29.4 C
Jakarta

Fenomena Gerhana Hybrid, Membuka Tabir Hisab dan Rukyat

Baca Juga:

 

Oleh : Ace Somantri

BANDUNG, MENARA62.COM – Sengat klasik, perdebatan beda faham hal ihwal ijtihad sistem kalender Hijriyah pada umat muslim di Indonesia. Sejak usia 13 tahun, kala itu tahun 1991 Masehi masih sekolah tingkat menengah sudah mendengar perdebatan hisab dan rukyat, hingga kini tahun 2023 nyaris tidak berhenti masih terjadi perdebatan di kalangan umat muslim. Bukan hanya masyarakat awam, melainkan cukup banyak masyarakat terdidik ikut arus perdebatan yang tidak berujung, malahan berakhir saling klaim kebenaran. Apakah ini indikasi kemajuan atau tanda dan pertanda umat muslim berkemajuan, wallahu’alam. Namun, jikalau dilihat pada aspek tertentu fenomena klasik di kalangan umat muslim selalu dihadapkan dengan kesan perselisihan dan perseteruan. Bahkan yang tidak rasional dan cenderung emosional, ketika masalah awal Ramadhan dan awal Syawal (Ied Fitri) berbeda dengan hasil isbath pemerintah dituduh tidak taat pada ulil amri, sementara pada saat yang lain ketika dirinya berbeda menggunakan dalil dan alasan lain. Objektifitas dan rasionalitas berfikir yang sangat “dungu” istilah bung RG, padahal ilmu pengetahuan ini sangat-sangat dinamis.

Terlepas ada bahasa dan kalimat sentimen kepada Muhammadiyah, entah itu “tidak taat ulil amri atau pemerintah, bahkan justifikasi keilmuan bahwa ilmu hisab dianggap sudah usang” tidak peduli apa kata mereka bagi Muhammadiyah, konsisten dan istiqomah dengan keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan, baik di dunia maupun di akhirat. Rumah besar Muhammadiyah bukan organisasi kecil dan kemarin sore baru berdiri, bangsa ini pun banyak dikontribusi Muhammadiyah dari sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Muhammadiyah tidak pernah absen memberi untuk negeri sekalipun pada moment tertentu Muhammadiyah tidak diajak bicara hal ihwal kemajuan sebuah bangsa hanya karena bersikap kritis.

Fenomena gerhana hybrid menjadi hidayah ilmu, baik dalam konteks tauhid maupun disiplin ilmu sains dan teknologi. Gerhana hybrid terjadi sangat langka, konon kabarnya 10 tahun sekali wallahu’alam bishowab. Namun, secara ilmu pengetahuan sains dapat dihitung dengan dengan akurat, sebagaimana dalam Al Qur’an surat Ar-Rahman ditegaskan bahwa Matahari dan Bulan beredar pada perhitungannya. Artinya, peredaran dua cahaya yang menerangi alam semesta selalu tepat pada waktunya tiba, seperti cahaya matahari pagi hari, siang hari dan sore hari. Sama juga cahaya bulan selalu hadir dan tiba tepat pada waktunya. Begitulah benda-benda langit yang sudah teratur dalam aktifitasnya, kecuali Allah SWT menghendaki benda-benda langit tersebut keluar dari garis edarnya, namun secara ilmiah akan ada konsekuensinya.

Apakah benar saat gerhana hybrid membuka tabir pendekatan dua ilmu terkait penentuan awal bulan, khususnya dalam kalender Hijriyah umat Islam. Sangat-sangat yakin sekali itu membuka tabir ilmu, bahkan bukan gerhana hybrid saja melainkan gerhana lainnya. Hanya kebetulan, gerhana hybrid ini satu hari muncul saat umat muslim Indonesia sedang memperdebatkan perbedaan hari Ied Fitri atau 1 Syawal 1444 Hijriyah. Tepat pada tanggal 20 April 2023 gerhana hybrid, dan itu sudah dapat dibaca dan dihitung jauh-jauh hari bahwa tanggal tersebut akan datang dan tiba pada waktunya terjadi gerhana hybrid tepat dengan jam, menit dan detik serta juga derajatnya. Dan seharusnya, dapat difahami secara ilmiah saat terjadi gerhana hybrid posisi bulan dapat dibaca dengan akurat kemudian saat besok tanggal 21 April 2023 pasti posisi bulan dapat dibaca dengan akurat, apakah bulan sudah muncul atau belum saatnya muncul. Kecuali, ada alasan lain yang mengedepankan metodologi ilmu yang diyakininya benar.

Perdebatan hisab dan rukyat tidak pernah berhenti kecuali setelah banyak orang yang faham dunia sains dan teknologi, selama pada posisi taklid atau pengikut (followers) sulit untuk menerima perbedaan faham dalam beragama. Walaupun juga sama-sama ilmu hisab, sekalipun dapat mungkin hitungannya sama, namun sangat mungkin berbeda hasil keputusannya. Hal tersebut dalam ilmu sah dan boleh berbeda, karena ilmu itu dinamis. Namun, saat keberpihakan bagi masyarakat diusahakan bukan karena ikut atas dasar ta’dzim pada sosok figur tertentu melainkan atas dasar rasionalitas dan objektifitas ilmu pengetahuan. Selama ini, sejak alam semesta ada bagi manusia atau orang-orang berfikir sehat senantiasa melahirkan ide dan gagasan dalam bentuk ilmu pengetahuan, dan berkembang pada saat waktu tertentu menjadi berbagai produk ilmu yang bermanfaat bagi keberlanjutan kehidupan manusia secara simultan tanpa jeda, karena alam semesta dan isinya pun tidak pernah berhenti termasuk bulan dan matahari terus berada pada garis edarnya.

Jikalau manusia sadar dan banyak memahami Al Qur’an secara kaffah dan detail, sudah dipastikan kemajuan, kedamaian, dan ketentaraman akan terwujud dalam perkembangan dunia kapanpun dan kondisi apapun. Semua rumusnya sudah diberikan Allah SWT, rentetan sejarah pun dicatat dalam Al Qur’an dalam kisah-kisah manusia masa lalu (qoshosh al Qur’an), hal itu bukan sekedar cerita dan kisah melainkan banyak rumus kehidupan yang dapat diformulasi dan dikembangkan sesuai kebutuhan manusia saat ini dan hari esok. Banyak sekali ayat-ayat mengenai pengetahuan sains dan teknologi, dibanding dengan hal ihwal praktik ta’abudi bersifat vertikal seperti shalat, zakat, shaum dan manasik haji. Artinya, skema hidup manusia dari waktu ke waktu mengalami dinamika yang sangat dinamis, sehingga membutuhkan berbagai macam rumus untuk penyelesaian setiap hal masalah yang muncul seketika maupun yang akan muncul berikutnya.

Sudah dipastikan segala yang terjadi di alam semesta, ada hikmah dan ibroh yang dapat dijadikan rumus dan rujukan ilmu pengetahuan untuk memproduksi berbagai macam produk dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Kajian menggali dan meneliti isi perut bumi, maupun perut langit mustahil dalam satu waktu yang singkat dapat ditemukan dan dikembangkan, melainkan setiap generasi dapat mewujudkan hal ihwal yang termaktub dalam ayat-ayat qauliyah dan kauniyah sesuai kemampuan dan kapasitas yang dimiliki setiap generasi. Sehingga wajar ada pernyataan di masyarakat ” setiap masa ada generasi, dan setiap generasi ada masanya” begitu kira-kira kalimatnya. Generasi emas saat kenabian dan masa khalifah rasyidah sebagai titik awal masa keemasan yang ditorehkan, ketaatan beribadah dan peradaban ilmu pengetahuan melesat hingga membuat sinar yang mampu menyinari dunia tanpa ada sekat batas tembok, semua dilalui dengan spirit jihad fiisabilillah, dan gerakan ijtihad di jamannya yang kreatif dan inovatif dapat mendorong lahirnya produk ilmu.

Hisab maupun Rukyat, pada dasarnya memiliki tujuan yang sama untuk penentuan waktu beribadah bersifat ta’abudi. Namun, proses istinbath hukum pada penentuan waktu dan masa sangat ijtihadi sekali. Sehingga resiko perbedaan sangat memungkinkan terjadi, pada akhirnya melahirkan pilihan produk hukum. Bagi yang memahami masalah, pilihannya akan mengedepankan sumber rujukan nash, objektifitas, rasionalitas, dan keilmiahan disiplin keilmuan, sehingga keyakinannya jatuh pada pilihan produk hukum paling mendekati pada kebenaran yang lebih mendekati kebenaran yang sebenarnya. Terlebih hal ihwal yang bersifat ta’abudi berusaha untuk tetap pada dasar kehati-hatian (ikhtiyat). Wallahu’alam.

Bandung, April 2023

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!