JAKARTA, MENARA62.COM — Prof Din Syamsuddin mengatakan, Muhammadiyah Berperan Besar Dalam Ketatanegaraan Indonesia. Muhammadiyah, menggagas pembahasan Pancasila, yang kemudian menjadi salah satu keputusan Muktamar di Makassar dan menjadi buku Pancasila sebagai dar al’ahdi dar as syahadah.
Din menyampaikan ini dalam Diskusi Media Mahutama: Refleksi Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Tahun 2019, Kamis (19/12/2019). Diskusi Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) ini, digelar di Aula Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
“Termasuk kajian mengenai revitalisasi visi dan karakter bangsa,” ujar Din, yang juga Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat.
Din mendorong Mahutama menguatkan basis keilmuan dan menemukan sistem ketatanegaraan terbaik untuk Indonesia yang berkemajuan.
Anggota DPR RI Prof Zainudin Maliki menyambut baik kehadiran Mahutama dengan mengajak bekerjasama dalam kerja DPR khususnya di Badan Legislasi. Selanjutnya Rektor UMJ Prof Dr Syaiful Bakhri dalam sambutannya, juga mendukung penuh kegiatan Mahutama untuk penguatan sistem ketatanegaraan Indonesia.
Perjuangan
Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari, Ketua Umum Mahutama menjelaskan, kehadiran Mahutama yang didalamnya ada guru besar, doktor dan ahli hukum tata negara, melanjutkan perjuangan tokoh hukum tata negara Muhammadiyah terdahulu. Seperti Kasman Singodimejo, Ki Bagus Hadikusomo, Abdul Kahar Muzakir, Ismail Sunny, Sri Soemantri dan banyak lagi.
Selama setahun ini, Mahutama memberikan khazanah dalam memajukan hukum tata negara Indonesia, kajian rutin bekerjasama sama dengan MPR mengenai reformulasi GBHN. Selain itu, Mahutama juga pembahasan Omnibus Law dan belum lama beraudiensi dengan Menkopolhukam terkait pemahaman Pancasila, moderasi dan penguatan masyarakat dan terus-menerus melakukan gerakan keilmuan bersama sesama anak bangsa untuk menghindari oligarki politik.
Prof Dr Zaenal Arifin Hoessein, mantan panitera MK RI, dalam refleksinya menyoroti tentang penataan lembaga negara salah satunya mengenai penguatan MPR RI, salah satunya untuk menafsirkan UUD NRI Tahun 1945.
Sedangkan Dr Wendra Yunaldi Direktur Lembaga Kajian Hukum dan Korupsi FH Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, menekankan pada pemurnian pemahaman tentang Pancasila, seharusnya tidak ada kelompok yang mengklaim paling Pancasilais. Pemahaman tentang bernegara harus melihat the founding father yang penuh kerelaan memperjuangkan yang terbaik untuk Indonesia yang sekarang, dunia politik mulai mengarah kepada kekuatan cukong yang membahayakan bagi demokrasi, dan mengakibatkan munculnya korupsi.
Dr Ibnu Sina Chandranegara, Wakil Dekan Fakultas Hukum UMJ mengamati kekuasaan kehakiman yang seharusnya mengedepankan akuntabilitas sehingga tidak terjadi permasalahan yang berulang. Perwakilan dari Sulawesi Tenggara Dr Indah Dewi Kusuma Dekan FH Universitas Muhammadiyah Buton fokus kepada permasalahan otonomi daerah yang masih belum berpihak kepada masyarakat dalam pengaturannya dalam UU.
Kewenangan daerah terutama di Kabupaten tidak bisa dilaksanakan karena ada kekuatan kewenangan yang ada di Provinsi dalam pengelolaan sumber daya alam.
Auliya Khasanofa Sekretaris Jenderal Mahutama, sekaligus Wakil Dekan FH Universitas Muhamamdiyah Tangerang yang memandu diskusi menyampaikan, selama tahun 2019 terjadi pergulatan ketatanegaraan yang penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satunya pelaksanaan sistem pemilu serentak lima kotak yang perlu dievaluasi bersama, karena mengeluarkan dana yang besar dan terdapat korban jiwa dalam penyelenggaraannya. Amandemen terbatas yang menguat di MPR RI memerlukan kajian yang komperehensif, Mahutama siap melakukan kajian dan menguatkan penyampaian dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai penguatan GBHN dan menghadirkan kembali Utusan Golongan.