Oleh : Ace Somantri
BANDUNG, MENARA62.COM – Perbedaan faham dalam beragama selama tidak bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah adalah rahmat dari Allah SWT, termasuk perbedaan faham awal bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal. Hal tersebut sudah lumrah dan hal biasa sejak puluhan tahun yang lalu. Tahun ini, tepat pada 1444 H bagi Muhammadiyah jauh-jauh hari sudah memberikan maklumat kepada seluruh warga persyarikatan Muhammadiyah seluruh Indonesia bahwa khusus tanggal 1 Syawal tahun ini jatuh bertepatan tanggal 21 April 2023. Sementara kalender tahun masehi pada umumnya yang tercatat hari Ied Fitri tanggal 22 April 2023, maka kemungkinan besar dengan Muhammadiyah berbeda dikarenakan tinggi hilal dalam hasil hisab wujudul hilal di bawah 3 derajat. Dan pemerintah mengikuti kriteria terbaru MABIMS tinggi hilal minimum harus 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Kemungkinan perbedaan tersebut cenderung mendekati kepastian dikarenakan beberapa kasus tahun-tahun yang lalu tidak jauh seperti saat ini terjadi.
Fenomena perbedaan awal Ramadhan dan Syawal sebenarnya tidak mesti dipertentangkan dan diperselisihkan, apalagi dianggap sesat dan menyesatkan hal tersebut bentuk rezimitas agama yang keterlaluan. Sangat disayangkan, pada tahun ini ada beberapa pemerintah daerah, yaitu Pemerintah Kota Pekalongan dan Kota Sukabumi tidak mengijinkan penggunaan fasilitas publik yang dibawah koordinasi pemerintah untuk digunakan shalat Ied Fitri oleh warga muslim Muhammadiyah, patut dicurigai ada hal yang tidak beres dalam kepemimpinan kepala daerah tersebut. Dapat jadi karena tekanan oknum kelompok tertentu atau memang kepala daerah tidak memahami konstitusi negara dan bangsa ini, keterlaluan jikalau tidak faham!
Sebaiknya seorang kepala daerah yang telah menjadi mandataris rakyat, tidak ada alasan untuk membeda-bedakan perlakuan pada umat muslim yang berbeda hasil Ijtihad dalam beragama Islam. Atau jangan-jangan cari sensasi agar menjadi viral hingga terkenal, namun jikalau benar adanya sangat memalukan dan tidak beradab. Masa iya, mau shalat berjamaah ied fitri dilarang menggunakan fasilitas publik, emangnya milik pribadi kepala daerah. Tindakan tidak beradab tersebut melukai perasaan umat muslim yang akan melakukan ibadah shalat ied fitri. Padahal kepala daerah yang melarang beragama muslim, di mana hati nuraninya? Sudah tergadaikan kepada mahluk lain yang telah menguasai kebijakannya. Semoga segera sadar dan meminta maaf kepada umat muslim yang terlanjur sudah terlukai dan hatinya teraniaya.
Dengan kejadian tersebut, sebaiknya pimpinan pusat, wilayah dan daerah segera melakukan komunikasi intensif dengan pemerintah pada level masing-masing baik pusat maupun daerah. Fasilitas publik milik pemerintah daerah sering digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial lainnya, seperti konser-konser musik dan bazar pasar murah. Aneh, ketika untuk ibadah umat muslim kenapa dilarang? Itu sangat keterlaluan. Semoga tindakan-tindakan tersebut tidak diikuti oleh kepala daerah lainnya. Ibadah sesuai keyakinan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945. Peristiwa yang memalukan tersebut menjadi perhatian bagi warga persyarikatan untuk memberitahukan lebih awal, sehingga ketika mengalami kendala tidak panik karena hari ied fitri tinggal hitungan hari. Dan jikalau ada penolakan memungkinkan dapat melakukan pendekatan komunikasi lebih intensif, kecuali tetap menolak tidak mengijinkan dapat melakukan hak tanya secara hukum.
Saat yang tepat, bagi persyarikatan Muhammadiyah ketika memilih pemimpin benar-benar yang memiliki kapasitas kepemimpinan publik yang baik dan benar, bukan karena dekat dan satu golongan atau satu faham. Pemimpin daerah yang telah menekan secara psikologis keberpihakan tidak adil akan berdampak pada kualitas harmonisasi kerukunan umat beragama, percikan tersebut jika tidak dilakukan klarifikasi dan komunikasi sehat akan berakibat fatal. Bagi siapapun hari ini yang diamanahi pemimpin daerah, harus memiliki sikap tawazun dalam melayani warganya sesuai proporsinya. Tidak melakukan over acting, seolah paling berkuasa di daerah sehingga membuat kebijakan dan keputusan tidak tepat. Kiranya yang sudah terjadi menjadi ibroh kepada semua pihak, tidak mungkin warga Muhammadiyah bersuara lantang manakala diperlakukan adil. Sebaliknya, warga Muhammadiyah akan bersikap baik ketika mendapatkan perlakuan adil dan beradab.
Kasus yang beredar di media masa online terkait pelaksanaan Ied Fitri yang jatuh tanggal 21 April 2023 ada beberapa yang melarang menggunakan tempat publik milik entitas yang terhubung dengan pemerintah memang ada beberapa mengalami kendala, baik itu pelarangan atau tidak diijinkan dan juga kesulitan mendapatkan ijin, perkiraan disebabkan pada umumnya hanya ada kekhawatiran munculnya sikap masyarakat lain merasa terganggu. Inilah pentingnya persyarikatan bersama mitra masyarakat lain senantiasa mempopulerkan ilmu-ilmu pengetahuan yang terkait dan pemerintah di berbagai level struktur wajib memfasilitasinya demi menjaga harmonisasi kerukunan umat beragama dan antar umat beragama. Sependek yang diketahui, dalam tataran sosial sudah terbentuk forum ormas Islam dan forum komunikasi umat beragama, dan entitas tersebut menjadi media komunikasi untuk menjaga harmonisasi warga masyarakat berbagai lintas suku, ras, etnis, dan agama.
Fenomena sikap umat muslim dalam memandang perbedaan faham beragama sangat banyak variannya, baik yang bersikap toleran dan yang intoleran pada dasarnya lebih kepada super ego sebagai manusia biasa. Padahal, jikalau difahami dengan rasionalitas dan objektifitas faham beragama yang benar akan meningkatkan kualitas sikap dan perbuatan lebih arif dan bijaksana. Keteladanan rosulullah telah memberi qudwah yang hasanah dalam menyikapi perbedaan berbagai hal dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara. Di dunia ini tidak ada yang superior melainkan kecuali hanya Allah SWT Dzat yang Maha Agung sebagai pencipta alam semesta. Keangkuhan dan kepongahan manusia hanya akan menjadikan dirinya semakin kecil dan kerdil, kerakusan dan keserakahan manusia akan melahirkan dan mendatangkan kesengsaraan dan manakala manusia sombong dan takabur, maka syaiton dan iblis akan menjadi teman dalam hidupnya, naudzubillahi min dzalik. Semoga kita semua dijauhkan dengan sikap dan prilaku tersebut diatas, hanya kepada Allah SWT kita memohon perlindungan, karena Dzat Dia-lah penolong yang Maha Adil.
Ied Fitri tahun ini, ketika ada kasus-kasus diatas kita jadikan sebagai ibroh atau pelajaran bagi Muhammadiyah untuk terus memperbaiki diri dalam mengelola komunikasi dengan berbagai pihak, baik itu dengan pemerintah maupun dengan stakeholders lainnya. Kepala daerah bersikap demikian juga semata-mata kelemahan sebagai sosok seorang manusia, yang dimanapun dan kapanpun dapat terjadi salah dan khilap. Pun sama saat ketika diri kita pasti mengalami salah dan khilap dalam menjalani proses hidup, hal itu ditegaskan oleh rosulullah bahwa manusia itu tempatnya salah dan khilaf. Wajar saja dalam kondisi saat ibadah kepada Allah SWT godaan syaiton senantiasa menghampiri, bahkan semakin manusia taat godaan syaiton semakin intensif, kita semua memohon berlindung kepada Allah Ta’ala dari godaan syaiton yang terkutuk. Wallahu’alam.
Bandung, April 2023