29.4 C
Jakarta

Diabetes, Sebabkan Disfungsi Ereksi?  

Baca Juga:

Bicara soal gangguan seksual (sexual dysfuntion) masih sering dianggap tabu. Padahal, ini tidak bisa diangap remeh pula. Di dalam  hubungan seksual, normalnya fungsi seksual itu diawali dengan adanya keinginan (libido) yang kemudian mengalami perangsangan (arousal) sehingga terjadilah ereksi pada pria dan mengalami orgasme hingga timbul rasa puas. Disfungsi ereksi merupakan gangguan pada fungsi ereksi, di mana pria mengalami kesulitan dalam mencapai atau mempertahankan ereksi ketika berhubungan seksual sehingga tidak memuaskan.

Gangguan disfungsi ereksi ini ternyata hampir dua kali lipat jumlahnya dialami pria dengan diabetes melitus. Menurut penelitian kohort The professional follow up study pada pria sebanyak 51.529, ada 24,1 % yang mengalami disfungsi ereksi dan sejumlah 45,8% pada pria dengan diabetes melitus. Mengapa bisa demikian?

Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, Sp.PD-KEMD dari RSUI memaparkan kaitan diabetes melitus dengan disfungsi ereksi pada pria. “Ada dua faktor yang memengaruhi penderita diabetes melitus mengalami disfungsi ereksi. Pertama, karena faktor organik yang terjadi karena gangguan pada alat kelamin atau  jaringan sarafnya. Kedua, karena faktor psikis, misalnya perasaan cemas karena mengidap penyakit kronis, kurang percaya diri, dan kurangnya komunikasi dengan pasangan,” terang guru besar  FKUI yang juga dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrin metabolik diabetes RSUI.

Umumnya, lanjut Pradana, pasien dengan disfungsi ereksi yang berusia di bawah 40 tahun. dikarenakan faktor psikis. Sementara pasien berusia di atas 40 tahun dikarenakan faktor organik. “Disfungsi ereksi akibat faktor organik ini terjadinya secara perlahan-lahan. Sementara yang akibat faktor psikis terjadinya mendadak. Misalnya, minggu lalu masih sehat-sehat saja, lalu minggu ini tidak bisa. Untuk membedakan dari kedua faktor penyebab tersebut, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter,” saran Pradana.

Menurut Pradana, disfungsi ereksi ini dapat terjadi pula akibat penyakit kronis lain, seperti hipertensi, jantung koroner, aterosklerosis, dan depresi berat. Selain itu, bisa pula karena faktor bertambahnya usia, hormon estrogen, dan konsumsi obat-obatan tertentu seperti obat anti hipertensi jenis beta-bloker, mariyuana, narkoba.

Untuk mendeteksi kondisi disfungsi ereksi, pasien dapat mengisi beberapa kuesioner antara lain kuesioner International Index of Erectile Funtions (IIFF) dan Erection Hardness Score (EHS). Ini untuk mendapatkan skor yang mengidentifkasikan apakah kondisinya normal, atau disfungsi ereksi ringan, sedang, atau berat. “Skrining ini sangatlah penting, karena disfungsi ereksi bisa juga menjadi tanda awal dari penyakit lainnya seperti jantung, serebrovaskuler, stroke, atau komplikasi lainnya.”

Setelah dokter melakukan identifikasi dan pemeriksaan fisik, lalu dicari pula faktor penyebabnya. Selanjutnya, dokter dapat memberikan obat oral atau terapi tertentu sesuai kondisi pasien. “Untuk mengatasi disfungsi ereksi ini, beberapa hal yang bisa diubah yaitu soal gaya hidup. Misalnya, menghindari rokok dan alkohol, menurunkan berat badan yang berlebih, mengurangi makanan berlemak tinggi, serta menghindari obat-obatan yang berpotensi menyebabkan disfungsi ereksi. Selain itu, diupayakan menghilangkan risiko penyebab stress, menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan, serta melakukan terapi psikoseksual jika dibutuhkan. Tak perlu terlalu khawatir, adanya kemajuan di bidang teknologi, peluang disfungsi ereksi dapat diatasi cukup besar.”

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!