Rasanya, sulit untuk memisahkan antara Universitas Muhammadiyah Palembang (UM Palembang) dengan Prof Marshaal.
“Saya memang bercita-cita membangun kampus Muhammadiyah yang megah dan disegani,” ujar Prof Marshaal, pada tim Ekspedisi Ahmad Dahlan ketika berkunjung di rumahnya yang berhalaman cukup luas, meski rumah tersebut berada di sebuah jalan yang cukup padat dan agak sempit untuk dilewati dua kendaraan ketika berpapasan.
Menjadikan Amal Usaha Muhammadiyah sebagai bagian dari perjuangan syiar persyarikatan, memang tidak mudah. Banyak kisah duka dan menyenangkan yang mengiringinya. UM Palembang, salah satu AUM yang mencatat sejarah kerja keras dari kader-kader Persyarikatan Muhammadiyah di Sumatera Selatan.
Menurut pengakuan sejumlah tokoh Muhammadiyah di Sumatera Selatan, memang tidak ada kesamaan versi tentang kapan persis Muhammadiyah hadir di Sumatera Selatan. Namun, ada kemiripan cerita, bahwa Muhammadiyah di perkenalkan oleh pedagang-pedagang Sumatera Barat dan Jawa Tengah yang masuk ke Sumatera Selatan. Mereka tidak datang secara bersamaan, dan tiba di daerah yang berbeda. Pedagang Sumatera Barat masuk ke Sumsel melalui Bengkulu, kemudian mereka datang untuk berdagang di daerah Pagar Alam dan Lubuk Linggau. Sementara pedagang dan pendatang Jawa Tengah tiba di daerah Ogan Ilir dan Lubuk Linggau.
Peristiwa ini terjadi sekitar perempatan pertama abad 20 Masehi. Ketika itu jelas, organisasi Muhammadiyah belum serapi seperti sekarang. Muhammadiyah hadir dalam bentuk gerakan sosial keagamaan. Dari gerakan persyarikatan yang diperkenalkan oleh tokoh perintis dan simpatisan inilah, Muhammadiyah secara rutin terus menggeliat melalui serangkaian kegiatan. Aktivitas itu baik yang bertensi ibadah (dakwah Islamiyah) seperti sholat berjama’ah, pengajian dan tabligh, maupun kegiatan mu’amalah (sosial kemasyarakatan) seperti mendirikan sekolah, panti asuhan, koperasi dan sebagainya.
Dalam buku sejarah Muhammadiyah Sumatera Selatan, yang ditulis oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Selatan, dan pengakuan sejumlah tokoh Muhammadiyah di Sumsel yang ditemui tim ekspedisi Ahmad Dahlan disebutkan, tokoh di barisan pelopor Muhammadiyah di Sumsel adalah Kiai Wahid, perantau dari Minangkabau, alumni Sumatera Thawalib Padang Panjang (Sumbatera Barat).
Kiai Wahid datang ke daerah Pagar Alam tahun 1916 untuk berdagang. Saat yang bersamaan ia bersama rekannya seperti Realif, Ciknang Pangandunan, KH Ismail, Muhamamd Zen (asal Ogan Ilir) dan Rafi’un (Minangkabau) mendirikan kelompok jama’ah pengajian di Pagar Alam. Pagar Alam yang berada di dataran tinggi Pasemah, bagian dari Bukit Barisan yang memanjang sepanjang Pulau Sumatera. Pagar Alam kini menjadi kota administratif, sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Lahat.
Bersemi
Di dataran tinggi Pasemah inilah, persyarikatan Muhammadiyah tumbuh dan bersemi menyebarkan keharuman Islam. Tiga tahun setelah kedatangannya, tahun 1919, Kiai Wahid besama para pelopor Muhammadiyah berhasil mendirikan pengajian rutin di sejumlah daerah di dataran tinggi Pasemah.
Dataran tinggi Pasemah yang kini berada antara Kabupaten Lahat, Kota Pagar Alam, dan Kabupaten Empat Lawang, merupakan kawasan yang dilindungi. Pasalnya, di area ini terdapat peninggalan sejarah peradaban manusia Indonesia. Tepatnya di wilayah Tinggi Hari, terdapat situs Megalith yang diperkirakan para ahli purbakala sebagai peninggalan peradaban manusia 2000-3000 tahun yang lalu. Secara populer, situs purbakala di sini disebut sebagai Megalith Pasemah. Total ada 1.027 warisan yang tersebat di 41 situs. Bentuk megalith patung batu ataupuan susunan batu besar (menhir) masih dapat disaksikan hingga saat ini. Diatara patung batu yang masih dapat dilihat saat ini berbentuk manusia memeluk gajah, harimau, kerbau, ular, kodok dan sebagai. Hingga saat ini, kehidupan dan kebudayaan manusia purba yang tinggal di dataran tinggi ini sebagaian besar masih belum terungkap. Kemunculan dan kehancurannya masih misteri.
Di dataran tinggi Pasemah inilah, Rafi’un dan Jamaluddin menyemai pandangan Islam moderen, ajaran Muhammadiyah di Desa Sindangpanjang, Tanjung Sakti. Di saat yang hampir bersamaan, Musa dan Abdul Sobar, keduanya merupakan anggota pengajian Muhammadiyah Pagar Alam, mendirikan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Desa Karangdapo Kecamatan Lintang Empat Lawang. Waktu itu, statusnya masuk dalam grum Muhammadiyah Bengkulu. Pada tahun yang sama, PRM Pengandunan juga berdiri.
Kecamatan Lintang Empat Lawang yang semula menjadi bagian dari Kabupaten Lahat, pada tanggal 20 April 2007 resmi menjadi Kabupaten ke-15 di Sumatera Selatan.
Kelompok pengajian Pagar Alam, semula merupakah kumpulan jama’ah yang banyak mendiskusikan tentang pandangan Islam modern, moderat dan rajin mengumpulkan buku, majalah serta artikel tentang Islam. Terutama tulisan tentang pembaharuan dan gerakan pemurnian Islam untuk kembali pada tuntutan Al Quran dan Sunnah.
Kelompok pengajian Muhammadiyah di Pagar Alam ini mulai melakukan konsolidasi dan pemantapannya setelah kedatangan Raden Zainuddin Fanani yang dikenal sebagai RZ Fanani yang berasal dari Muhammadiyah Cabang Bengkulu. Namun, baru pada tahun 1928, Pimpinan Cabang Muhammadiyah Pagar Alam resmi berdiri. Setelah itu, segera menyusul konsolidasi pemantapan jama’ah Muhammadiyah di daerah lain di Sumsel. Seperti Palembang, Sindangpanjang, Tanjung Sakti, Karang Dapo, Lintang Empat Lawan, Semende Darat dan Lahat, serta daerah lainnya.
Sebelum pemantapan itu, para pelopor Muhammadiyah di Pagar Alam mulai menyekolahkan kadernya di sekolah Sumatera Thawalib dan Diniyah Padang Panjang. Diantara kader yang dikirim saat itu adalah Hasyim bin Ralif, Shiddiq bin Adim dan seorang anak perempuan H Ismail yang kemudian menikah dengan Shiddiq bin Adim.
Salah satu sahabat Shiddiq bin Adim ketika bersekolah di Thawalib yaitu Muallimin Abu Thalib, pada tahun 1928 mendirikan Ranting Muhammadiyah Pulau Panggung Semendo Darat. Pengurusnya ketika itu antara lain, Abdur Rahmn, A Saman, Jari, dan Zubir. Mereka merupakan lulusan Thawalib. Selain itu ada juga Jama’ani (guru), dan Bahyin H Umar.
Kemudian menyusul Aisyiah dengan pengurus Hj Sitimah, Hj Suinah (lulusan Diniyah Putri Padang Panjang) dan Siti Ramian. Sementara pengurus Hizbul Wathan dainataranya Wahid, M Akib, Azhari, Guru Majid Lahat. Pengurus Nasyiatul Aisyiah adalah Tasimah dan Husmiah (adil Mu’allim Abu Thalib). Sejumlah tokoh perintis yang tercatat adalah H Syamsuddin, Nunung Palembang, Pangeran Tamat Gumay, Mararos, Penghulu Tusin dan Jalal, mereka inilah yang pada tahun 1928 mendiikan Muhammadiyah Cabang Lahat.
Namun, sejumlah catatan dan keterangan sumber yang sahih, gerakan Muhammadiyah sudah mulai berkiprah di dataran tinggi Pasemah sekitar tahun 1913-1916.
Waulahu a’lam bishawab…