“Festival Ronthek digelar sejak Kamis (12/9/2019). Festival ini disebut menjadi agenda seni budaya masyarakat Pacitan yang sayang untuk dilewatkan.”
Situs Pacitanku.com melansir, awalnya, agenda tahunan ini adalah sebuah acara sederhana yang digunakan untuk membangunkan warga melaksanakan sahur untuk ibadah puasa Ramadhan. Namun lambat laun, ronthek berubah menjadi kreasi tarian dinamis yang indah. Tahun 2011, festival Ronthek Gugah Nagari sampai tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI) karena diikuti oleh 2.818 orang.
Ronthek sebetulnya merupakan sejenis musik penggugah saat sahur di bulan puasa. Ronthek berasal dari kata “ronda thetek” yang merupakan alat musik sejenis kentongan untuk ronda atau siskamling. Kentongan ini terbuat dari bambu yang dilubangi memanjang di bagian tengahnya.
Cara memainkannya dipukul-pukul dengan bambu juga sehingga terdengar alunan musik yang unik dan indah. Dahulu Seni Ronthek Gugah Sahur hanya dikombinasikan dengan instrumen musik tradisional seperti gong, kenong, suling, dan saron.
Namun, saat ini dikombinasikan juga dengan instrumen musik modern seperti saxophone dan bass drum. Tradisi ini mengutamakan kekompakan dan keserasian pemain alat musik, penari, dan pesinden.
Konsep dari kegiatan ini adalah perlombaan Ronthek. Lomba diikuti oleh perwakilan desa/kelurahan se-Kecamatan Kota Pacitan dan perwakilan Kecamatan se-Kabupaten Pacitan. Karena banyaknya kontestan yang berpartisipasi dalam kegiatan ini, maka tidak jarang kegiatan ini berlangsung selama berhari-hari pada saat malam hari.