26.1 C
Jakarta

Menjelang 5 Tahun Program JKN, Baru 4 propinsi Capai UHC

Baca Juga:

JAKARTA – Target pencapaian Universal Health Coverage (UHC) program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tinggal 3 bulan lagi. Tetapi hingga kini baru 4 propinsi yang sudah mencapai UHC. Yakni Aceh, DKI Jakarta, Gorontalo dan Papua Barat. Sedang untuk tingkat kabupaten/kota, baru 28 kota dan 92 kabupaten yang sudah mencapai UHC.

Masih terbatasnya jumlah pemda yang mencapai UHC tak lepas dari berbagai kesulitan yang dialami Pemda dalam mengimplementasikan program JKN tersebut. Mulai dari persoalan kesulitan alokasi dana, kurang mendukungnya infrastruktur, minimnya jumlah tenaga dokter dan berbagai komplain yang disampaikan masyarakat terkait pelayanan JKN.

Saat rapat koordinasi bersama DJSN, Wakil Walikota Tangerang Selatan Benyamin Davnie mengatakan salah satu persoalan penting terkait pelaksanaan program JKN adalah alokasi anggaran untuk pembayaran premi bagi peserta kelas III atau penerima bantuan iur (PBI). Banyak pemerintah kota/kabupaten yang kesulitan mengalokasikan anggaran untuk iuran JKN.

“Tahun 2019 saja kami harus mengalokasikan anggaran Rp150 miliar untuk membayar premi 425 ribu peserta JKN kelas III. Total penduduk Tangerang Selatan yang mengikuti JKN berjumlah 600 ribu jiwa,” kata Benyamin, Kamis (27/9).

Hingga saat ini pihak pemkot Tangsel masih terus mencari sumber dana untuk membayar kewajiban iuran atau premi JKN, agar pelayanan kesehatan JKN terus berlanjut.

Hal serupa juga dijumpai Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat. Pengurangan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) oleh pemerintah pusat secara signifikan membuat Pemda kesulitan untuk menutupi pembayaran premi asuransi warga penerima PBI. Belum lagi kewajiban membangun sarana prasarana, infrastruktur dan pembayaran dokter.

“Daerah kami tidak punya uang, sementara pengeluaran untuk masing-masing komponen tidak bisa dikurangi,” katanya Bupati Pasangkayu Ir Agus Ambo Djiwa.

Dari DAU dan DAK yang minim, pihaknya masih harus mengalokasikan anggaran 20 persen untuk pendidikan, 10 persen untuk kesehatan, 10 persen untuk dana desa, 5 persen untuk infrastrktur dan 40 persen lebih terserap untuk urusan kepegawaian.

Bagi daerah yang memiliki sumber pendapatan daerah (PAD) tinggi, tentu tidak akan menimbulkan masalah saat harus menanggung biaya premi JKN penduduk miskin. Tetapi bagi daerah minus, tentu menjadi masalah besar, sementara  disisi lain, daerah masih dibebani dengan tugas membangun infrastrktur dan menyediakan sarana prasarana untuk pelaksanaan JKN.

Karena itu, ia mengusulkan agar untuk daerah miskin, pembangunan sarana prasarana, infrastruktur dan pengadaan tenaga medis diambil alih oleh pemerintah pusat. Dengan cara demikian, maka alokasi dana kesehatan yang ada di daerah bisa difokuskan untuk pembayaran premi program JKN.

Kesulitan dana tersebut membuat banyak daerah yang tidak mampu mengkaver seluruh penduduk miskin dalam program JKN.

Sementara itu, Zainal Abidin, Komisioner DJSN Divisi Monev mengatakan kesulitan alokasi anggaran tersebut memicu banyaknya daerah yang kemudian menunggak iuran JKN kepada BPJS Kesehatan. Dan ini memberikan kontribusi signifikan terhadap defisit anggaran BPJS Kesehatan.

Karena itu ia mengusulkan agar pemerintah pusat mengambil alih beberapa komponen pendukung pelaksanaan JKN terutama untuk daerah miskin. Misalnya pengadaan tenaga dokter spesialis, pembangunan sarana dan prasarana, pembelian alat kesehatan dan lainnya.

Saat ini, lanjut Zainal, Pemda memiliki dana Silpa yang mengendap di kas daerah. Dana tersebut sebenarnya sudah menjadi hak dari pemda, sehingga pemda bisa menggunakannya termasuk untuk membayar iuran JKN.

Ia mengakui persoalan defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan berimplikasi pada mutu dan kualitas pelayanan kesehatan peserta JKN. BPJS Kesehatan selaku regulator menerapkan berbagai kebijakan untuk menekan angka defisit tersebut.

Pemda, lanjut Zainal bisa mengambil peran aktif untuk ikut menyelesaikan persoalan defisit anggaran BPJS Kesehatan. Misalnya mendorong semua penduduk menjadi peserta JKN, mendorong penduduk untuk taat membayar iuran JKN, dan gencar melakukan upaya-upaya promotif dan preventif untuk membuat penduduknya sehat.

Selain itu, penting juga bagi pemda tingkat propinsi untuk menanggung sebagian dari anggaran kesehatan di kabupaten/kota. Dengan cara bersinergi antara pemda kabupaten/kota dengan pemda tingkat propinsi, maka persoalan kesulitan dana premi JKN bisa diatasi dengan baik.

- Advertisement -

Menara62 TV

- Advertisement -

Terbaru!