungan di antara organisasi profesi. Nanti lebih ke arah materi yang berkaitan dengan tugas-tugas yang itu sangat esensial di dalam menjaga profesi, penjaminan kesehatan pasien,” lanjut Adib.
Senada juga disampaikan Ketua Umum PP Ikatan Apoteker Indonesia, Noffendri Roestam. Ia sepakat dengan sikatp 4 organisasi profesi lainnya untuk menerima hasil Keputusan MK. Namun adanya dissenting opinion dari 4 hakim MK merupakan pencapaian yang luar biasa.
“Kami mengapresiasi empat hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion. Itu artinya, bahwa apa yang kami perjuangkan ini juga mendapat perhatian dari hakim konstitusi. Tapi yang jelas pada kesempatan kali ini, ini adalah satu upaya dan ikhtiar yang kita lakukan,” jelasnya.