JAKARTA, MENARA62.COM – Kepala Balitbang Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan penggunaan zonasi dalam system penerimaan peserta didik baru (PPDB) tidak berarti hasil ujian nasional (UN) menjadi sia-sia. Ujian nasional masih dibutuhkan untuk pemetaan hasil pendidikan.
“Ujian nasional tetap dibutuhkan meski tidak lagi menentukan kelulusan bahkan tidak lagi digunakan untuk seleksi PPDB, karena dengan hasil ujian nasional kita bisa melakukan pemetaan terhadap hasil pendidikan,” kata Totok dijumpai usai acara seminar yang digelar oleh World Bank di gedung Kemendikbud pekan lalu.
Totok mengatakan pemetaan pendidikan yang dimaksud misalnya penentuan rangking sekolah, bantuan dana operasional sekolah (BOS) dan lainnya. Jika pemerintah tidak memiliki peta tingkat kualitas dan kuantitas pendidikan maka akan sulit untuk mengambil kebijakan. Pemetaan kualitas dan kuantitas pendidikan ini salah satunya diperoleh melalui pelaksanaan UN.
Dengan hasil pemetaan tersebut maka perencanaan pembangunan pendidikan menjadi lebih mudah dilakukan. Karena itu Totok belum melihat urgensi penghapusan ujian nasional pada 2020 mendatang.
Ditanya soal wacana penghapusan UASBN atau ujian akhir sekolah berstandar nasional (untuk tingkat SD) dan UN (untuk tingkat SMP) yang akan diberlakukan pada 2020, Totok mengaku belum mendapatkan kepastian dari Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).
“Belum ada keputusan apakah UN dan UASBN tahun 2020 tetap ada atau tidak, kita tunggu saja nanti,” tukasnya.
Seperti diketahui di sejumlah daerah, hasil UASBN maupun UN tidak lagi digunakan untuk seleksi PPDB. Seleksi PPDB murni memanfaatkan system zonasi yang mengukur jarak rumah tinggal siswa dengan lokasi sekolah.
Sistem PPDB dengan menggunakan zonasi tersebut menyebabkan aksi protes dari orangtua di berbagai daerah. Mereka menilai system zonasi yang hanya mempertimbangkan jarak rumah dengan sekolah tidak adil karena anak-anak pintar menjadi tidak terakomodir di sekolah-sekolah favorit.
Kemendikbud sendiri beralasan dengan zonasi pada system PPDB maka secara perlahan tapi pasti, semua sekolah akan memiliki kualitas yang sama. Tidak ada lagi sekolah-sekolah yang dipandang unggul atau difavoritkan oleh masyarakat.