JAKARTA, MENARA62.COM— Pada persidangan Dewan HAM PBB di Jenewa, Pemerintah Solomon Islands dan Vanuatu, awal Maret ini, telah terang-terangan menunjukan sikap yang melanggar prinsip utama Piagam PBB dengan promosikan separatisme. Bahkan lebih dari itu, kedua negara ini menyuarakan separatisme dengan mempolitisasi isu-isu tuduhan pelanggaran HAM di Indonesia.
Demikian siaran pers yang diterima Menara62.com di Jakarta, Sabtu (4/3/2017). Langkah Vanuatu dan Solomon Islands di Dewan HAM ini justru melemahkan upaya-upaya yang selama ini dilakukan negara-negara PBB untuk memperkuat mekanisme dan dialog HAM.
Delegasi Indonesia telah hadir langsung dalam side event yang diselenggarakan Vanuatu dan Solomon Islands di sela-sela Sidang Dewan HAM Sesi ke-34 tanggal 3 Maret 2017 di Jenewa. Mereka menyampaikan bantahan atas tuduhan yang disampaikan sejumlah pihak tentang situasi HAM di Indonesia dan di kedua Propinsi Papua dan Papua Barat.
Bantahan-bantahan yang Indonesia sampaikan antara lain:
Indonesia bukanlah negara penjajah dan tidak pernah menjadi negara penjajah. Hubungan bernegara antara Indonesia, Solomon Islands dan Vanuatu haruslah atas dasar saling menghormati terhadap kedaulatan dan integritas wilayah masing-masing. Indonesia menyerukan agar Solomon Island dan Vanuatu menegakkan dan menghormati prinsip-prinsip dasar DHAM, sesuai dengan komitmen dan dukungan mereka terhadap resolusi SMU PBB No. 60/251 untuk tidak mempolitisasi DHAM, terutama melalui aspirasi separatisme yang diungkapkan oleh sejumlah panelis termasuk ULMWP.
Delegasi Indonesia meluruskan klaim sejumlah panelis, bahwa Indonesia tidak bekerja sama dengan mekanisme HAM PBB, khususnya yang menyangkut Papua dengan mempertegas bahwa Indonesia memiliki kerjasama yang konstruktif dengan semua mekanisme HAM PBB termasuk Special Rapporteur (SR) HAM PBB.
Indonesia memahami, bahwa penyelenggaraan side event ini untuk kepentingan politik domestik Vanuatu dan Solomon Island.
Salah satu delegasi dari negara lain yang juga hadir di side event bahkan menentang secara keras aksi dukung separatisme yang dilakukan oleh Vanuatu dan Solomon Islands di Dewan HAM. Secara tegas disampaikan bahwa resolusi pendirian Dewan HAM (resolusi Majelis Umum PBB No. 60/251) berisikan prinsip kerja sama dan dialog untuk meningkatkan kapasitas negara-negara anggota PBB untuk perbaikan situasi HAM di dunia. Delegasi Indonesia prihatin bahwa Vanuatu dan Solomon Islands telah mempromosikan aspirasi separatisme Papua. Propinsi Papua dan Papua Barat adalah wilayah integral Indonesia, yang proses penentuan nasib sendirinya telah selesai dan diakui secara hukum internasional oleh PBB.
Karenanya, upaya politisasi isu HAM untuk kampanye separatisme tidak dapat diterima. Bahkan wakil LSM Internasional berbasis di Jenewa, “Geneva for Human Rights”, yang mengikuti kegiatan ini, dengan tegas menyatakan bahwa partisipasinya di event ini adalah untuk perbaikan penghormatan HAM dan sama sekali tidak untuk mendukung separatisme, succession ataupun perjuangan aspirasi kemerdekaan suatu kelompok.
Langkah-langkah di Dewan HAM yang dilakukan oleh Vanuatu dan Solomon Islands menimbulkan pertanyaan mengenai kesungguhan kedua negara tersebut terhadap situasi HAM, dan bukan semata-mata upaya untuk mengalihkan perhatian dari tanggung jawab pemerintah kedua negara tersebut untuk memenuhi HAM rakyatnya.