31 C
Jakarta

Jangan Anggap Sepele Aksi Mahasiswa, Hindari Sikap Otoriter dan Represif

Baca Juga:

JAKARTA, MENARA62.COM – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, menilai, aksi protes mahasiswa dan pelajar yang merebak dan serentak di berbagai kota, bukan masalah sepele. Maka, mantan ketua PP Muhammadiyah ini menyarankan penyikapan yang penuh kepedulian, bukan lewat sikap otoriter dan represif.

“Aksi tersebut merupakan ekspresi kekecewaan menggumpal terhadap pengabaian akan aspirasi rakyat oleh DPR dan Pemerintah. Sejumlah undang-undang (UU) yang disahkan DPR seperti revisi UU KPK, penundaan pengesahan RUU KUHP, dan lain sebagainya, menunjukkan DPR dan Pemerintah tidak peduli terhadap aspirasi rakyat, dan mengabaikan mekanisme pembahasan RUU yang bersifat terbuka,” kata Din Syamsuddin dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (30/9/2019).

Din menyesalkan sikap otoriter dan represif aparat keamanan dalam menghadapi demo mahasiswa dan pelajar. Padahal, aksi mereka sebagai cerminan rasa memiliki dan keterpanggilan untuk pengawasan sosial (social control) demi perbaikan kondisi bangsa dan negara.

“Akibat sikap otoriter dan represif itu, jiwa mahasiswa terenggut oleh senjata yang dibeli dengan uang rakyat,” ujar Din.

Ia berpesan kepada para pemangku amanat, baik DPR maupun Pemerintah, untuk mengedepankan pendekatan dialogis-persuasif dengan mengakomodasi aspirasi rakyat. Diingatkan bahwa kewajiban pemangku amanat adalah membela dan memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan kepentingan terbatas dari sekelompok orang atau golongan.

“Demi kemanusiaan yang adil dan beradab, dan demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, saya mendesakkan penghentian pendekatan otoriter, represif, dan kekerasan negara atas rakyat warga negara,” ujar Din.

Masalah Papua

Din juga menyinggung kerusuhan di Papua, khususnya di Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya, yang merenggut banyak korban jiwa, luka-luka, dan kerugian materi. Ia menganggap, peristiwa itu seyogianya dapat dicegah, tapi kelambanan dan kealpaan negara dalam mengatasi dan mengantisipasi keadaan telah menyulut ‘perang saudara’ di antara sesama anak bangsa.

Kondisi seperti itu, lanjut Din, mendorong disintegrasi sosial dan potensial meruntuhkan Negara Bhineka Tunggal Ika. Maka, dalam hal ini pemerintah perlu bersungguh-sungguh mengatasinya dengan mengintensifkan dialog persuasif dan menciptakan kesejahteraan serta keadilan sosial.

“Tindak kekerasan apalagi pembunuhan oleh siapapun dan atas nama apapun harus dihentikan. Sesuai amanat Konstitusi, negara harus hadir melindungi rakyat dan segenap tumpah darah Indonesia,” kata DIn.

Ia juga mengimbau para tokoh agama-agama, khususnya di Papua, agar dapat bersama-sama menghentikan tindakan kekerasan, apalagi pembunuhan terhadap sesama, dan mencegahnya berkembang dengan sentimen keagamaan.

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!