29.4 C
Jakarta

Penguasaan Teknologi Rendah, Indonesia Sulit Capai Kemandirian Ekonomi

Baca Juga:

JAKARTA, MENAR62.COM – Penguasaan teknologi Indonesia masih sangat rendah, terbukti dari indeks yang dipublikasikan lembaga-lembaga internasional. Misalnya International Telecomunication Union (ITU) pada 2017 menyebutkan indeks teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Indonesia berada di posisi 111 dari 176 negara dengan indeks terbesar 4,34. Demikian juga indeks yang dipublikasikan World Economics Forum yang menempatkan Indonesia pada rangking 80 dari 137 negara.

Rendahnya penguasaan teknologi tersebut kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo menyebabkan Indonesia sulit menumbuhkan kemandirian dan kemakmuran ekonomi secara berkelanjutan. Mengingat teknologi dewasa ini tidak lagi sekedar inovasi, pengetahuan, atau penerapan sains. Akan tetapi sudah menjadi faktor determinan bagi kemajuan peradaban sebuah bangsa.

“Persaingan global dewasa ini semakin ketat ditandai dengan kemajuan iptek yang demikian cepat terutama pada aspek Artificial Intelligence, Big Data dan Connectivity atau biasa disebut ABC,” kata Pontjo pada Forum Group Discussion (FGD) bertema Pembangunan Ranah Material Teknologikal (Tata Sejahtera), Jumat (13/12/2019).

Selain penguasaan masih rendah, ketergantungan Indonesia terhadap teknologi luar juga masih sangat tinggi. Bangsa Indonesia masih cenderung sebagai pengguna atau konsumen teknologi ketimbang sebagai penemu, pengembang atau produsen teknologi.

Belajar dari kasus banyak negara, penggunaan teknologi telah mampu membangun ketahanan bangsa. Karena teknologi menjadi salah satu kekuatan penggetar bagi bangsa yang mampu menguasainya. Bahkan teknologi telah menjadi harga sebuah kedaulatan bangsa.

Ilmu pengetahuan dan teknologi juga merupakan tulang punggung pembangunan ekonomi, sehingga muncul paradigma baru yang disebut Tekno-Ekonomi. Dimana teknologi menjadi faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam peningkatan kualitas hidup suatu bangsa.

Menurut Pontjo, untuk merespon perubahan paradigma pembangunan ekonomi, mendesak bagi Indonesia meningkatkan penguasaan dan pengembangan inovasi teknologinya. Dan hal mendasar yang harus dilakukan adalah mengubah visi Iptek Indonesia.

“Sebagian besar masyarakat masih beranggapan bahwa teknologi itu identic dengan manufaktur. Padahal cakupan teknologi itu amat luas,” tambah Pontjo.

Visi iptek sangat diperlukan untuk mendorong dan mengikat semua pihak dalam satu kesatuan langkah pembangunan bidang iptek, membuat kebijakan dan memperjelas posisi penetrasi iptek ke dalam pembangunan, serta melakukan terobosan berbasis iptek. Beberapa negara seperti China, Korea, India bahkan Malaysia yang saat ini mempunyai basis iptek yang kuat, dimulai dengan meletakkan visi ipek yang benar sehingga kenijakan ipteknya menunjang.

Guna mengejar ketertinggalan teknologi, Indonesia bisa belajar dari negara lain yang mampu menggerakkan system inovasi teknologinya meliputi kebijakan yang holistic, pengembangan prioritas unggulan serta sinergi dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, akademisi dan industry (triple helix).

Selain sinergi triple helix, lanjut Pontjo, pengembangan inovasi teknologi berbasis pemberdayaan masyarakat juga perlu terus ditingkatkan. Dengan demikian ruang-ruang pengembangan inovasi teknologi menjadi semakin luas dan merata sehingga pembangunan ekonomi berkelanjutan juga akan terwujud.

FGD tersebut menghadirkan pembicara antara lain Prof. Dr Akmal Taher (Dirut RSCM tahun 2012), Prof Dr Muhammad Firdaus (guru besar ilmu ekonomi IPB), Dr Alan Frendy Koropitan (Ketua Akademi Ilmuwan Muda Indonesia), dan Ir Pri Utami (ahli geothermal UGM).

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!