JAKARTA, MENARA62.COM– Indonesia menghadapi ancaman perang generasi keempat (perang G-4). Berbeda dengan bentuk perang konvensional, maka pada perang generasi keempat, musuh baik dari dalam negeri maupun luar negeri menggunakan senjata non militer untuk melumpuhkan ketahanan bangsa.
“Tetapi perlu diingat, perang dengan senjata non militer sangat berbahaya. Karena yang diserang adalah sendi-sendi dasar negara, sistem nilai dan tatanan institusional kebudayaan,” jelas Ketua Umum PP Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI/Polri (FKPPI) Pontjo Sutowo di sela Forum Group Discussion (FGD) seri ke-2 yang digelar Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) -Mabes TNI AD-FKPPI-YSNB bertema Membangun Ketahanan Budaya dalam Menghadapi Perang Generasi IV, Kamis (24/8).
Menurut Pontjo, jika sistem nilai dan tatanan institusional kebudayaan bangsa Indonesia dapat dilumpuhkan, maka hanya soal waktu saja bangsa dan negara Indonesia akan bisa dikuasai baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena dalam sistem nilai dan tatanan institusional kebangsaan itu terletak kekuatan dan kelemahan bangsa Indonesia.
Pontjo mengingatkan bahwa asing saat ini menyerang bangsa kita melalui sarana non militer dan berbagai proksi (agen atau bonekanya). Serangan dengan cara seperti ini amat sulit untuk dideteksi.
“Tetapi beruntung bulan-bulan terakhir ini gagasan perang generasi keempat makin banyak dibicarakan masyarakat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat betapa berbahayanya perang generasi keempat ini,” tukas Pontjo.
Budaya diakui menjadi salah satu upaya membentengi bangsa ini dari ancaman perang generasi keempat. Sayangnya pembangunan budaya masih terabaikan di negeri ini, karena pembangunan budaya masih diidentikkan dengan artefak dan seni.
“Di Indonesia, pembangunan masih fokus pada fisik. Kebudayaan paling lambat mengalami kemajuan pembangunan, karena dianggap tidak penting,” kata Pontjo.
Senada juga dikatakan Letjen (Pur) TNI Slamet Supriadi Sip. Msc, MM, pengurus PPAD sekaligus ketua panitia FGD. Menurutnya pembangunan nasional selama ini masih fokus pada pembangunan fisik dan material.
“Kita sudah abai terhadap hal-hal yang prinsip, yang berhubungan dengan nilai dan karakter,” jelasnya.
Akibatnya pembangunan belum menghasilkan Indonesia yang berkemajuan. Dalam bidang pendidikan saja misalnya, muncul sistem pendidikan yang carut-marut. Ganti pemerintah, ganti menteri maka akan terjadi pergantian kurikulum, pergantian buku dan lainnya.
Alhasil, generasi muda berperilaku hedonisme. Bahkan melakukan budaya sendiri dianggap sebagai hal yang kuno.
Pun demokrasi yang berlangsung di Indonesia saat ini, cenderung dibawa ke alam demokrasi yang bebas sebebas-bebasnya. Tidak ada batasan aturan main.
Karena itu PPAD-Mabes TNI AD, FKPPI dan YSNB berupaya mencari format yang tepat untuk mendorong pemerintah melakukan pembangunan kebudayaan. Format tersebut tentu atas dasar masukan dari berbagai pihak, para pakar budaya, akademisi dan negarawan yang akan dihimpun melalui berbagai forum, satu diantaranya serial FGD ini.