32.9 C
Jakarta

Down to Earth

Baca Juga:

‎“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-‎orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila ‎orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata ‎yang baik.” (Q.S. Al-Furqan: 63)‎

Dalam kitab Shafwat al-Tafasir, Muhammad ‘Ali Ash-Shabuni ketika ‎menafsirkan ayat ini menyebutkan, Idhafah atau penyandaran kata ‎‎‘Ibad’ kepada ‘Ar-Rahman’ adalah untuk memuliakan posisi hamba-hamba ‎yang dicintai Allah SWT. ‎

Mereka, hamba-hamba mulia yang dicintai Allah SWT memiliki beberapa ‎karakteristik. Salah satunya adalah bersikap tawaduk, rendah hati. ‎

Ibn Qayyim al-Jawziyyah, dalam Madarij al-Salikin menerangkan, ‎tawaduk adalah: Menunaikan segala yang haq dengan bersungguh-sungguh, ‎taat menghambakan diri kepada Allah sehingga benar-benar hamba Allah ‎‎(bukan hamba orang banyak, bukan hamba hawa nafsu, dan bukan karena ‎pengaruh siapa pun), dan tanpa menganggap dirinya tinggi.‎

Tawaduk adalah sikap dewasa yang dimiliki seseorang yang telah ‎mengenal siapa dirinya sesungguhnya. Dia sadar, apa yang saat ini ada ‎padanya, baik berupa kelimpahan harta, kekayaan ilmu pengetahuan, posisi ‎dan kedudukan tinggi yang dimilikinya, serta segudang prestasi yang telah ‎diraihnya, bukan untuk dibangga-banggakan apalagi disombongkan. Tetapi, ‎kesemua itu adalah karunia Allah, yang harus disyukuri dan dimanfaatkan ‎sebaik-baiknya demi kemaslahatan pribadi dan umat manusia.‎

Orang yang tawaduk tidak tinggi hati, tidak mabuk dengan sanjung ‎puji. Dia tidak pernah merasa lebih baik dari orang lain, meski sejumlah ‎kelebihan dimilikinya. Dia tetap membumi meski telah menorehkan sejumlah ‎prestasi. Dia penuh empati meski berkelimpahan materi. Dia tetap menjadi diri ‎sendiri meski pelbagai pengalaman hidup telah dia jalani. Baginya, semua ‎kesuksesan yang telah digapainya adalah anugerah Ilahi, yang hanya akan ‎bernilai tinggi, ketika dapat memberi arti kepada sesama.‎

Sungguh mulia pribadi-pribadi tawaduk ini. Sehingga pantas jika ‎mereka akan mendapat posisi yang tinggi di hadapan Sang Ilahi. Sebuah ‎hadis shahih menegaskan hal ini. Rasulullah SAW menyatakan, “Dan tidak ada ‎orang yang tawaduk (rendah hati karena Allah), melainkan Allah akan ‎mengangkat derajatnya.” (H.R. Muslim)‎

Berikut saya sebutkan beberapa ciri orang yang bersikap tawaduk, ‎yang saya kutip dari Buku saya berjudul “Berpikir Positif, agar Allah Selalu ‎Menolongmu” : ‎

* Semakin bertambah harta dan kekayaannya, semakin bertambah pula ‎kedermawanannya serta semangatnya membantu orang lain.‎

* Semakin bertambah ilmunya, semakin bertambah sikap rendah hatinya.‎

* Semakin bertambah amalnya, semakin hati-hati dan waspada terhadap ‎sikap riya’.‎

* Semakin bertambah usia, semakin jauh dari pemenuhan nafsu duniawi. ‎Sebaliknya, semakin dekat dengan Allah melalui aktivitas ibadahnya.‎

* Semakin tinggi kedudukan dan jabatan yang dimilikinya, semakin dekat ‎dengan sesama manusia, dan berusaha untuk membantu berbagai ‎kebutuhan mereka, disertai sikap rendah hati.‎

‎“Di atas langit masih ada langit”, inilah prinsip yang harus terus menerus ‎kita pegang, sehingga kita akan menjadi orang-orang yang bersikap tawaduk, ‎down to earth.‎

Ruang Inspirasi, Jumat (13/3/2020).

Previous article
Next article
- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!