SOLO,MENARA62.COM – Momen lebaran masih menjadi daya tarik kuat dalam pola konsumsi masyarakat meskipun kondisi ekonomi Indonesia sedang melemah akibat meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Ihwan Susila, S.E., M.Si., Ph.D.
Menurut Ihwan, tradisi memberi bingkisan kepada tetangga dan kerabat menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya konsumsi masyarakat jelang lebaran. Konsumsi tersebut umumnya mencakup kebutuhan sandang dan pangan yang meningkat tajam, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah yang tetap berusaha memenuhi kebutuhan lebaran meski memiliki keterbatasan penghasilan.
Selain peningkatan konsumsi, sektor pariwisata juga diprediksi melonjak selama musim libur lebaran. Ihwan menjelaskan, libur panjang menjadi momentum masyarakat untuk berkumpul bersama keluarga sambil bersilaturahmi, yang seringkali disertai dengan kegiatan rekreasi.
“Banyak tempat wisata sudah mempersiapkan agenda libur lebaran, dan masyarakat akan memilih destinasi sesuai kemampuan finansial mereka,” jelasnya, Senin (7/4/2025).
Kondisi ini akan turut mendorong pertumbuhan sektor pariwisata, termasuk okupansi hotel dan jasa transportasi. Tidak hanya itu, kehadiran layanan transportasi daring turut memudahkan mobilitas masyarakat, khususnya bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Ragam destinasi wisata yang tersedia seperti wisata alam, kuliner, dan pengalaman (experience) menjadi peluang bagi agen wisata untuk menawarkan paket-paket menarik.
Lebaran yang juga disebut sebagai festival tahunan umat Islam memiliki kebutuhan khas. Selain makanan dan bingkisan, permintaan terhadap pakaian baru juga meningkat tajam. Situasi ini turut menciptakan lonjakan belanja masyarakat, meski dalam konteks ekonomi yang cenderung lesu.
Di sisi lain, Dosen FEB UMS itu mencatat bahwa secara makro ekonomi nasional masih berada dalam tekanan. Ia menyebut saat ini terjadi kecenderungan deflasi, karena masyarakat menunda belanja dengan harapan harga turun. Hal ini menyebabkan stagnasi (kemacetan) transaksi antara produsen dan konsumen yang sama-sama menunggu momentum yang tepat.
Sebagai strategi menghadapi lonjakan permintaan selama lebaran, pelaku industri wisata disarankan untuk terus berinovasi dan mampu mengidentifikasi segmentasi sosial masyarakat. Ihwan menekankan pentingnya pelayanan yang menyeluruh, seperti menambah fasilitas kuliner dan cinderamata di lokasi wisata guna meningkatkan kepuasan pengunjung.
Terakhir, Ihwan yang juga sebagai Wakil Rektor III UMS mengimbau pemerintah untuk berperan aktif dalam menjaga ekosistem wisata yang adil dan berkelanjutan. Ia menyarankan agar tarif tiket masuk tidak dinaikkan secara berlebihan selama lebaran.
“Tugas pemerintah adalah memastikan tempat wisata tetap memberikan layanan terbaik tanpa membebani pengunjung dengan kenaikan harga yang tidak wajar,” pungkasnya. (*)