31.7 C
Jakarta

Warga Pakembinangun Sleman Belajar Tentang Kebencanaan

Baca Juga:

SLEMAN, MENARA62.COM – Pembahasan mengenai kebencanaan selalu menjadi topik penting bagi masyarakat, khususnya yang berada di daerah rawan bencana seperi Kabupaten Sleman. Seperti yang digelar di rumah lurah Pakembinangun, Pakem, Suranto pada Sabtu (10/9/2022). Kegiatan yang dihadiri oleh Subandriyo, mantan Kepala BPPTKG DIY, tersebut membicarakan seluk beluk tentang bencana, seperti aktivitas Merapi dan status kebencanaannya.

Mengutip laman infopublik, Subandriyo dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa tipe letusan Merapi itu berubah-ubah, tidak bisa ditentukan dengan pasti.

“Tanda-tanda bahwa Merapi mau meletus tidak bisa diinterpretasikan hanya dari seismiknya saja. Tetapi juga harus disinkronkan dengan data gas vulkanis yang meningkat, deformasi, survey micro gravity, serta parameter lainnya yang sebanding dengan itu. Deformasi inilah yg menjadi penentu kemana arah luncuran lava akan terjadi. Maka sejak itu saya memasang Electronic Distance Measurement (EDM),” terang Subandriyo.

Ia juga menceritakan mengenai pengalamannya ketika menentukan status suatu gunung, karena berhubungan langsung dengan berbagai sektor. Salah satunya adalah ketika menentukan status Gunung Agung di Bali. Sebagaimana dilansir dari infopublik.id

“Pada bulan September saat itu, aktivitas seismik naik luar biasa. Sehingga kami naikkan menjadi Awas. Dan di bulan Desember baru terjadi letusan dan itu kecil ternyata. Namun selama tiga bulan itu, pemerintah provinsi Bali merugi sekitar sebelas trilyun, karena semua sektor pariwisata di Bali ditutup karena tingginya aktivitas gunung Agung yang kami tetapkan menjadi berstatus Awas. Pemerintah harus menanggung hidup para pengungsi Gunung Agung saat itu. Itu faktanya,” kata Subandriyo.

Namun sebagai aparat yang ditunjuk oleh negara untuk bekerja menyelamatkan nyawa manusia, ia lebih memilih keselamatan nyawa manusia, daripada terpuruknya perekonomian di saat terjadi bencana.

Pada kesempatan tersebut, Subandriyo juga memberikan kiat agar penduduk tidak menjadi korban dari bencana gunung berapi. Hal utama yang digarisbawahi olehnya adalah harus sering diadakan pelatihan tanggap darurat bencana.

“Karena dengan begitu, otak kita akan mudah merekam bagaimana tindakan jika benar-benar terjadi bencana. Karena penanggulangan bencana itu menggunakan otak emosi, bukan ilmu pengetahuan. Semakin banyak pelatihan, akan semakin banyak emosi ini terlatih. Maka ketika terjadi bencana, otak kita akan me-recall rekaman pelatihan penanggulangan bencana tersebut agar menjadi efektif dan kita bisa tahu apa yang kita lakukan agar terindar dari bencana tersebut,” tutupnya.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!