31.3 C
Jakarta

Bekal Takwa

Baca Juga:

“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (Q.S. Al-Baqarah: 197)

Man ‘arafa bu’da as-safari ista’adda, siapa yang tahu jauhnya sebuah perjalanan, pasti akan mempersiapkan bekalnya. Demikian sebuah ungkapan hikmah menyatakan.

Ya, seseorang yang akan menempuh suatu perjalanan, pasti akan memperhitungkan semua perbekalan yang hendak dibawanya selama perjalanan. Dari mulai pemberangkatan sampai kelak ketika ia akan kembali pulang dari perjalanan tersebut.

Mempersiapkan bekal yang cukup merupakan upaya cerdas agar selama menempuh perjalanan ia akan merasa tenang. Bekal yang kurang tentu akan sangat merepotkan. Apalagi jika tidak mempersiapkan bekal sama sekali. Hanya orang-orang yang bodoh dan nekat saja yang tidak menyiapkan bekal ketika menempuh suatu perjalanan. Tentu, perjalanan yang dilakukannya akan menemui banyak kesulitan dan ketidaknyamanan.

Perjalanan hidup kita di dunia ini juga memerlukan bekal. Dan bekal untuk dapat menikmati perjalanan hidup di dunia ini adalah materi dan ilmu pengetahuan. Materi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari. Sedangkan ilmu pengetahuan dibutuhkan agar kita dapat hidup lebih mudah. Kedua bekal tersebut mutlak kita miliki agar kehidupan kita saat ini dan yang akan datang dapat berjalan baik. Tanpa keduanya, mustahil kita dapat menikmati hidup ini.

Setelah kehidupan dunia ini, ada kehidupan berikutnya yang akan kita jalani. Kehidupan sesungguhnya yang abadi, yaitu kehidupan akhirat. Lantas, apa bekal yang harus kita persiapkan untuk kehidupan akhirat kita? Pertanyaan ini dijawab oleh ayat yang penulis kutip di awal tulisan ini. Ya, bekal terbaik yang harus kita persiapkan untuk kehidupan akhirat kelak adalah takwa.

Bekal takwa ini perlu kita persiapkan mulai saat ini, ketika kita masih menjalani hidup di dunia. Jadi, disamping kedua bekal tersebut di atas, yakni materi dan ilmu pengetahuan sebagai sarana agar hidup kita di dunia berjalan baik, bekal lainnya yang perlu dipersiapkan secara matang dan sungguh-sungguh, agar kehidupan kita di akhirat kelak penuh kebahagiaan adalah takwa.

Takwa secara umum dapat diartikan dengan ketundukan dan kepatuhan dalam menjalankan perintah Allah, serta kesabaran dan ketabahan dalam menghindari serta menjauhi larangan-Nya.

Takwa adalah perpaduan antara keyakinan (akidah) yang kuat, ritual (ibadah) yang mantap, serta moral (akhlak) yang mulia. Takwa adalah sinergi antara relasi ketuhanan (hablun minallah) dan relasi kemanusiaan (hablun minannas) yang terjalin erat satu sama lain.

Orang yang bertakwa akan selalu berusaha menaati perintah dan seruan Allah betapa pun beratnya. Dia sangat sadar sepenuhnya bahwa seluruh perintah dan seruan Allah pasti mengandung kebaikan untuk hamba-Nya.

Orang yang bertakwa juga akan selalu berusaha menjaga dirinya dari segala hal yang dapat mengantarkannya pada kemurkaan Allah. Dia akan selalu mengajukan pertanyaan pada dirinya sendiri setiap akan melakukan sesuatu. Apakah Allah ridla atau tidak dengan perbuatannya itu?

Relasi ketuhanan ini menjadi pijakan awal orang yang bertakwa sebelum ia berucap dan bertindak. Sikap merasa selalu diawasi (muraqabah) oleh Allah menjadi landasan hidupnya. Dia akan sangat berhati-hati dalam menjalani hidup ini. Karena, dia sadar sepenuh hati bahwa tidak ada satu ruang pun di dunia ini yang terlepas dari pengawasan Allah. Bahkan dalam setiap tarikan nafas pun ada kebersamaan Allah. Begitu kuat relasi ketuhanan orang yang bertakwa.

Di sisi lain, orang yang bertakwa juga memiliki relasi kemanusiaan (hablun minannas) yang mengagumkan. Dia begitu peduli dan empati terhadap orang lain. Dia selalu berusaha untuk menjadi manusia yang dapat memberi manfaat kepada sebanyak mungkin manusia lainnya. Dia pegang teguh nasihat Nabi Muhammad Saw. yang menyatakan, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”

Orang yang bertakwa tidak akan bisa tidur nyenyak ketika mengetahui ada tetangganya yang tidak bisa tidur karena kelaparan. Dia berusaha untuk dapat mengenyangkannya. Orang yang bertakwa tidak akan tenang hatinya ketika ada saudaranya yang tidak mampu membiayai pendidikan anak-anaknya. Dia berusaha untuk meringankan beban yang diderita saudaranya itu. Orang yang bertakwa sangat sedih ketika melihat ada orang lain yang tidak bisa berobat ketika sakit, karena tidak ada biaya. Dia akan berusaha untuk dapat membantunya. Orang yang bertakwa tidak akan pernah tega menyakiti hati orang lain dengan kata-kata yang menyakitkan atau dengan tindakan yang merendahkan orang lain. Sungguh betapa mulianya relasi kemanusiaan (hablun minannas) orang yang bertakwa.

Inilah bekal yang akan mengantarkan seseorang untuk dapat meraih kebahagiaan di dunia fana ini dan di akhirat yang abadi nanti.

Ruang Inspirasi, Ahad, 30 Agustus 2020.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!