_Oleh: Budiawan, KAM Institute_
JAKARTA, MENARA62.COM – Di antara deretan tokoh bisnis abad ke-21, Elon Musk mungkin adalah sosok paling kontroversial sekaligus revolusioner. Pendiri Tesla, SpaceX, Neuralink, hingga pemilik X (dulu Twitter), Musk tak hanya memimpin perusahaan teknologi, tetapi juga membentuk opini publik dan memengaruhi kebijakan negara. Baru-baru ini, gesekan terbuka dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menjadi babak baru dari dinamika tersebut.
Trump dalam wawancara dengan BBC (Juni 2025) menyatakan,
“I’m very disappointed in Elon”.
Pernyataan tersebut menandai pecahnya relasi antara dua tokoh yang dulu saling memuji, namun kini berada pada dua poros berbeda dalam memandang arah masa depan Amerika.
Artikel ini menyoroti konflik tersebut dari lensa gaya kepemimpinan, mengaitkannya dengan teori klasik dan kontemporer.
1. Teori Gaya Kepemimpinan: Transformasional vs Transaksional*
Secara umum, para pakar kepemimpinan membedakan dua gaya utama:
Kepemimpinan Transaksional: berfokus pada struktur, aturan, dan imbalan. Pemimpin bertindak sebagai manajer yang mengatur target dan menghukum bila gagal.
Kepemimpinan Transformasional: memimpin dengan visi, memberi inspirasi, mendorong inovasi dan perubahan budaya organisasi.
Menurut Bass dan Riggio (2006), pemimpin transformasional menggerakkan pengikut melalui empat elemen: idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individualized consideration.
2. Elon Musk: Pemimpin Transformasional Radikal
Banyak analis menyebut Musk sebagai figur transformasional ekstrem, bahkan melampaui kerangka klasik. Ia tak sekadar memberi inspirasi—ia mengguncang realitas.
a. Inspirational Motivation
Musk terkenal dengan pernyataan bombastis:
“I would like to die on Mars. Just not on impact.”
Kalimat ini bukan lelucon. Ia membangun SpaceX untuk mewujudkan peradaban multiplanet. Hal ini memotivasi ribuan ilmuwan muda untuk bergabung, meski dengan tekanan kerja tinggi.
b. Intellectual Stimulation
Musk menantang status quo: mobil listrik, AI chip dalam otak, internet via satelit. Ia menghapus batas antara engineering, neuroscience, dan space science.
c. Individualized Consideration
Meski keras, Musk dikenal mendorong pertumbuhan teknikal para insinyur. Ia menyarankan para pemimpin,
“Don’t just follow the trend. Be the one to set it.”
Namun, dalam sisi tertentu, gaya Musk juga menunjukkan karakteristik autokratis dan micromanagement, yang menurut Lewin, Lippitt & White (1939), bisa melelahkan tim dalam jangka panjang.
3. Trump: Pemimpin Transaksional Populis
Donald Trump, di sisi lain, adalah figur transaksional klasik. Ia memimpin dengan logika give and take, bahkan ketika menjalin hubungan dengan tokoh bisnis seperti Musk. Pada masa jabatannya, ia memuji Musk sebagai genius of our age, namun ekspektasinya jelas: dukungan politik sebagai imbal balik kebijakan pro-bisnis.
Ketika Musk mulai vokal mengkritik pengeluaran pemerintah dan menolak menjadi alat kampanye Trump, relasi pun memburuk. Dalam wawancara dengan BBC, Trump menyindir:
“He said so many things about me that were very nasty. I’m very disappointed in Elon.”
Konflik ini mencerminkan ketegangan antara pemimpin transaksional-politik dengan pemimpin transformasional-inovatif yang enggan tunduk pada kekuasaan.
4. Implikasi Kepemimpinan di Era Disrupsi
a. Pemimpin Visioner Bisa Mengganggu Struktur Kekuasaan
Musk menolak dikotakkan dalam jalur politik tertentu. Meskipun pada 2022 ia sempat menyatakan akan memilih Partai Republik, pada 2024 ia kritis terhadap kedua kubu.
b. Autonomi vs Kooptasi
Ketegangan ini menjadi studi kasus penting tentang pemimpin yang menolak kooptasi politik demi mempertahankan otonomi moral dan strategisnya.
c. Pemimpin Masa Depan Harus Adaptif-Politis
Kasus Musk menunjukkan bahwa pemimpin masa depan harus bisa bermain di dua medan: visi jangka panjang dan manuver jangka pendek dalam ruang politik dan sosial.
5. Insight Lokal dan Global: Dampak Gaya Musk bagi Elite Bisnis Dunia dan Indonesia
Figur seperti Elon Musk tidak hanya membentuk ulang lanskap industri global, tetapi juga memberi pengaruh simbolik yang kuat terhadap elite bisnis di berbagai negara. Di banyak belahan dunia, Musk telah menjadi archetype baru dari pemimpin bisnis: nyentrik, berani ambil risiko, dan tidak segan berkonfrontasi dengan negara sekalipun.
a. Efek Demonstratif di Kalangan Elite Global
Banyak pemilik startup teknologi dan CEO muda di Asia, Eropa, dan Afrika kini mengadopsi gaya komunikasi langsung (sering melalui media sosial), pengambilan keputusan cepat, serta positioning diri sebagai agen perubahan sosial. Di China, misalnya, beberapa pendiri perusahaan teknologi seperti Lei Jun (Xiaomi) atau Richard Liu (JD.com) menunjukkan pola kepemimpinan yang lebih agresif dalam ekspansi global, terinspirasi dari keberanian Musk menghadapi pasar dan birokrasi.
b. Inspirasi Sekaligus Ancaman bagi Elite Bisnis Tradisional
Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, pengaruh Musk bisa dilihat dari dua sisi:
Sebagai Inspirasi: Banyak pengusaha muda terinspirasi untuk membangun bisnis berbasis teknologi tinggi (misalnya EV lokal, AI, agritech), dengan semangat untuk “mengubah dunia”. Bahkan beberapa program inkubasi startup di Indonesia secara eksplisit menggunakan Elon Musk sebagai contoh pemimpin disruptif.
Sebagai Ancaman Model Lama: Bagi elite bisnis mapan yang terbiasa dengan relasi patronase-politik, gaya Musk menghadirkan tekanan. Mereka dituntut untuk tidak hanya “berbisnis”, tetapi juga memiliki narasi perubahan, keberanian mengambil risiko, dan transparansi yang lebih besar di ruang publik.
c. Dampak terhadap Kebijakan dan Regulasi
Kehadiran figur-figur seperti Musk memaksa negara-negara untuk mempercepat regulasi terhadap industri baru seperti kendaraan listrik, satelit komunikasi, hingga bioteknologi. Pemerintah Indonesia, misalnya, mulai melakukan pendekatan strategis kepada Tesla dalam konteks hilirisasi nikel. Ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan korporasi global dapat memengaruhi arah kebijakan nasional.
Dengan kata lain, seorang CEO di California bisa mengguncang tata kelola industri dan kebijakan investasi di Jakarta, lewat kekuatan ide dan daya tawar teknologinya.
d. Kebutuhan akan Pemimpin Inovatif yang Kontekstual
Namun, penting diingat bahwa tidak semua negara cocok dengan model kepemimpinan Muskian. Di Indonesia, misalnya, keberhasilan pemimpin bisnis tak hanya diukur dari keberanian inovasi, tapi juga dari kemampuan menjalin koalisi sosial, memahami birokrasi, dan menjunjung nilai-nilai lokal seperti gotong royong dan keberlanjutan.
Pemimpin masa depan Indonesia perlu belajar dari Musk, namun tidak menirunya secara mentah. Mereka perlu mengembangkan gaya kepemimpinan transformasional yang kontekstual, yang mampu menjawab tantangan global tanpa tercerabut dari akar budaya dan struktur sosial Indonesia.
Penutup: Pemimpin Masa Depan Bukan Sekadar Manajer
Elon Musk memperlihatkan sisi ekstrim dari kepemimpinan transformasional. Ia bukan pemimpin yang “disukai semua orang”, namun mampu membentuk dunia baru lewat idenya. Konfliknya dengan Trump bukan sekadar soal ego, melainkan perbedaan fundamental antara gaya kepemimpinan berbasis visi dan kepemimpinan berbasis transaksi.
Figur seperti Elon Musk memaksa kita untuk memikirkan ulang bukan hanya soal kepemimpinan, tetapi juga ekosistem yang memungkinkan jenis kepemimpinan seperti itu tumbuh. Negara seperti Indonesia perlu bertanya: Apakah kita menciptakan ruang yang cukup bagi lahirnya pemimpin inovatif—atau justru mengekangnya dengan birokrasi dan kooptasi?
Jika tidak ingin sekadar menjadi pasar dari inovasi luar, Indonesia perlu membangun pemimpin-pemimpin visioner lokal—yang tidak hanya ingin “naik panggung” tapi juga “mengganti panggungnya.”
Di masa depan, dunia mungkin lebih membutuhkan 10 orang seperti Elon Musk daripada 1000 manajer biasa. Tapi kita juga perlu sistem yang mencegah “Muskianism” menjadi absolutisme baru.
—
Referensi
1. Bass, B. M., & Riggio, R. E. (2006). *Transformational leadership* (2nd ed.). Psychology Press.
2. Northouse, P. G. (2018). *Leadership: Theory and practice* (8th ed.). Sage Publications.
3. Lewin, K., Lippitt, R., & White, R. K. (1939). Patterns of aggressive behavior in experimentally created social climates. *Journal of Social Psychology*, *10*(2), 271–299.
4. Isaacson, W. (2023). *Elon Musk*. Simon & Schuster.
5. BBC News. (2025, June 6). *Donald Trump says Elon Musk is ‘very nasty’ and he is ‘disappointed’ in him*. Retrieved from [bbc.com](https://www.bbc.com)
—