“Penyakit orang-orang ‘muda’ yang baru menapakkan kakinya beberapa langkah di dunia ilmu keislaman, mereka tidak mengetahui kecuali satu pendapat dan satu sudut pandang yang mereka dapatkan dari satu orang guru. Mereka membatasi diri dalam satu madrasah dan tidak bersedia mendengar pendapat lainnya atau mendiskusikan pendapat-pendapat lain yang berbeda dengannya..” Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Perbedaan Pendapat
Baru sekitar dua minggu yang lalu, Prof Dr Syaikh Yusuf Al-Qardhawi mensyukuri ulang tahunnya yang ke 96 (Lahir di Saft Turab, Mesir 9 September 1926 M) dengan cara yang sederhana dan penuh makna. Dihari ultah beliau, sahabat-sahabat terbaiknya datang dan berkumpul mendoakan sambil melaunching buku terbarunya, Fiqih Shalat, setebal 750 halaman. Namun beberapa hari paska ultahnya, beliau dipanggil Allah hari Senin (26/9/2022) malam, bertepatan dengan 1 Rabiul Awal 1444 H. innalillahi wa’inna ilaihi roji’un.
Dalam sambutannya ketika melaunching bukunya itu, sebagaimana yang dirilis al-Jazirah (10/10/2022) almarhum mengaku sangat bersyukur kepada Allah yang telah memberinya usia panjang, sehingga bisa terus menulis, memberikan pendapat, pengalaman, serta sedikit pengetahuan yang pernah dipelajarinya.
Syaikh Qardhawi juga menyampaikan terimakasih kepada berbagai pihak, terutama penerbit, yang telah memberi apresiasi dan bersedia menjadi wasilah untuk mempublikasikan karyanya ke khalayak. Buku Fiqih Shalat ini adalah buku yang ke 197 dari karya-karyanya. Sehingga benarlah ungkapan yang mengatakan, meninggalnya Syaikh Yusuf Qardhawi adalah musibah yang tak tergantikan dan duka yang mendalam. Semoga Allah menyayangiMu imam wasathiyyah,” ujar Prof Dr Rajab Abu Malih, selaku redaktur.
Di Indonesia, ketua Organisasi Alumni Al-Azhar Indonesia, TGB Zainul Mazdi juga mengucapkan bela sungkawa, Menurut TGB, yang merupakan salah satu dari jutaan pembaca karya-karya beliau menyampaikan bahwa Mahaguru Yusuf al-Qardhawi meninggalkan dakwah Islam yang membentang luas. Termasuk terkait pemikiran Islam yang kontemporer.
Hafizh
Dalam berbagai literatur, terutama Risalah, karya Arwani Amin disebutkan, Yusuf al-Qardhawi kecil, sebelum genap umur 10 tahun, sudah hafizh (hafal) al-Qur’an dan menguasai tajwidnya. Ia kemudian menempuh pendidikan dasar dan menengah di Ma’had al-Azhar Thantha dan Ma’had Tsanawi. Kemudian setelah itu, melanjutkan studinya ke Universitas Al Azhar, Fakultas Ushuluddin dan menyelesaikannya pada tahun 1952. Semua jenjang pendidikan beliau selesaikan dengan prestasi gemilang dan penuh ketawadhu’an.
Yusuf al-Qardhawi kemudian memperoleh gelar doktor pada tahun 1972 dengan disertasi “Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan”, yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat, dengan nilai summa cumlaude.
Dari disertasi tersebut kemudian terbit sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.
Dakwah dalam kehidupan Yusuf Qardhawi adalah kimiawi kehidupan. Dakwah itu, sudah melekat dalam dirinya sejak muda, sampai waktu menemaninya memejamkan mata menghadap haribaan ilahi robbi. Dakwah menjadi jalan kehidupan laki-laki mulia ini, sehingga diakhir hanyatnya pun terjadi dalam haribaan dakwah. Sejak muda ulama yang keilmuannya menerangi jutaan rumah umat Islam ini telah aktif berdakwah ke berbagai wilayah pelosok Mesir. Tidak hanya sampai disana, dakwahnya bahkan merambah ke sejumlah negara tetangga, Sudan, Maroko, Qatar dan Tunisa.
Jangan Mendikotomi Ilmu
Yusuf Qardhawi dikenal sebagai seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Menurutnya, semua ilmu bisa Islami dan tidak Islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis selama ini telah menjadi salah satu faktor yang menghambat kemajuan umat Islam.
Dengan latar belakang prestasi akademis dan keilmuan yang luas dan mendalam, pada tahun 1961 Yusuf Qardhawi pernah mendapat tugas untuk mengembangkan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi di Qatar. Pada tahun 1973 mendirikan fakultas syari’ah dan studi Islam di Universitas Qatar dan menjadi dekannya hingga tahun 1990. Disamping beliau juga memimpin Pusat Studi Hadits dan Sejarah Nabi di Universitas yang sama.
Sesudah lama menetap di Qatar, Qardhawi muda sempat pulang kampung dan dipercaya menjabat sebagai Pembina di Ma’had yang menjadi tempat pembinaan Para Imam di bawah Kementrian Wakaf Mesir. Kemudian berpindah ke kantor Manajemen Umum Kebudayaan Islam di Al-Azhar dengan tugas mengawasi terbitan-terbitannya dan menata teknis pengelolaan dakwah.
Saat itu, beliau sudah dikenal luas sebagai seorang da’i yang faqih dan mampu mengkomunikasikan pesan-pesannya secara ilmiah, meyakinkan, dan kontekstual, dikemas dalam kefasihan bahasa, dibawakan dengan semangat dan kesungguhan. Tema-tema sentral dakwahnya diantaranya membahas agar umat bersatu, keluar dari belenggu yang selama ini membuat mereka terbelakang dan tidak melakukan dikotomi pada keilmuan
Sang Imam Washatiyah
Beliau dikenal memiliki cara atau metodologi khas dalam menyampaikan risalah Islam. Karena metodologi inilah dia mudah diterima di kalangan dunia barat sebagai seorang pemikir yang selalu menampilkan Islam secara ramah, santun, dan moderat. Dengan kapasitas itu, Yusuf al-Qardhawi kerap menghadiri pertemuan internasional dengan para pemuka agama di Eropa maupun di Amerika mewakil umat Islam.
Kemoderatan pemikiran Qardhawi diantaranya terbaca dari fatwanya yang membolehkan mengucapkan selamat natal kepada kerabat, kolega dan tetangga. Menurutnya ini termasuk perbuatan baik yang disenangi Allah, dengan syarat tidak mengikuti ritual/ibadah mereka. Karena itu, sering ada kesalah pahaman di kalangan umat, mereka yang melarang ucapan natal seolah MUI mengharamkan ucapan selamat natal secara an sihch. Padahal, Prof Din Syamsuddin dalam kapasitasnya saat itu sebagai Ketua Umum MUI menjelaskan, diantaranya dari pendapat Yusuf Al-Qardhawi, bahwa yang dilarang dalam fatwa MUI itu adalah mengikuti ritual/ibadah natal di Gereja, bukan mengharamkan ucapan selamat natalnya.
Siakap kemoderatan lainnya yang ditunjukkan Qardhawi salah satunya adalah mengenai kontroversi riba pada bunga Bank. Sebagian kalangan ulama sepakat bahwa bunga Bank adalah riba dan itu haram (dilarang) secara mutlak. Bagi Yusuf al-Qardhawi, bunga Bank yang diambil dari penabung di Bank bisa masuk katagori riba yang diharamkan, tetapi jika bunga itu dihasilkan dari sistem kerjasama, saling menguntungkan dan atas dasar saling ridha, maka itu bukan termasuk riba.
Yusuf Qardhawi menyandarkan pendapatnya dengan dalil surah al-Baqarah ayat 278-279 2, dan Hadits Riwayat Imam Muslim r.a. Sementara metode yang digunakan Yusuf al-Qardhawi adalah dengan menggunakan al-Qawa’id as-Syarriyyah al-Kulliyah, mempercayai dan mempertimbangkan maqasid syari’ah dalam perumusan hukum Islam.
Dalam menyampaikan tema yang krusial yaitu jihad, dalam buku Fiqh Jihadnya, Syeikh Al-Qardhawi berbicara tentang sikap orang-orang tentang jihad dan membaginya ke dalam tiga kategori. Kategori pertama, beliau mengatakan, ada yang memahami jihad hanya untuk melawan hawa nafsu sendiri dan bersikap anti sosial. Kedua, ada yang berlebihan, dan tidak adil melihat orang yang belum beriman sebagai kafir dan thogut dan harus diperangi. Sementara katagori ketiga adalah “ummat yang moderat” (ummat pertengahan) di mana Allah SWT telah memberi petunjuk kepada pendekatan moderat dan diberikan pengetahuan, kebijaksanaan, dan pemahaman yang dalam mengenai syariah dan realitas.
Umat yang moderat melihat fiqih jihad dari berbagai sudut secara komprehnsif. Sebab bagaimanapun semua manusia pada prinsipnya adalah saudara. Mereka sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sebagaimana yang dikatakan Sayyidina Ali: Imma Akhun laka fiedin wa Imma Syarikun Laka fil kholqi (Boleh jadi mereka adalah saudara seiman, boleh jadi saudara sebagai sesama manusia).
Mereka tidak tergelincir kepada kelalaian seperti mereka yang berada pada kategori pertama yang membiarkan hak ummat tanpa diijaga dengan kekuatan, al-Qur’an-nya tidak dijaga, serta rumah dan tempat-tempat sucinya tanpa penjaga untuk melindungi dan mempertahankan mereka. Karena jihad bagi mereka hanyalah melawan hawa nafsu.
Umat yang moderat bukan pula pada kategori kedua mereka yang jatuh pada tindakan berlebihan dan ekstrimisme, memerangi orang-orang yang damai, dan mendeklarasikan perang melawan semua orang tanpa membeda-bedakan; putih atau hitam, di Timur atau di Barat. Tujuan mereka melakukan hal itu adalah untuk mengarahkan orang-orang ke (jalan) Allah SWT, mengantarkan mereka yang terbelenggu ke Surga dan membawa mereka secara paksa dengan tangan ke jalan yang lurus.
Mereka (kategori kedua itu) lebih lanjut menambahkan bahwa tujuan mereka adalah untuk menghilangkan hambatan-hambatan di depan orang-orang itu yang dibentuk oleh rezim yang zhalim yang tidak memungkinkan mereka untuk menyampaikan firman Allah dan seruan Rasul-Nya kepada masyarakat, sehingga mereka dapat mendengar dengan keras dan jelas dan bebas dari segala noda.
Karana itu, atas kiprah dan pendapatnya itu, banyak institusi yang memberinya apresiasi, antara lain:
1. Pada tahun 1411 H memperoleh penghargaan dari Bank Pembangunan Islam di bidang Ekonomi Islam.
2. Pada tahun 1413 H mendapatkan penghargaan Internasional Raja Faisal karena partisipasinya di bidang studi Islam.
3. Pada tahun 1977 meraih penghargaan dari Sultan Hassanal Bolkiah (Sultan Brunei) dalam Yurisprudensi Islam.
4. Pada tahun 1996 memperoleh penghargaan dari Rektor Universitas Islam Internasional di Malaysia atas produktifitas keilmuannya yang istimewa. Ini hanyalah sekelumit dari sekian banyak penghargaan internasional yang diterimanya.
Sekali lagi, beliau dekenal sebagai da’i dan ulama’ yang moderat. Ia berpikir dan bekerja untuk kemajuan umat Islam dan kemanusiaan, dan sebagian besar negara-negara muslim telah ia kunjungi. Sehingga ia menjadi rujukan penting dalam menyikapi dan mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh dunia Islam. Ia memiliki struktur bangunan keilmuan yang kokoh dan konprehensif tentang Islam dalam berbagai aspeknya.
Beberapa karya penting yang beliau tulis dan diterjemahkan keberbagai bahasa dunia, diantaranya adalah:
Di bidang aqidah:
1. Al-Iman wal-Hayah (Iman dan Kehidupan).
2. Al-Asma’ al-Husna (Nama-nama Allah yang Terindah).
3. Mauqiful Islam al-‘Aqdi min Kufr al-Yahud wan-Nashara (Sikap Aqidah Islam terhadap Kekafiran Yahudi dan Nasrani).
Di bidang fiqih ibadah:
1. Al-‘Ibadah fil-Islam (Ibadah dalam Islam).
2. Al-Halal wal-Haram fil Islam (Halal dan Haram dalam Islam).
3. Fiqh Thaharah (Fiqih Bersuci).
4. Al-Fiqh al-Islami baina al-Ashalah wat-Tajdid (Fiqih Islam antara Orisinilitas dan Pembaharuan).
5. Fiqh Zakat, dan lainnya.
Di bidang manhaj:
1. Kaifa Nata’amalu ma’a al-Qur’an (Bagaimana kita berinteraksi dengan Al-Qur’an).
2. Kaifa Nata’amalu ma’a as-Sunnah (Bagaimana kita berinteraksi dengan Sunnah).
3. Fiqh Maqashid asy-Syari’ah (Memahami Tujuan-tujuan Syari’ah).
4. Al-‘Aqlu wal-‘Ilmu fi Al-Qur’an (Akal dan Ilmu dalam Al-Qur’an).
5. Taisir al-Fiqh fi Dhaui Al-Qur’an was-Sunnah (Memberi Kemudahan dalam Fiqih Sesuai Al-Qur’an dan Sunnah).
6. Fiqh al-Wasathiyah fi al-Islam (Fiqih Moderat dalam Islam).
Di bidang fiqih muamalat:
1. Maqashid asy-Syari’ah al-Muta’alliqah bi al-Mal (Tujuan Syari’at yang berkaitan dengan Harta).
2. Al-Qawa’id al-Hakimah li Fiqh al-Mu’amalat (Kaedah-kaedah penentu dalam Fiqih Muamalat).
3. Fawaid al-Bunuk (Bunga Bank).
4. Daur al-Qiyam wal-Akhlaq fi al-Iqtishad al-Islami (Peran Nilai dan Akhlak dalam Ekonomi Islam).
Di bidang wawasan keislaman:
1. Khashaish ‘Ammah li Al-Islam (Karaktersitik Umum Islam).
2. Ad-Din fi ‘Ashr al-Ilm (Agama di Era Sains).
3. Musykilah al-Faqr wa kaifa ‘Alajaha al-Islam (Bagaimana Islam Mengatasi Kemiskinan).
4. Al-Muslimun wa al-‘Aulamah (Umat Islam dan Globalisasi).
5. Al-Islam Hadharah al-Ghad (Islam Peradaban Masa Depan).
6. Al-Usrah kama Yuriduha al-Islam (Keluarga yang diinginkan Islam).
7. Tsaqafatuna baina al-Infitah wal-Inghilaq (Kebudayaan Kita: Antara Terbuka dan Tertutup).
Di bidang dakwah:
1. Min Ajli Shahwah Rasyidah (Menuju Kebangkitan yang Terarah).
2. Malamih al-Mujtama’ al-Muslim (Ciri-ciri Masyarkat Muslim).
3. As-Shahwah alIslamiyyah min al-Murahaqah ila ar-Rusyd (Kebangkitan Islam, dari Pubertas menuju Kedewasaan).
4. Aulaawiyyat al-Harakah al-Islamiyyah (Skala Prioritas Gerakan Islam).
5. Tsaqafah ad-Da’iyah (Wawasan Seorang Da’i).
Di bidang politik dan kenegaraan:
1. Min Fiqh ad-Daulah fi al-Islam (Fiqih Negara dalam Islam).
2. Ghairul-Muslimin fi al-Mujtama’ al-Islami (Non Muslim di Tengah Masyarakat Muslim).
3. Ad-Din wa as-Siayasah Agama dan politik).
4. Ah-Tatharruf al-‘Ilmani fi Muwajah al-Islam (Ekstrim Leberal Memusuhi Islam).
5. Al-Wathan wa al-Muwathanah (Tanah Air dan Kewarganegaraan).
6. Al-Aqqalliyyat ad-Diniyyah wa al-Hill al-Islami (Umat Beragama Minoritas dan Solusi Islam).
Di bidang Jihad:
1. Al-Quds Qadhiyyah Kulli Muslim (Al-Quds adalah Persoalan Setiap Muslim).
2. Fiqh al-Jihad (Fiqih Jihad).
3. Ummatuna Baina Qarnain (Umat Kita diantara Dua Abad).
4. Khithabuna al-Islami fi ‘Ashr al-‘Aulamah (Wacana Keislaman Kita di Era Globalisasi).
5. Al-Mubasysyirat bi Intishar al-Islam (Tanda-tanda Kemenangan Islam).
Di bidang Budaya.
1. Nafahat wa Lafahat (Antologi Puisi), Dar al-Wafa’, Kaherah. 2. 2. Al-Muslimun Qadimun (Orang Muslim Masa Lampau) (Antologi Puisi), Dar al-Wafa’, Kaherah.
3. Yusuf al-Sadiq, (Nabi Allah Yusuf) (Naskah Drama), Maktabah Wahbah, Kaherah.
4. Alim wa Taghiyyat, (Ulama dan Pecundang) (Naskah Drama), Maktabah Wahbah, 1998.
Maka, Tidaklah berlebihan kalau syekh Muhammad Hasan ad-Didu,seorang ulama’ dari Muritania menjulukinya dengan sebutan Mujtahid al-’Ashr, Mujtahid Kontemporer, begitu juga, Syaikhh Muhammad al-Ghazali, seorang ulama’ Mesir mengatakan: “Dulu Syaikh Qardhawi adalah mahasiswa saya. Sekarang saya yang menjadi mahasiswanya”. Sementara Syekh Abu al-Hasan an-Nadawi, seorang ulama’ India, menyebutnya sebagai “seorang ulama dan peneliti”. Sedangkan syekh Abdullah bin Mahfuzh Bayyah (seorng ulama’ di UEA) menyebutnya sebagai seorang “Imam dan Hati Umat.”
Akhirnya, dalam master piece Maulana Jalaludin Arummi Sang Pujangga melukis puisi kematian, “Di malam sebelumnya aku bermimpi, Melihat seorang Syaikh di pelataran rindu. Ia menunjukkan tanganya kepadaku dan berkata; Bersiap-siaplah untuk bertemu denganku. Selamat jalan Maha Guruku, Selamat tinggal Penerang Ilmu dalam kebodohanku. Sungguh, ultah terakhirmu memendarkan beribu makna dalam hidupku!
Penulis: Mujahidin Nur