SOLO,MENARA62.COM – Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) terus menunjukkan komitmen kuatnya dalam membangun kultur riset sebagai bagian dari langkah strategis menuju World Class University (WCU). Salah satu instrumen utama yang kini diperkuat adalah keberadaan pusat studi sebagai rumah akademik dan riset dosen serta mahasiswa.
“Kalau ingin menjadi World Class University, maka universitas harus menjadi universitas riset. Dan pusat studi adalah salah satu kunci utama menuju ke sana,” tegas Ketua Lembaga Riset dan Inovasi (LRI) UMS, Ir. Sri Sunarjono, M.T., Ph.D., saat ditemui pada Sabtu, (19/4/2025).
Ia menambahkan, pusat studi tidak hanya menjadi tempat untuk melakukan penelitian, tetapi juga sebagai ruang integrasi antara riset, publikasi, pengabdian kepada masyarakat, dan pengembangan keilmuan yang aplikatif. Melalui pusat studi, riset dosen menjadi lebih fokus, terarah, dan berdampak.
Sri Sunarjono mengungkapkan bahwa mulai Januari 2025, UMS akan memiliki 36 pusat studi yang aktif dengan struktur pengelolaan yang telah tersertifikasi melalui SK Rektor. Langkah ini menjadi bentuk standarisasi dan pembaruan dari sistem sebelumnya yang belum terkoordinasi secara serentak.
“Dulu jumlah pusat studi bisa berubah-ubah, ada yang aktif, ada yang mati suri. Tapi mulai 2025, semuanya kita SK-kan secara seragam. Artinya, pengelolanya jelas, programnya jelas, dan roadmap-nya jelas,” paparnya.
Setiap pusat studi kini juga harus memilih satu dari tujuh tema riset strategis yang telah ditentukan oleh universitas. Hal ini bertujuan agar semua aktivitas penelitian di lingkungan UMS memiliki arah yang konsisten dan mendukung visi besar universitas.
Dengan roadmap yang tertata, pusat studi kini mampu menjadi simpul kolaborasi antara dosen, mahasiswa, institusi pemerintah, maupun industri. Riset tidak lagi bersifat individual dan sporadis, melainkan menjadi bagian dari program berkelanjutan.
“Kalau sekarang ada mahasiswa yang ingin tugas akhir, dosen bisa langsung arahkan ke program riset yang sudah ada di pusat studi. Ini mempermudah pemetaan dan mempercepat proses kolaborasi,” lanjutnya.
Tidak hanya berhenti pada aktivitas akademik, pusat studi diharapkan mampu hadir langsung di tengah masyarakat dan menjadi mitra strategis pemerintah daerah. Sri Sunarjono menyampaikan, pusat studi ideal adalah yang mampu mengubah hasil kajian menjadi program pelatihan, advokasi kebijakan, dan solusi nyata bagi masyarakat.
“Kita ingin pusat studi tidak hanya menunggu project, tetapi juga menciptakan project. Bahkan memberi masukan kepada pemerintah daerah berdasarkan hasil kajian akademik,” tegasnya.
Sebagai kampus swasta dengan capaian riset terbaik di antara perguruan tinggi swasta lainnya, UMS kini menatap masa depan dengan strategi yang lebih terarah. Meski mengakui bahwa perjalanan menuju World Class University masih panjang dan penuh tantangan, Sri Sunarjono optimistis bahwa penguatan pusat studi adalah langkah konkret menuju cita-cita tersebut.
“Kalau dulu dosen riset tanpa rumah, kini mereka punya rumah. Ada pusat studi. Ada programnya. Dan itu membuat arah riset jadi jelas. Inilah yang akan memperkuat identitas UMS sebagai universitas riset, yang pada akhirnya mendorong UMS menuju World Class University,” pungkasnya. (*)