25.5 C
Jakarta

Bahaya RUU Kesehatan Omnibus Law, Mulai dari Minimnya Perlindungan Nakes hingga Bocornya Data Genom

Baca Juga:

Mohamad Fadhilah Zein
Mohamad Fadhilah Zeinhttp://menara62.com/
Jurnalis, Produser, Ghost Writer, Youtuber, Kolumnis. For further communication contact fadil_zein@yahoo.com

Sejumlah akademisi menggugat RUU Kesehatan Omnibus Law yang saat ini masih polemik. Kehadiran RUU tersebut sarat masalah mulai dari minimnya perlindungan nakes, investasi asing, mengancam kedaulatan negara hingga kebocoran data genom. Hal ini terungkap dalam diskusi Muhammadiyah Worldview, RUU Kesehatan: Siapa Dirugikan, Siapa Diuntungkan?” yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Muhamadiyah PWM Banten bekerjasama dengan Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional (LHKI) PWM Banten.Dalam diskusi tersebut dihadiri pimpinan PWM Banten Drs. Turhaerudin dan Ketua LHKI Dr. Hery Koestanto, MM.

“Saya melihat Pemerintah ingin merampingkan UU Kesehatan ini, tapi kelihatannya terlalu tergesa-gesa. Karena sebenarnya baru saja disahkan beberapa undang-undan, seperti UU Profesi Keperawatan baru disahkan pada 2014, begitu juga UU Karantina dan UU Kebidanan yang baru disahkan 2018-an,” kata Guru Besar Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surabaya, Prof. Dr.A.Aziz Alimul Hidayat, S.Kep. Ns. M.Kes, saat diskusi online, Jumat, (30/6).

Menurut Rektor Universitas Muhammadiyah Lamongan ini, seluruh organisasi profesi kesehatan telah mengajukan revisi terhadap RUU ini yang paling krusial adalah terkait dengan perlindungan terhadap tenaga kesehatan.

“Pasal 187 RUU ini menyebutkan Rumah Sakit tidak bertanggung jawab jika terjadi kematian pada pasien karena adanya tindakan medis. Di sini menunjukkan Rumah Sakit memiliki imunitas. Konsekuensinya adalah tenaga kesehatan yang rentan gugatan jika ada kasus kematian pasien karena tindakan medis,” ujarnya.

Ditambahkannya, gabungan asosiasi meminta revisi atas beberapa pasal. Tenaga medis meminta ada penyebutan dalam pasal tentang hak dan kewajiban bahwa tenaga medis tidak bisa dituntut secara hukum manakala memberikan pertolongan pada pasien di tingkat kedaruratan.

“Pasal 326 juga kami meminta kata kesalahan diganti menjadi kelalaian. Tenaga kesehatan yang lalai berbeda dengan tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan,” jelasnya.

Hal itu tidak lepas dari perspektif bahwa imunitas tenaga kesehatan dibutuhkan karena dalam menjalankan tugas memerlukan perlindungan. Mereka berharap ada penambahan imunitas perlindungan tenaga medis dan kesehatan di pasal 326 dan 327.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Health and Education Studies, Kholis Abdurrachim Audah, M.Sc, Ph.D menambahkan implikasi disahkannya RUU Kesehatan adalah maraknya investor asing yang mendirikan rumah sakit.

“Kekhawatiran terhadap dominasi investor asing di bidang layanan kesehatan bisa menggangu kedaulatan rakyat,” jelasnya.

Menurutnya, maraknya korporasi yang mendirikan rumah sakit maka itu akan mengurangi aspek sosial. Para investor pasti berorientasi profit. Ini juga menjadi hal urgen yang harus disorot dari RUU Kesehatan.

Hal lain yang dikhawatirkan adalah kebocoran data genom rakyat Indonesia.

“Satu tubuh manusia itu menyimpan data sebesar satu terrabyte. Maka jika rakyat Indonesia yang lebih jampir 300 juta ini artinya ada 300 juta terrabyte data genom yang jika bocor maka akan sangat merugikan bangsa dan negara,” tandasnya.

Kholis pun mempertanyakan kehadiran Beijing Genomics Institue di Indonesia yang menurutnya untuk kepentingan apa. BGI adalah korporasi raksasa di Cina yang mengumpulkan data genom dari seluruh dunia. Pengumpulan data ini yang jika dipadukan dengan kecerdasan buatan kecerdasan buatan dapat memberi Cina jalan menuju keuntungan ekonomi dan militer. (*)

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!