27.5 C
Jakarta

Cerbung – Rembulan di Atas Bukit Pajangan (bagian 1)

Baca Juga:

Oleh : Ashari*

Malam turun. Hujan rintik satu-satu mengiringi kepulangan kami dari Pondok Al-Quran Pajangan Bantul. Setelah hampir 3 bulan berpisah dengan belahan hati, sore itu kami bisa bertemu dengan Rohman. Anak kedua kami yang kami titipkan di pondok pesantren. Rasa haru, kangen kami muntahkan dengan saling berpelukan, cium pipi kanan kiri. Dilanjutkan dengan cerita selama 3 bulan awal di pesantren. Rohman, anak usia 12 tahun kami, sejak lulus MI (Madrasah Ibtidaiyah) memang ada keinginan untuk melanjutkan sekolah yang berbasis agama lebih. Pilihan jatuh di pondok.

Niat belajar ke pesantren diawali ketika, kelas 4 liburan Ramadhan selama seminggu, Rohman minta dicarikan pondok. Setelah tanya sana-sini, mencari referensi melalui Google, akhirnya jatuh di Pondok Al-Quran Pajangan di Bantul Yogyakarta. Dari rumah perjalanan naik motor sekitar 60 menit. Jarak tempuh sekitar 30 Km. Kali pertama ke Pondok melalui jalan berkelok, naik turun bukit. Lewat Jalan Wates ke arah kiri, Metes. Setelah melalui beberapa bukit yang dihiasi tanaman pohon jati di kanan kiri jalan, sampailah kami di Pondok Pesantren tersebut.

Suasana pondok yang teduh, rindang jauh dari keramaian kota, membuat kami jatuh hati. Seminggu awal di pondok, Rohman belum bisa merasa nyaman. Maklum masih kelas 4 SD, seusia 10 tahun. Usia bermain. Malah tidak jarang kami, orang tuanya sering mendapatkan WA dari pengasuh kalau Rohman, menangis. Ingin pulang. Hati orang tua siapa yang tidak trenyuh ketika mendengar buah hatinya nun jauh di sana menangis. Seperti teriris. Beruntung, tepatnya bersyukur, pimpinan pondoknya bijaksana. Namanya Ustadz Rohmanto, Lc.MA. Untuk menunmbuhkan rasa nyaman, Ustadz Rohmanto mengajak anak kami jalan-jalan dengan mobilnya berputar-putar di kota Bantul. Namanya anak, kesedihanpun sirna, berubah menjadi kegembiraan. Tujuh hari tidak terasa.

Inilah awal anak kami Rohman mengenal suasana pesantren. Kendati belum menancap benar dalam kalbunya. Namun ternyata tahun berikutnya, dia minta lagi selama sepekan di pondok tersebut untuk menikmati liburan selama Ramadhan.

“Aku ingin mondok di sana lagi ya pak?” kata Rohman waktu itu saat pulang, ditengah jalan penuh pohon jati.

Batinku menjerit. Terbelah. Sebelah kiri senang, anak seusia Rohman sudah ingin belajar di pesantren. Dibayangkan pendidikan agama lebih dominan. Namun batin yang sebelah kanan ada perasaan sedih. Ditinggal anak dalam waktu lama, minimal 3 tahun. ( bersambung )

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!