JAKARTA, MENARA62.COM – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) Kemendikbudristek terus berbenah untuk mewujudkan pembangunan Zona Integritas. Berbagai program reformasi birokrasi dilaksanakan sebagai langkah konkret implementasi Zona Integritas. Salah satunya dengan memberikan penguatan dalam pencegahan dan pengendalian pungutan liar (pungli) di lingkungan Ditjen Diktiristek serta di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi.
Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi Nizam mengajak jajaran Ditjen Diktiristek untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan menghindari aksi pungli. Hal ini sejalan dengan motto Dikti SIGAP Melayani yang artinya Ditjen Diktiristek melayani masyarakat dengan penuh semangat, integritas, gotong royong, amanah, serta profesional.
“Guna memberikan pelayanan yang terbaik, maka apa yang kita lakukan untuk memberantas pungli akan bermanfaat bagi keluarga, bangsa, dan negara. Mari kita jadikan lingkungan Ditjen Diktiristek sebagai contoh instusi yang bersih dan baik dalam melayani masyarakat,” ujar Nizam saat Sosialisasi Sapu Bersih Pungutan Liar di Lingkungan Ditjen Diktiristek, Selasa (7/3).
Pada kesempatan yang sama, Plt. Sekretaris Ditjen Diktiristek Tjitjik Sri Tjahjandarie menekankan bahwa hadirnya komitmen untuk mewujudkan zona integritas pada pelaksanaan program-program reformasi birokrasi bukan hanya sekedar jargon, melainkan membutuhkan implementasi nyata dalam perwujudannya.
“Perwujudan zona integritas dapat dilaksanakan melalui komitmen bersama untuk melakukan perubahan pola tatanan kebijakan yang lebih efektif dan efisien, tata kelola institusi yang lebih baik dan sederhana, perubahan pada program yang inovatif, serta sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan kompetensi prima. Lembaga harus membangun budaya dengan integritas tinggi yang bebas dari perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme,” terang Tjitjik.
Sekretaris Tim Reformasi Birokrasi Ditjen Diktiristek Suwitno turut mendorong tiap unit kerja di Ditjen Diktiristek untuk berperan aktif dalam upaya pencegahan adanya pungli atau imbalan yang tidak sah dalam seluruh aspek pelayanan publik baik di lingkungan Ditjen Dikti Ristek itu sendiri serta di lingkungan Perguruan Tinggi Negeri dan juga Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi
“Kementerian akan terus menyosialisasikan kegiatan ini secara luas agar menjadi daya tolak kita yang akan terjadi di unit kerja kita semua. Lantas kita juga memperkuat pencegahan perilaku yang menyimpang dari pegawai di lingkungan Ditjen Diktiristek, Perguruan Tinggi Negeri dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi, serta berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan mengenai pungutan liar . Kita juga harus bisa menjadi pelopor antipungutan liar,” ujar Suwitno.
Kepala Bidang Hukum Internasional Publik Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Berty Sumakud mengatakan dalam memangkas pungutan liar, masyarakat diharapkan dapat menjadi bagian sebagai pelaksana pencegahan pungutan liar. Adapun peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi, melaporkan serta memberi saran mengenai pungutan liar yang terjadi di lingkungan terdekat melalui media online.
Berty menambahkan dalam usaha mengurangi pungutan liar, Kemenko Polhukam tengah mengembangkan aplikasi yang dikoneksikan dengan Unit Pemberantasan Pungli (UPP) dalam operasi pemberantasan pungutan liar serta melakukan kolaborasi dengan Pokja Intelijen guna meminimalisir pungutan liar. Ia berharap di tahun 2023, tujuannya bukan terjadinya peningkatan OTT yang dilakukan oleh satgas pusat maupun satgas wilayah terhadap pungutan liar, namun demikian, lebih penting adalah perlunya upaya membangun sebuah mekanisme pencegahan dan pengendalian dari setiap institusi.
Sementara itu, Analis Gratifikasi dan Pelayanan Publik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yuanda Angelia mengingatkan pentingnya untuk memahami beberapa perbuatan yang masuk dalam indikasi tindak pidana korupsi seperti misalnya gratifikasi, pungutan liar, suap, dan lain sebagainya. Menurutnya sebagai contoh pada perbuatan gratifikasi perlu menjadi perhatian mana yang tergolong tindak pidana gratifikasi dan mana yang hanya sekadar pemberian wajar dari kerabat dekat atau keluarga, memang diperlukan pembelajaran lebih mendalam agar tidak terjadi kesalahpahaman dan kita lebih waspada.
“Gratifikasi yang diterima oleh seseorang itu harus dilaporkan oleh penerima gratifikasi itu sendiri dalam tempo 30 (tiga puluh) hari sejak diterima, selain melakukan pelaporan melalui Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) tingkat Kementerian/Lembaga saat ini pelaporan juga difasilitasi melalui mekanisme pelaporan Online melalui aplikasi yang dikelola KPK yaitu GOL = Gratifikasi Online,” tegas Yuanda.