28.2 C
Jakarta

Ketika Semangat Menulis Mampet, Nasehat Ibu Sebagai Pelecut

Baca Juga:

Oleh Ashari, SIP*

Semangat menulis memang seperti kualitas iman. Kadang naik, kadang turun. Ketika naik, bisa target sehari satu materi tulisan bebas. Bisa Opini, Wacana, Khotbah Jumat atau Cerpen sekalipun. Namun ketika tiba-tiba semangat menulis itu drop bisa saja berhari atau berminggu enggan menulis. Jika suasana demikian menghampiri, aku mencoba mencari penyebabnya. Kenapa? Sebab kalau berlama-lama tentu akan merugikan diri sendiri.

Tanpa rencana sore itu, lepas Ashar aku bersama keluarga. Istri anak ke rumah Ibu. Masih satu kabupaten. Rata-rata seminggu sekali aku menengoknya, kadang juga lebih dari sekali. Biasanya di rumah ibu setelah mengetahui kabar kesehatan dan bantu-bantu ( masak, ke sawah, ke pasar mengantar) aku secara tidak langsung mendapatkan petuah kehidupan. Kala itu, kebetulan nasehatnya “nonjok” banget dengan kondisi aku saat ini. Yakni sedang malas menulis.

Ibu memberikan nasehat, meski bahasanya tidak runtut, namun yang bisa aku tangkap adalah bekerja itu harus tekun. Tidak semata-mata mengejar uang (materi). Karena uang itu akan mengikuti orang-orang yang tekun dalam bekerja. Tidak boleh malas. Karena malas itu menjadi teman setan. “Coba kamu lihat, orang-orang yang sekarang sukses, pasti dulunya, masa mudanya mereka pekerja keras,” kata ibu, sambil makan singkong dan pisang.

Seperti disengat lebah. Dalam hati saya berdoa agar terhindar dari malas ini. Karena memang tidak bisa diperbuat lebih bagi orang-orang yang malas. Karena bukan karena kita tidak punya potensi atau modal, namun karena malas, maka potensi yang dikaruniakan oleh Allah itu akan sia-sia. Karena tidak kita kembangkan.

Sepulang dari rumah ibu. Aku jadi rajin membaca. Apa saja. Karena bagaimana aku bisa menulis dengan baik kalau tidak punya bekal yang cukup. Bekal itu dibeli atau diperoleh dengan cara membaca. Kemudian secara bergantian hasrat menulis muncul. Satu demi satu tulisanku muncul di media. Baik cetak maupun on line. Aku makin kesetanan. Seolah tiada hari tanpa menulis. Dari menulis di koran, coba menulis buku. Hingga kini sudah cetak 4 judul buku. Meski masih terbit untuk kalangan sendiri atau terbatas. Minimal bisa share pengalaman menulis itu tidak selamanya sulit.

Beberapa kali diundang sebagai nara sumber dengan tema memantik semangat menulis. Saya katakan menulis tidak seutuhnya karena bakat. Bahkan 90 persen adalah kemauan. Tekad. Artinya meski tidak punya bakat, kalau mempunyai minat dan kemauan untuk belajar, maka akan dengan cepat “enjoy” di dunia tulis-menulis ini.

Ketika tulisanku tidak dimuat di media. Kini aku sudah tidak lagi terlalu sedih. Kalau dulu, bisa berminggu-minggu merenung dan berfikir, mengapa tidak dimuat dan pikiran semacamnya. Sekarang, misal tidak dimuat, langsung kepikiran untuk menulis dengan tema yang lain. Kirimkan ke media. Bisa media yang sama atau media lain, menyesuaikan materi tulisan.

Untuk menambah wawasan teknik menulis, aku juga tidak jarang membaca tulisan, para penulis yang sudah “jadi”.  Biasanya aku sering baca tulisan Dahlan Iskan. Mantan Menteri BUMN di era SBY ini memang mantan wartawan senior. Tetapi yang menarik darinya meski sudah menjadi menteri, namun beliau masih sempatkan menulis. Padahal yang kita tahu, sekelas menteri sibuknya luar biasa. Dari sini aku mengambil pelajaran ‘asal ada kemauan pasti ada jalan untuk bisa menulis’.

Bahkan karena menulis juga, aku sempat “Chart” – WA-nan dengan Dahlan Iskan, ketika beliau masih aktif menjadi menteri waktu itu. WA itu masih aku simpan sampai sekarang. Minimal isi tulisan beliau. Sekelas beliau juga masih sempat membalas WA kepada masyarakat yang belum dikenalnya.
Epilog:

Intinya tekun, rajin dan pantang menyerah. Menjadi kunci untuk terus belajar menulis. Karena pada galibnya, teknik menulis bisa dipelajari sambil kita menulis itu sendiri. Seperti layaknya belajar berenang, ya harus dengan nyebur di kolam renang. Tidak cukup dengan teori-teori yang tinggi.

Kini kala imun atau stabilitas menulis aku turun, aku akan ingat nasihat sederhana dari ibu. Tekun dan tidak selalu bekerja itu dilandasi mencari uang.  Sekian.

* Mengajar PPKn di SMP Muhammadiyah Turi dan  Sleman Jogjakarta.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!