CILACAP, MENARA62.COM– Suatu siang bulan Agustus 2020 di sebuah taman wisata air, di Desa Kunci, Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap. Tangan Winarni Santosa dengan cekatan mengambil dan memberikan beberapa helai baju wanita kepada beberapa orang ibu yang mengerubunginya. Tanpa dikomando, mereka segera membolak-balikkan baju yang mereka pegang, melihat dengan teliti setiap bagiannya dan mematut-matutkan baju-baju itu untuk ukuran tubuh masing-masing.
Yang merasa tertarik dan cocok dengan pilihannya, kemudian bertanya harga baju yang dipegangnya, sementara yang belum cocok, melanjutkan dengan aktifitas memilih baju lainnya. Sesekali terdengar tawar menawar harga, setelah cocok, baju pun berpindah tangan ke pemilik baru.
Itulah secuil cerita aktifitas Winarni Santosa yang sehari-hari akrab dipanggil Wiwin saat berjualan baju. Namun Wiwin bukanlah pedagang baju, dia adalah salah satu relawan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) ‘Aisyiyah Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah tepatnya di Cabang ‘Aisyiyah Sidareja. Baju-baju yang dia jual juga bukan barang dagangan, melainkan baju-baju donasi dari berbagai pihak baik perorangan maupun lembaga.
Uang yang terkumpul dari penjualan baju-baju donasi itu, oleh Wiwin dan kawan-kawannya disetor ke Lazismu Cilacap. Penjualan baju-baju donasi tersebut dipayungi dalam satu wadah program kegiatan yang diberi nama “Sedekah Baju ‘Aisyiyah”.
Awal Mula Ide
Wiwin bercerita, awal mula berjalannya Sedekah Baju Aisyiyah dari peristiwa gempa Palu tahun 2018 silam. Kala itu dia dan rekan-rekannya sesama relawan Muhammadiyah di Cabang Sidareja membuka donasi bantuan untuk membantu penyintas gempa Palu.
Dari bermacam jenis bantuan yang diterima, salah satunya adalah pakaian pantas pakai yang kebanyakan adalah baju-baju bekas. Disaat bersamaan dia juga mengetahui dari berbagai daerah lain, biasanya donasi baju-baju pantas pakai hanya menumpuk di gudang-gudang.
Sementara itu, Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) PP Muhammadiyah yang mengkoordinir kegiatan tanggap darurat gempa Palu dari relawan Muhammadiyah kemudian ternyata juga mengeluarkan imbuan agar daerah-daerah tidak mengirimkan donasi berupa baju bekas karena sudah berlebihan jumlahnya dan banyak tidak layak pakai sehingga akhirnya menumpuk jadi sampah di Palu.
Melihat semua kondisi tersebut, terbersit ide di pikiran Wiwin untuk menjual saja baju-baju yang masih lumayan bagus dan uangnya baru diberikan untuk donasi. “Waktu itu saya berpikir terima saja donasi baju-baju bekas tersebut, seandainya bisa dijual hasilnya lumayan buat nambah-nambahi donasi yang berupa uang. Cuma kepikiran lagi apa ya laku? Namun saya waktu itu optimis dan bahkan bertekad jika tidak ada yang mau bantu jualan, akan saya jual sendiri,” katanya.
Dua orang rekannya di ‘Aisyiyah Sidareja akhirnya mau membantu menjual baju-baju itu, namun sebelumnya mereka menyortir terlebih dahulu baju-baju yang masih bagus untuk dijual. Tanpa mereka nyana ternyata baju-baju itu laku dijual, bahkan total dana yang bisa dikumpulkan untuk donasi gempa Palu saat itu mencapai lima juta rupiah.
Wiwin tentu senang bukan kepalang dengan perolehan itu, uang lima juta diserahkan ke Lazismu Cilacap untuk disalurkan ke Palu. Sejak saat itu mereka makin bersemangat menjual baju-baju bekas, donasi dari dari para penyumbang di waktu-waktu senggang mereka.
Suka Duka
Tak Terasa hingga kini sudah dua tahun Wiwin menjalankan Sedekah Baju ‘Aisyiyah, dari awalnya mencoba, hingga kini sudah menjadi program andalan donasi andalan PCA Sidareja. Untuk periode penjualan dari bulan September hingga November 2020 ini saja, Wiwin mengaku terkumpul dana sebesar Rp. 15.584.000.
Bahkan khusus selama bulan Ramadhan yang lalu, Sedekah Baju ‘Aisyiyah mampu mengumpulkan dana enam juta khusus untuk pengadaan 75 paket sembako.Wiwin mengaku tidak tahu persis berapa total yang sudah terhimpun dari awal, karena untuk pencatatan hasil penjualan dilakukan oleh salah seorang rekannya.
“Semua dana yang terkumpul itu disalurkan ke Lazismu dan digunakan kegiatan-kegiatan kemanusiaan semisal donasi bencana alam, bedah rumah, santunan fakir miskin, pengadaan ranjang dan kasur buat panti asuhan, bakti sosial, perawatan orang sakit, perbaikan mushala, wakaf Al Qur’an dan perlengkapan sholat, membantu acara-acara organisasi serta banyak lagi lainnya,” ujarnya.
Ditanya tentang suka dukanya, Wiwin mengaku itu sangat banyak, namun dirinya senang dengan semua yang sudah dilakukan di Sedekah Baju Aisyiyah. “Kadang kami harus harus kehujanan, hadapi jalanan becek sambil membawa beberapa karung baju, kadang juga bete karena harga baju yang menurut kami sudah murah, tak jarang masih ditawar. Kami juga terkendala di transportasi, karena masih menggunakan motor, meski demikian namun saya tetap bahagia saat melihat wajah-wajah pembeli yang puas dengan koleksi baju-baju kami jual,” imbuhnya.
Kini, Wiwin mengaku dia dan kedua rekannya yang aktif mengurus Sedekah Baju Aisyiyah tidak hanya menerima baju-baju bekas, namun banyak juga menerima sumbangan berupa baju yang masih baru. “Alhamdulilah donatur kami sekarang banyak yang dari luar kota, seperti Balikpapan, Jakarta, Bandung, Semarang, Purwokerto, Cimahi dan Jawa Timur. Biasanya juga bajunya bagus-bagus karena masih baru, bahkan ada juga butik-butik muslim yang donasi produk-produk gamis dan kerudung yang masih baru semua,” ujarnya.
Terhadap baju gamis dan kerudung yang baru itu, Wiwin juga menjualnya dengan secara online melalui instagram Sedekah Baju ‘Aisyiyah, Facebook dan status Whatsapp pribadinya. Sebagai modelnya dia sendiri dan putrinya yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas.
Untuk ke depan, Wiwin berharap Sedekah Baju ‘Aisyiyah bisa terus berkembang bukan hanya di Kabupaten Cilacap, tapi juga daerah-daerah lainnya dan terhadap kendala alat transportasi, Wiwin berandai-andai ada para donatur yang bersedia menyumbang untuk pengadaan mobil agar Sedekah Baju ‘Aisyiyah bisa berjalan dengan maksimal.
Kisah tentang Sedekah Baju ‘Aisyiyah oleh PCA Sidaraja terbukti sudah menjadi solusi bagi masalah yang timbul akibat donasi baju bekas pakai saat bencana terjadi. Semoga menjadi inspirasi bagi daerah-daerah lainnya di Indonesia.
(Sapari).