YOGYAKARTA, MENARA62.COM — Mahasiswa Jurusan Geologi Angkatan 1983 (Geo83) Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (FT UGM) meluncurkan tiga buku yaitu Green Energy Sebuah Keniscayaan, Kisah Kita Perjuangan Menuntaskan Cita-cita, dan Geo83 di Mata Sahabat dan Kolega. Peluncuran buku sekaligus reuni ke 38 diselenggarakan di Gedung UC UGM Yogyakarta, Sabtu (18/12/2021) malam.
Dijelaskan Ketua Geo83, Anif Punto Utomo dalam peluncuran Buku ‘Green Energy, Sebuah Keniscayaan’ merupakan tulisan berisi pemikiran, solusi dan rekomendasi dari ahli geologi Geo83. Para penulis memiliki latar belakang profesi beragam mulai dari pengelolaan sumber daya kebumian (geotermal, Migas, mineral dan batubara), geologi teknik, hidrogeologi, wartawan, bankir, dan lain-lain. Semua tulisan mengarah kepada maksimalisasi pemanfaatan green energy atau energi hijau.
Lebih lanjut Anif mengatakan seiring dengan semakin tingginya pemakaian energi, kesadaran manusia terhadap pengeloaan lingkungan yang bersih meningkat. Untuk itulah gerakan memanfaatkan sumber energi yang minim polusi dan dapat diperbarui (less pollutant and renewable) harus terus dikembangkan.
Sejak beberapa tahun lalu, kata Anif, isu yang populer dengan nama green energy (energi hijau atau energi baru terbarukan-EBT) terus bergulir. Kegiatan industri tidak lagi bisa menghindar dari isu energi hijau berikut implementasi riil turunannya. “Green energy merupakan tuntutan zaman,” kata Anif Punto Utomo.
Kegalauan tentang penggunaan energi fosil (brown energy) sudah menjadi fenomena global. Muncul kesadaran kolektif dari para pemimpin dunia. Bahkan Presiden Cina Xi Jinping pada Juni 2014 menyerukan ‘Revolusi Energi’, revolusi dari brown energy to green energy. Strateginya adalah dengan cara mengekang konsumsi energi fosil dengan mengurangi drastis pemakaian batubara.
Indonesia, kata Anif, memiliki sumber energi hijau (energi baru terbarukan-EBT) yang melimpah, namun sayang belum termanfaatkan optimal. Sebagaimana negara lain, Indonesia masih mengandalkan energi fosil (batubara dan migas) untuk membangkitkan energi.
Saat ini Indonesia memiliki potensi EBT sejumlah 417,8 GW, sementara yang dimanfaatkan baru 2,5 % atau 10,4GW. Rinciannya panas bumi memiliki potensi 29,3 GW (yang dimanfaatkan 8,9 %), bioenergi potensi 32,6 GW (dimanfaatkan 5,8 %), bayu potensi 60,6 GW (dimanfaatkan 0,3 %), hidro 75 GW (dimanfaatkan 8,2 %), surya potensi 207 GW (dimanfaatkan 0,07 %), dan arus laut potensi 17,9 GW (belum dimanfaatkan sama sekali).
Sedang Adi Maryono, Direktur J Resource Asia Pacific mengatakan hasil pembakaran bahan bakar fosil memiliki kontribusi yang luar biasa sebagai penyumbang karbon dioksida (CO2). Sehingga mau tidak mau, fokus negara-negara di dunia mengurangi global warming. Hal ini sudah disepakati pada Konferensi Tingkat Tinggi perubahan iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia.
“Hasil COP 26 membuat buku peraturan dari Paris Agreement sehingga sekarang lebih kongkrit. Kongritnya sudah membatasi Co2, bertranformasi dari brown energy ke green energy,” kata Adi Maryono.
Karena itu, tambah Adi Maryono, kendaraan berbahan bakar fosil harus digantikan dengan kendaraan yang digerakkan listrik. Kalau transformasi itu terjadi, maka kebutuhan bahan tambang berupa nikel, cobal, lithium, rare earth element akan meningkat pesat.
“Ini akan melibatkan Indonesia. Karena Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Menurut USGS (United States Geological Survey) 21 juta ton nikel metal. Global, cadangannya 95 juta ton nikel metal. Kalau menurut perhitungan saya, Indonesia memiliki 23,8 juta ton nikel metal,” tandasnya.
Karena memiliki cadangan nikel terbesar, maka Indonesia otomatis menjadi titik sentral tranformasi dari brown energy ke green energy. Dalam transformasi akan banyak penggantian kendaraan bermotor berbahan bakar fosil ke kendaraan listrik atau electric vihicle.
Sementara Tavip Dwikorianto mengatakan pemanfaatan panas bumi (geotermal) memiliki banyak kelebihan. Di antaranya, bersifat ramah lingkungan, mengurangi emisi karbon yang menjadi penyebab utama hujan asam atau peningkatan efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. “Potensi panas bumi Indonesia sekitar 28 GWe dengan jumlah sebaran di 265 titik. Kekayaan ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki panas bumi yang melimpah,” kata Tavip.