JAKARTA, MENARA62.COM – Kementerian Pendidikan Tinggi Sain dan Teknologi (Kemendiktisaintek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) mendorong perguruan tinggi di Indonesia untuk melakukan lompatan paradigma, dari sekadar pusat pengajaran dan transfer ilmu pengetahuan menjadi motor transformasi sosial dan ekonomi berkelanjutan untuk mencapai SDGs (Sustainable Development Goals).
Hal tersebut disampaikan Dirjen Diktiristek, Khairul Munadi, dalam Ngopi Bareng Kemendiktisaintek di Lobby Gedung D Kemdiktisaintek Jalan Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, Selasa, (29/4/2025).
Membawa tagline Diktiristek Berdaampak sebagai bagian internal dari Kemendiktisaintek, Khairul mengatakan perlunya perguruan tinggi baik negeri maupun swasta untuk mengubah paradigma sesuai dengan arah dan gagasan Indonesia Emas 2045. “Kampus harus memiliki langkah strategis untuk membangun dunia yang dinamis,” katanya.
Menurutnya kampus yang berdampak nyata bukanlah kampus yang sekadar menghasilkan publikasi ilmiah dan ilmu pengetahuan baru, namun juga bisa memberikan dampak perubahan bagi kehidupan masyarakat. “Jadi peran kampus harus menjadi solusi nyata bagi masyarakat, menjadi motor inovasi sosial dan ekonomi berkelanjutan,” tambahnya.
Terlebih Presiden Prabowo telah menargetkan pertumbuhan ekonomi menjadi 8 persen. Dalam hal ini kampus harus bisa mengambil peran aktif dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi.
Ia menekankan bahwa perguruan tinggi masa kini harus memainkan peran strategis yang melampaui fungsi tradisionalnya. Dalam konteks ini, ia memperkenalkan kerangka evolusi universitas dari 1.0 hingga 4.0.
“Universitas 1.0 berfokus pada pengajaran, 2.0 mulai menekankan riset, 3.0 bergerak ke dampak ekonomi, dan Universitas 4.0 adalah kampus yang mendukung transformasi sosial berkelanjutan serta capaian SDGs,” jelas Khairul.
Menurutnya, transformasi menuju Universitas 4.0 tidak harus linier. Kampus kecil sekalipun bisa berdampak besar jika mampu menyelaraskan aktivitasnya dengan kebutuhan masyarakat. “Ini soal perubahan paradigma, bukan tahapan teknis. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk keluar dari zona nyaman,” katanya.
Lebih jauh, Khairul menekankan pentingnya self-disruption atau keberanian kampus untuk meninggalkan rutinitas lama yang tidak relevan. Untuk itu penting bagi setiap perguruan tinggi untuk membangun budaya kolaborasi lintas sektor, baik dengan industri, pemerintah daerah, komunitas, maupun mitra global.
“Otonomi kampus juga perlu dimaknai secara kreatif. Bukan hanya administratif, tapi juga sebagai ruang untuk menciptakan inovasi yang relevan dan berdampak,” jelasnya.
Melalui gerakan “Kampus Berdampak” Ditjen Diktiristek ingin memastikan bahwa perguruan tinggi menjadi bagian dari solusi nasional menuju visi besar Indonesia Emas 2045.
“Anak-anak kitaa yang sedang belajar di kampus hari ini adalah generasi penentu masa depan bangsa. Karena itu, kampus harus hidup bersama masyarakat dan tumbuh sebagai kekuatan sosial yang mengakar dan mendunia,” tandas Khairul.