SURABAYA, MENARA62.COM – Tokoh kebahasaan asal Pamekasan Madura, M. Tabrani dinilai merupakan sosok yang sangat penting dibalik lahirnya Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Ia adalah tokoh yang menggagas digunakannya bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.
Melalui tulisan-tulisannya di koran Hindia Baroe, M. Tabrani yang merupakan jurnalis sekaligus pemimpin redaksi secara terang-terangan menggunakan terma bahasa Indonesia dalam korannya sejak awal 1926. Itu terlihat dari salah satu kolom dalam koran Hindia Baroe yang dinamai dengan “Anak dan Bahasa Indonesia”. Kolom yang berisi tulisan dari masyarakat—semacam Surat Pembaca pada koran masa kini—itu merupakan cerminan bahwa nama bahasa Indonesia sudah mulai dimasyarakatkan melalui koran yang dipimpin oleh M. Tabrani.
Karena itu, Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur berupaya memfasilitasi masyarakat Madura dalam mengusulkan nama almarhum M. Tabrani menjadi pahlawan nasional. “Kita menyosialisasikan tokoh M. Tabrani sebagai pahlawan nasional yang mampu menyatukan bangsa melalui bahasa persatuan, bahasa Indonesia,” kata Dr Asrif dalam keterangan tertulisnya, Selasa (26/10/2021).
Selain nama kolom, pemikiran Tabrani tentang bahasa Indonesia secara jelas terpampang pada tulisannya dalam koran Hindia Baroe yang dipimpinnya. Tulisan yang berjudul “Bahasa Indonesia” yang ada pada kolom Kepentingan tersebut secara jelas mengemukakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan untuk mencapai kemerdekaan. Sebuah pemikiran yang berani yang diungkapkan seseorang yang hidup di wilayah yang sedang dijajah oleh bangsa asing, bangsa Belanda.
Pemikiran-pemikiran Tabrani lanjut Asrif, bisa dikatakan orisinal dan besar pada masa itu. Alasannya, pertama Tabrani sudah menggunakan nama bahasa Indonesia jauh sebelum adanya Ikrar Sumpah Pemuda (1928) dan bahkan sebelum adanya Kongres Pemuda Pertama (April—Mei 1926). Kedua, Tabrani telah menyadari adanya masalah yang menyebabkan persatuan anak-Indonesia tidak cepat tercapai, yaitu tidak adanya bahasa yang gampang diketahui oleh seluruh bangsa Indonesia. Ketiga, Tabrani telah meyakini bahwa kemerdekaan akan tercapai jika ada persatuan; persatuan dapat tercapai salah satunya jika ada ikatan bahasa Indonesia.
Diakui Asrif, orisinalitas gagasan Tabrani terlihat dari dikemukakannya nama “bahasa Indonesia” yang pada saat itu sesungguhnya belumlah ada. Selain keorisinalan pemikiran tersebut, Tabrani juga seorang visioner. Dia mampu memandang ke depan tentang potensi dan risiko yang bisa muncul dari nama bahasa. Tabrani bahkan sudah memberikan pandangannya tentang diambilnya nama bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan anak-Indonesia pada saat itu. Pandangan tersebut dapat dilihat dari tulisan Tabrani yang berjudul “Bahasa Indonesia” pada kolom Kepentingan dalam koran Hindia Baroe.
Mengingat bahasa Indonesia merupakan elemen dasar pembentuk aneka ragam manusia menjadi bangsa Indonesia yang bersatu, Dr Asrif memandang negara perlu hadir memberikan penghargaan yang layak kepada tokoh penggagas lahirnya bahasa persatuan Indonesia.
Menurut Asrif, penggagasan bahasa persatuan, bahasa Indonesia, bukanlah peristiwa singkat. Gagasan tersebut perlu disampaikan, dipertahankan, dan dikembangkan agar gagasan bahasa persatuan dapat diterima secara luas oleh seluruh bangsa Indonesia. Proses panjang tersebut tentu saja melibatkan banyak tokoh yang terjalin dalam banyak peristiwa. Meskipun demikian, ada tokoh yang secara faktual berdasarkan bukti-bukti sejarah yang bisa dijadikan sebagai tokoh utama dengan gagasan dan tindakan dalam pelahiran, pemertahanan, perjuangan, dan pengembangan gagasan bahasa Indonesia.
“Tokoh tersebut adalah Muhammad Tabrani karena dialah tokoh yang pertama-tama mengemukakan perlunya melahirkan bahasa Indonesia. M. Tabrani merupakan tokoh pahlawan yang berasal dari Pamekasan Madura. Kegigihan dan keberaniannya dalam menyatukan bangsa melalui bahasa Indonesia perlu mendapat apresiasi dari semua kalangan, khususnya dari masyarakat Madura,” tegas Asrif.
Kegiatan sosialisasi kepahlawanan M Tabrani itu sendiri dilakukan dengan metode ceramah dan diskusi (tanya-jawab), dengan tujuan untuk menghimpun informasi sebanyak-banyaknya terkait M. Tabrani, tokoh kebahasaan dari Pamekasan, Madura. Informasi tersebut kemudian dijadikan dasar dan bahan pengajuan tokoh M. Tabrani secara legalitas untuk memeroleh gelar Pahlawan Nasional.
Dr Asrif menjelaskan bahwa dalam kegiatan Sosialisasi Pengajuan M. Tabrani sebagai Pahlawan Nasional banyak pihak yang terlibat di antaranya Kepala Badan Bahasa Prof. E. Amnudin Aziz, M.A., Ph.D, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa Dr. M. Abdul Khak, M.Hum, Bupati Pamekasan H. Baddrut Tamam, S.Psi, Kepala Dinas Sosial Prov. Jatim Dr. Alwi, M.Hum, Kepala Dinas Pend.dan Kebudayaan: Akhmad Zaini, M.Pd, Budayawan Madura Mohammad Thariq, S.Sos., M.Si dan Ketua DPRD Pamekasan Fathor Rohman, M.Si.
Ia berharap Pemda dapat segera mengajukan berkas/kelengkapan M Tabrani sebagai pahlawan nasional.
Bupati Pamekasan dalam sambutannya juga menyatakan dukungan terhadap M. Tabrani dan mengajak masyarakat Pamekasan untuk turut memberikan penghargaan kepada M. Tabrani sebagai pahlawan nasional.
Susun Kamus Istilah Kesenian
Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur melalui Kelompok Kepakaran Perkamusan dan Peristilahan melanjutkan penyusunan Kamus Istilah Kesenian di Jawa Timur yang rencananya akan disajikan dalam bentuk aplikasi daring. Selain itu juga melakukan kegiatan Inventarisasi dan Pengolahan Kosakata bahasa Jawa dan Madura di berbagai bidang kehidupan, yaitu kesenian, kuliner, perikanan, kelautan, aktivitas harian lainnya. Kosakata yang dihimpun ini nantinya akan melalui proses verifikasi dan validasi sebelum diusulkan ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Asrif menjelaskan Penyusunan Kamus Istilah Kesenian di Jawa Timur bertujuan untuk menghimpun kosakata istilah kesenian dalam bahasa Jawa dan Madura sebagai bahan penyusunan kamus istilah kesenian yang ada di Jawa Timur. Sedangkan tujuan kegiatan “Inventarisasi dan Pengolahan Data Kosakata” adalah untuk menghimpun kosakata dalam bahasa Jawa dan Madura yang memiliki kemungkinan untuk dimasukkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Menurut Asrif, Jawa Timur memiliki dua bahasa besar yaitu bahasa Jawa dan bahasa Madura. Dengan sedikitnya bahasa daerah di Jawa Timur ini menjadikan tantangan tersendiri bagi Jawa Timur untuk bisa menyumbangkan berbagai kosakata khas yang dimilikinya. Untuk itu dilakukan berbagai upaya untuk dapat menggali istilah-istilah khas tersebut untuk diusulkan dalam KBBI.
“Upaya penyusunan kamus kesenian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam mengenal dan memahami kesenian di Jawa Timur. Dengan disusunnya Kamus Istilah Kesenian di Jawa Timur dalam bentuk digital diharapkan jangkauan pengguna kamus akan lebih luas,” tutup Asrif.