YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Supply Chain atau Rantai Pasok yang efektif dapat meningkatkan daya saing perusahaan. Selain itu, mitigasi mengelola risiko perusahaan juga harus dilakukan secara berkala agar bisa meminimalisir atau mengurangi risiko yang bakal ditimbulkan, agar diperoleh hasil yang optimal.
Hal tersebut merupakan hasil penelitian tesis Ajeng Esa Sherina, Mahasiswi Program Studi Magister Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII) yang diungkapkan kepada wartawan secara virtual Jumat (25/4/2025). Ajeng Esa Sherina mengangkat judul penelitian tesis ‘Desain Mitigasi Risiko dan Key Risk Indicator pada Proses Bisnis Konveksi.’
Dalam pemaparannya, Ajeng Esa Sherina didampingi Ir Winda Nur Cahyo, ST, MT, PhD, IPM, Asean Eng, Ketua Program Studi Magister Teknik Industri, dan Dr Taufiq Immawan ST, MM, Dosen Pembimbing dan Dosen Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada Usaha Kecil Menengah (UKM) Maketees, sebuah perusahaan dibidang konveksi dengan produk berupa kemeja, kaos, jaket dan lain-lain.
Lebih lanjut, Ajeng Esa Sherina menjelaskan saat ini persaingan dalam industri manufaktur semakin ketat. Kondisi ini membuat perusahaan berlomba-lomba untuk dapat bertahan dalam menghadapi persaingan. “Salah satu indikator yang dapat digunakan perusahaan untuk dapat meningkatkan keunggulan kompetitif adalah menciptakan rantai pasok yang efektif,” kata Esa.
Penelitian ini, tambah Esa, menggunakan metode House of Risk (HOR) yang digunakan untuk menentukan sumber risiko prioritas sehingga dapat dijadikan dasar menyusun strategi penanganan. “Strategi penanganan tersebut bertujuan untuk mengeliminasi atau mengurangi sumber risiko yang telah teridentifikasi. Pada identifikasi risiko, digunakan metode Supply Chain Operation (SCOR) sebagai dasar pemetaan aktivitas rantai pasok untuk dapat mengidentifikasi risiko,” kata Esa.
Hasil penelitian diidentifikasi terdapat 15 kejadian risiko dan 23 agen risiko. Dengan prinsip pareto 80/20 persen, maka terpilih 13 agen risiko yang menjadi prioritas untuk dilakukan perancangan strategi mitigasi. “Kemudian diperoleh 14 strategi penanganan yang diusulkan untuk mengurangi probabilitas timbulnya sumber risiko pada rantai pasok perusahaan,” kata Esa.
Key Risk Indicator (KRI), kata Esa, sebagai early warning system atau sistem peringatan dini berupa kerusakan. Kerusakan bisa terjadi pada mesin cutting batas bawah sebesar 1 kali/bulan dan batas atas 4 kali/bulan; kerusakan mesin bordir batas bawah sebesar 1 kali/bulan dan batas atas 3 kali/bulan; kerusakan mesin jahit batas bawah sebesar 1 kali/bulan dan batas atas 4 kali/bulan; serta kesalahan kerja ambang batas bawah sebesar 13 kali/bulan dan batas atas 59 kali/bulan.
Kesimpulan hasil penelitian adalah pertama, setelah dilakukan identifikasi mengenai kejadian risiko (risk event) dan sumber risiko atau agen risiko (risk agent) mengenai proses bisnis rantai pasok pada UKM Maketees, terdapat sebanyak 15 Risk Event dan 23 Risk Agent. Kemudian hasil perhitungan House of Risk Fase 1, didapati sebanyak 13 agen risiko masuk kategori prioritas untuk yang diurutkan berdasarkan nilai tertinggi untuk diberi tindakan penanganan.
Agen risiko tersebut meliputi kurangnya perawatan dan pemeliharaan mesin (A16), kurangnya pelatihan terhadap karyawan (A21), keterbatasan SDM (A5), human error (A3), kelangkaan bahan baku (A6), area kerja berantakan (A20). Kemudian, kehabisan bahan baku (A13), kesalahan ekspedisi (A9), kapasitas mesin kurang (A14), perubahan pesanan secara mendadak dari konsumen (A1), kurangnya koordinasi dengan supplier (A8), penyesuaian permintaan konsumen (A4) dan perhitungan bahan baku secara kasar (A2).
Sedang perancangan tindakan pencegahan pada agen risiko prioritas yang bertujuan meminimalisir atau mengurangi tingkat kejadian dari sumber risiko, terdapat 14 usulan. Di antaranya, monitoring dan evaluasi kegiatan perawatan dan pemeliharaan mesin (PA1), monitoring dan evaluasi terhadap realisasi program pelatihan (PA2), melakukan perekrutan pekerja secara selektif (PA3).
Selain itu, memberikan reward, punishment karyawan (PA4), menerapkan prinsip 5S (PA5), membuat kontrak jangka panjang dengan supplier (PA6), menerapkan prinsip lean manufacturing (PA7), melakukan perbaikan sistem manajemen gudang (PA8), membuat rencana produksi jangka panjang (MRP) (PA9), memperketat perjanjian dengan ekspedisi (PA10), menjalin kerjasama dengan pihak ketiga (PA11). Serta, menyusun SOP terkait dengan konsumen (PA12), menyusun SOP perjanjian terkait dengan supplier (PA13), membuat standarisasi perhitungan bahan baku menggunakan Bill of Material (PA14). (*)