27.5 C
Jakarta

Melembagakan Amal Saleh yang Fungsional dan Solutif

Baca Juga:

Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebutkan, ada lima pondasi Islam berkemajuan yang menjadi karakter Muhammadiyah. Pandangan ini terinspirasi dari tulisan Kyai Syuja’, murid KH Ahmad Dahlan yang menuliskan dalam buku tentang Islam Berkemajuan. Buku yang mengisahkan perjuangan KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah masa awal. Buku ini diterbitkan oleh al-Wasath. Pandangan Abdul Mu’ti ini, dituangkan pada bagian pengantar buku tersebut.

Kelima pondasi itu adalah, tauhid yang murni; memahami Al-Qur’an dan sunah secara mendalam; melembagakan amal saleh yang fungsional dan solutif; berorientasi kekinian dan masa depan; dan bersikap toleran, moderat dan suka bekerjasama.

Tentang tauhid, sudah dibahas dalam tulisan sebelumnya. Sementara bagian memahami Al-Qur’an dan Sunnah secara mendalam juga sudah dibahas. Pada bagian ini, kita akan membahas tentang melembagakan amal saleh yang fungsional dan solutif.

Iman dan amal Saleh

Iman tidak akan sempurna tanpa amal saleh. Tetapi, bagi Muhammadiyah, amal saleh tidak semata-mata berupa ritual ibadah mahdlah. Amal saleh adalah karya yang bermanfaat, merefleksikan kerahmatan Islam dan kasih sayang Allah. Dengan pondasi ini, Muhammadiyah bukanlah gerakan tajdid pemikiran an sich yang mengedepankan supremasi intelektualisme tetapi gerakan amal. Pemikiran menjadi bagian tak terpisahkan dari gerakan. Dalam tulisannya, “Tali Pengikat Hidup,” Kyai Haji Ahmad Dahlan menekankan betapa pentingnya akal dan pemikiran dalam beragama dan beramal. Tetapi, selain itu, Kyai Dahlan juga mengajarkan falsafah yang kemudian menjadi slogan populer di Muhammadiyah: sedikit bicara banyak bekerja.

Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH) Muhammadiyah disebutkan, hidup manusia harus bermasyarakat. Manusia tidak dapat memisahkan diri dari masyarakat. Sesuai dengan ideologi ini, warga Muhammadiyah harus senantiasa hadir, bersama-sama terlibat sebagai bagian integral masyarakat dan bertanggungjawab atas problematika kehidupan sosial. Amal saleh menurut Muhamamdiyah bukanlah eskapisme: menunaikan ibadah dengan mengasingkan diri dari manusia dan berbagai permasalahan hidup dengan asik masyuk ritual dan dzikir spiritual. Amal saleh adalah amal yang bermanfaat dan solutif.

Karena keprihatinannya terhadap “nasib” jamaah haji Indonesia yang tidak mendapatkan bimbingan ibadah yang benar dan pelayanan yang adil, Kyai Dahlan berusaha keras untuk mencari solusi permasalahan haji. Dalam kondisi tubuh yang kurang sehat dan usia sudah senja, Kyai Dahlan melakukan perjalanan khusus ke Batavia (Jakarta) untuk bertemu dengan beberapa biro perjalanan haji. Melihat reputasi Muhammadiyah, beberapa biro melakukan pendekatan dan menawarkan diskon khusus untuk Muhammadiyah. Para broker begitu agresif karena fee yang mereka terima sangat tinggi. Saat itu (1922), biaya haji sebesar f 360. Dari setiap jamaah, para broker (calo) mendapatkan f 60. Begitulah, sejak dahulu, jamaah haji memang telah menjadi sasaran pemerasan dan pangsa pasar bisnis yang menggiurkan.

Dalam kesempatan beristirahat di penginapannya, Kyai Dahlan berkata kepada Kyai Syuja’ “Kalau demikian besar kongsi-kongsi pelayanan angkut jamaah Indonesia menggaruk keuntungan dari kaum Muslimin yangpergi haji, maka Muhammadiyah harus dapat menegakkan pelayaran sendiri, walaupun cara bagaimana bentuk/ragamnya pelayaran itu.”

Melalui berbagai usaha, cita-cita Kyai Dahlan terwujud. Pada tahun 1941 (18 tahun setelah Kyai Dahlan wafat), Muhammadiyah memiliki biro perjalanan haji.

Dengan ribuan amal usaha yang dimiliki sekarang, Muhammadiyah telah memberikan andil yang sangat besar dalam memecahkan berbagai problematika umat dan bangsa. Spirit amal saleh ini, meniscayakan Muhammadiyah untuk senantiasa mengembangkan kreativitas untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi semesta melalui berbagai amal usaha yang bermanfaat dan solutif.

Penulis: Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed.,/Sekretaris Umum PP Muhammadiyah

Bersambung  1 2  3 < 5 6

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!