28.6 C
Jakarta

Oditur Militer Lagi-Lagi Salah Menafsirkan

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM — Oditur Militer Tinggi lagi-lagi salah dalam menafsirkan bunyi Pasal 111 UU No. 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. Bahwa yang dimaksud dengan “Berita Acara” pada pasal tersebut adalah “Berita Acara Pemeriksaan” dan bukan “Berita Acara Pemberkasan”.

Hal ini disampaikan R Agus Yudi Sasongko, penasehat hukum Kolonel Inf. Eka Yogaswara seusai sidang di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta yang mengagendakan pembacaan tanggapan atas eksepsi penasehat hukum Kolonel Inf. Eka Yogaswara oleh oditur militer tinggi, Kamis (20/3/2025).

Menurutnya, Oditur Militer Tinggi keliru dalam cara membaca sebuah putusan perdata. Untuk menentukan adanya kepastian hukum sebuah sengketa perdata yang wajib diikuti dan ditaati adalah bunyi amar putusan dan bukan pertimbangan hakim. Hal ini terbukti putusan perdata dimaksud tidak memiliki kekuatan eksekutorial (nonexecutable).

Sebelumnya, oditur militer menyampaikan, selama proses pemeriksaan di tingkat penyidikan, Penyidik Puspomaad telah melanggar syarat-syarat/tata cara pemeriksaan, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yaitu:

  1. Penyidik melanggar Pasal 111 1.-JU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer karena daJam BAP Tersangka penyidik tidak secara tegas dan jelas memuat pasal-pasal dan peraturan perundang-undangan yang dilanggar atau yang menjadi dasar sangkaannya, namun hanya menyebut bunyi rumusan tindak pidananya saja sehingga Penasihat hukum menilai tindakan Penyidik Puspomad menjurus pada kriminalisasi pada diri Terdakwa karena telah melanggar asas hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali”.

Atas keberatan Penasihat hukum ini dapat kami tanggapi bahwa yang di maksud dalam Pasal 111 IJU Nomor 31 Tahunu 1997 adalah Berita Acara Pemberkasan yang diberi tanggal dan telah memuat tindak pidana yang dipersangkakan, dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, termasuk nama dan tempat tinggal tersangka dan para saksi serta segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan penyidikan termasuk bukti-buktinya.

  1. Bahwa dalam Laporan Pengaduan Nomor LP-15N/2023/SPT tanggal 22 Mei 2023 maupun dalam Surat Perintah Danpuspomad Nomor Sprin/645Nlll/2023 tanggal 1 1 Agustus 2023 tidak secara tegas mencantumkan pasal-pasal dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar sangkaannya sehingga Penasihat Hukum menilai Laporan Polisi dan Surat Perintah Danpuspomad adalah tidak sah dan cacat hukum sehingga tidak dapat dipakai sebagai dasar penyidikan.

Terhadap penilaian Penasihat Hukum tersebut, oditur mengatakan, bahwa setiap orang yang menyampaikan laporan pengaduan adalah memberikan informasi mengenai terjadinya sesuatu sesuai dengan apa yang dia ketahui tentang terjadinya perbuatan pidana, sedangkan penerapan pasal tidak dapat ditentukan tanpa melalu penyelidikan tetapi baru dapat ditentukan setelah penyelidik menemukan bukti permuJaan yang cukup tentang terjadinya perbuatan pidana dan setelah dilakukan gelar perkara selanjutnya barulah diketahui pasal dan ketentuan mana yang dilanggar oleh si terduga pelaku tindak pidana.

  1. Bahwa rumusan tindak pidana yang disangkakan terhadap Terdakwa yang termuat dalam BAP Tersangka, yang berbunyi “Penyerobotan tanah dan memasuki pekarangan tanpa ijin” tidak secara tegas dan jelas dikenal atau diatur di dalam KUHPidana;

Terhadap pernyataan Penasihat Hukum tersebut dapat kami jelaskan bahwa istilah Penyerobotan dan memasuki pekarangan tanpa ijin adalah merupakan kualifikasi dari tindak pidana dalam Pasal 385 dan Pasal 167 KUHP.

Nebis in idem

Dalam tanggapannya, Kolonel Laut (H) Alfian Rantung, yang bertindak sebagai oditur militer juga menyatakan, yang dimaksud dengan Nebis In Idem dalam pasal 76 KUHP adalah kewenangan menuntut pidana hapus/gugur apabila tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa telah pernah didakwakan, diperiksa, dan diadili serta putusannya: telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan  putusannya bersifat “positif, yakni dipidana” atau “dibebaskan” maupun dilepaskan dari segala “tuntutan hukum”.

Menurutnya, jika melihat ke belakang dimana dalam perkara Terdakwa sebagaimana terlampir dalam Eksepsi Penasihat Hukum (Bukti T-1), Terdakwa didakwa melanggar Pasal 406 KUHP sedangkan dalam perkara a quo Terdakwa didakwa melanggar Pasal 385 ke-4 KUHP dan Pasal 167 ayat (1) KUHP, sehingga perkara Terdakwa bukan merupakan Nebis In Idem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 KUHP, dengan demikian keberatan Penasihat hukum haruslah ditolak.

Terkait eksepsi tentang daluwarsa, oditur militer menanggapi, perhitungan masa berlaku waktu daluwarsa penuntutan bukan seperti yang dikemukakan Oleh Penasihat Hukum Terdakwa dimana ketika perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan, tetapi ketika perkara tersebut dilaporkan kepada pihak yang berwajib dimana pelapor atau pengadu menuntut agar perkara yang dilaporkan/diadukan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Bahwa jika melihat konstruksi Surat Dakwaan, Terdakwa didakwa melanggar pasal 385 ke-4 KUHP, dimana dalam Dakwaan kesatu Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2023, sedangkan pada Dakwaan kedua Terdakwa didakwa melakukan tindak pidana dari tahun 2022 sampai dengan tahun 2023, jika melihat waktu dari kedua dakwaan tersebut, sudah sangat jelas bahwa perbuatan yang didakwakan bukan merupakan perbuatan yang daluwarsa.

Tanggapan ini tentu menarik, bagaimana penasehat hukum Kolonel Inf. Eka Yogaswara dan Oditur Militer Kolonel Laut (H) Alfian Rantung mengenterpretasikan tentang nebis in idem dan daluwarsa.

Pengertian asas nebis in idem merupakan prinsip hukum yang melarang seseorang dituntut atau diadili dua kali atas perbuatan yang sama, setelah ada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Dasar Hukum, asas nebis in idem diatur dalam Pasal 76 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Disebutkan, syarat-syaratnya adalah;

– Perkara yang sama: perbuatan, subjek, objek, dan alasan yang sama.
– Putusan yang berkekuatan hukum tetap: putusan pengadilan yang telah tidak dapat diganggu gugat.

Penasehat hukum

Terkait tanggapan atas Eksepsi Penasihat Hukum Terdakwa oleh Oditur Militer Tinggi, pada prinsipnya, R Agus Yudi Sasongko mengatakan, tetap berpegang teguh pada eksepsi semula. Ia pun memberikan tanggapan atas pandangan Oditur Militer Tinggi terhadap Eksepsi Penasihat Hukum Kolonel Inf. Eka Yogaswara. Secara yuridis, menurutnya sangat tidak mendasar dan hanya bersifat normatif tanpa menguraikan landasan hukumnya.

Sasongko mengatakan, berdasarkan Pasal 78 KUHP jo. Pasal 79 KUHP, diterangkan bahwa kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, yaitu pada tahun 2012 dan bukan sesudah perbuatan tersebut dilaporkan ke Puspomad pada tahun 2023, sebagaimana yang didalilkan oleh Oditur Militer Tinggi.

“Kami menilai Oditur Militer Tinggi salah dalam menafsirkan kedua pasal tersebut. Dengan demikian perbuatan Terdakwa Kolonel Inf. Eka Yogaswara, SH., MM., MH. dalam perkara dugaan tindak pidana menyewakan tanah orang lain dan memasuki pekarangan orang lain tanpa ijin secara yuridis telah daluwarsa,” ujarnya.

Terkait legal standing Tessa Elya Andiana W, selaku pelapor, menurut Sasongko, tidak sah karena tanpa disertai surat kuasa khusus yang sah dan resmi dari Dirut Perum PFN. Hal ini sangat beralasan karena Tessa bertindak selaku Pelapor dalam kapasitasnya sebagai Legal Manager Perum PFN, dan bukan sebagai “siapapun” yang berhak melaporkan adanya sebuah peristiwa pidana, sebagaimana yang didalilkan oleh Oditur Militer Tinggi.

“Kami tetap berkeyakinan bahwa perkara yang didakwakan terhadap Terdakwa menurut hukum tidak layak dan tidak patut untuk dilakukan penuntutan di sidang Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta,” ujarnya.

Kriminalisasi

Sangat menarik mengikuti perkembangan kasus kriminalisasi terhadap Kolonel Inf. Eka Yogaswara di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta. Hari Kamis (20/3/2025) pagi tadi, kembali dibuka sidang lanjutan dengan agenda tanggapan atas eksepsi yang diajukan oleh tim penasehat hukum Kolonel Inf. Eka Yogaswara yang dibacakan pada Kamis 13 Maret 2025.

Kolonel Inf. Eka Yogaswara didakwa oleh oditur militer dengan dakwaan melanggar Pasal 385 ayat (1) dan Pasal 167 (1) KUHP. Kolonel Inf. Eka Yogaswara, didakwa oleh Oditur Militer Tinggi, atas laporan Tessa Elya Andriana Wahyudi, selaku Legal Manager BUMN PT PFN, dengan tuduhan telah menyerobot lahan dan memasuki lahan tanpa izin dengan dasar kepemilikan Sertifikat Hak Pakai.

Ini sidang keempat bagi Kolonel Inf. Eka Yogaswara SH MH dalam kasus yang dilaporkan oleh Tessa. Eka dihadapkan ke Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta, karena dituduh memasuki pekarangan tanpa izin dan penyerobotan tanah. Bagi Eka dan keluarga besarnya, tentu tuduhan ini terasa aneh dan janggal. Mengingat, lahan yang dimasuki itu milik engkong alias kakeknya sendiri, yang biasa dipanggil Bek Musa.

Publik tampaknya perlu mengikuti apa yang terjadi dalam sidang yang dinyatakan sebagai sidang terbuka oleh Hakim Ketua Kolonel Kum Siti Mulyaningsih, S.H., M.H.

Pada Kamis pekan lalu, R Agus Yudi Sasongko, penasehat hukum Kolonel Inf. Eka Yogaswara membacakan eksepsi, atas dakwaan yang diajukan oleh Kolonel Laut (H) Alfian Rantung, Oditur Militer pada sidang kriminalisasi Kolonel Inf. Eka Yogaswara. Diantaranya, Eksepsi Dakwaan Nebis In Idem (vide : Pasal 76 KUHPidana). Bahwa yang dimaksud Nebis In Idem, sebagaimana diatur dalam Pasal 76 KUHPidana adalah “Kecuali dalam hal putusan hakim dapat diubah, orang tidak dapat dituntut sekali lagi karena perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim di Indonesia dengan putusan yang telah tetap”.

Bahwa di dalam surat Dakwaan Oditur Militer Tinggi, Terdakwa telah didakwa melakukan tindak pidana penyerobotan tanah dan memasuki pekarangan tanpa ijin, sebagaimana diatur dalam Pasal 385 ke-4 KUHPidana dan Pasal 167 ayat (1) KUHPidana. Kedua pasal tersebut pada hakekatnya merupakan akibat dari adanya perselisihan/ sengketa kepemilikan atas tanah Adat yang terletak di Jl. Kapten Tendean No. 41, Jakarta Selatan antara keluarga Terdakwa dan para ahli waris dengan Departemen Penerangan-Perum PFN;

Bahwa perkara a quo secara yuridis adalah Nebis In Idem dengan perkara terdahulu, yaitu dalam Perkara Nomor : 35-K/ PMT-II/ AD/ X/ 2016, tanggal 21 Juni 2017 (terlampir dalam Berkas Perkara/ Bukti T-1) – di mana Terdakwa telah dituntut atas dugaan tindak pidana pengrusakan papan nama milik Perum PFN, tindak pidana mana pada hakekatnya juga merupakan akibat dari adanya perselisihan/ sengketa kepemilikan hak atas tanah Adat, yang terletak di Jl. Kapten Tendean No. 41, Jakarta Selatan, yang amar putusannya berbunyi : “Menyatakan Penuntutan Oditur Militer Tinggi atas perkara Terdakwa Eka Yogaswara, Pangkat Letnan Kolonel Inf. NRP 11960002910567 tidak dapat diterima dan Menyatakan kewenangan menuntut pidana terhadap perkara ini hapus karena daluwarsa”. Terhadap putusan tersebut Oditur Militer Tinggi telah mengajukan permohonan Kasasi dalam perkara Nomor: 421 K/ MIL/ 2017, tanggal 16 November 2017 (terlampir dalam Berkas Perkara/ Bukti T-2), dengan amar putusan berbunyi : “Menolak permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi/ Oditur Militer Tinggi pada Oditurat Militer Tinggi II Jakarta”.

Bahwa agar suatu perkara melekat unsur nebis in idem maka harus dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 76 KUHPidana, yaitu :

  1. Apa yang didakwakan sudah pernah diperkarakan sebelumnya. Bahwa dalam perkara a quo apa yang didakwakan terhadap Terdakwa pada hakekatnya sudah pernah diadili sebelumnya yang sama-sama merupakan akibat dari adanya perselisihan/ sengketa kepemilikan atas tanah Adat, yang terletak di Jl. Kapten Tendean No. 41, Jakarta Selatan antara keluarga Terdakwa dan para ahli waris dengan Departemen Penerangan – Perum PFN.
  2. Terhadap perkara yang terdahulu telah berkekuatan hukum tetap. Bahwa perkara yang telah pernah diputus hakim terdahulu telah berkekuatan hukum tetap di Tingkat Kasasi;
  3. Putusan yang terdahulu bersifat positif. Bahwa putusan yang terdahulu telah berakhir dengan tuntas dan pasti,dengan amar putusan di Tingkat Kasasi berbunyi: “Menolak
    Kasasi dari Pemohon Kasasi/ Oditur Militer Tinggi pada Oditurat Militer Tinggi II Jakarta”;
  4. Subyek hukumnya sama. Bahwa subyek hukum dalam perkara a quo adalah sama dengan perkara terdahulu dan memiliki hubungan hukum yang sama pula, yaitu Terdakwa selaku Terlapor dan Perum PFN selaku Pelapor;
  5. Obyek perkara sama. Bahwa dalam perkara a quo inti pokok yang diperkarakan di dalam surat Dakwaan adalah sama dengan inti pokok perkara yang terdahulu yaitu sama-sama sebagai akibat dari adanya perselisihan/ sengketa kepemilikan hak atas tanah yang terletak di Jl. Kapten Tendean No. 41, Jakarta Selatan antara keluarga Terdakwa dan para ahli waris dengan Departemen Penerangan RI – Perum PFN.

Bahwa asas Nebis In Idem juga diatur dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi : “Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas suatu perbuatan yang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap”.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!