31 C
Jakarta

Menulis, Membuat Hidup “Lebih Hidup” 

Baca Juga:

Oleh. Ashari,SIP*

Setiap orang yang pernah sekolah, pasti dapat menulis. Menulis apa saja. Bahkan yang tidak sekolah formal pun  bisa. Namun pengertian menulis di sini adalah bagaimana kita dapat merangkum ide/gagasan baru hingga dapat dikomunikasikan dengan masyarakat pembaca dengan bahasa yang mudah dicerna. Materi tulisan bisa bermacam-macam, dari reportase, opini, wacana, feature, catatan perjalanan, cerpen hingga bentuk puisi sederhana. Temanya pun sesungguhnya terbentang luas. Dari masalah ekonomi, social, politik, budaya, seni, cinta, dengki, pendidikan hingga masalah keseharian dapat diangkat menjadi tema tulisan.

Kapan memulai menulis? Ini yang kadang-kadang menjadi momok bagi penulis pemula. Karena selalu dihadapkan pada situasi bad mood. Sehingga situasi yang selalu tidak bergairah menulis jika dibiarkan terus justru akan menjadi penghambat untuk terus belajar menulis. Karena kemalasan konon  menjadi menyakit utama yang menghambat kemajuan. Kemajuan dibidang apapun. Jika virus malas ini sudah kita pelihara, kita akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi. Tentu kita tidak mau. Proses kreatif menulis masing-masing orang memang berbeda. Ada yang sudah menulis sejak kecil, namun tidak sedikit yang memulai menulis di atas usia kepala empat.

Percepatan (akselerasi) orang dalam belajar menulis juga berbeda-beda. Termasuk dalam hal produktifitasnya. Saya termasuk orang yang setuju bahwa mood itu harus diciptakan, tidak menunggu, bahkan kadang-kadang jika perlu mood itu harus dipaksakan. Sehingga menulis tidak harus membutuhkan situasi yang hening, hingga ide itu bermunculan. Dalam suasana riuh, di tengah jalan, di atas kereta, pesawat, kapal atau saat anak sedang rewel sekalipun orang tetap bisa menulis.

Menulis adalah kebiasaan. Menulis adalah habbit. Layaknya sebilah pisau, semakin sering dipakai dan diasah, maka pisau akan makin mengkilat dan tajam. Begitulah ketrampilan kita menulis, jika tidak sering kita coba, maka akan tumpul. Gelar sarjana, S-1, S2 bukan menjadi jaminan kualitas dan kuantitas tulisan seseorang itu lebih baik. Kita bisa baca bagaimana Emha Ainun Najib (Cak Nun) bukan seorang sarjana, namun tulisannya renyah, bukunya cukup banyak.

Hidup Lebih Bergairah

Ketika kita mengirimkan tulisan ke media, baik media cetak maupun online,  maka ada harapan positif tulisan tersebut dimuat. Sehingga dalam hidup ini rasanya ada penantian dihari-hari berikutnya. Hidup makin bergairah. Jika tidak atau belum dimuat, maka banyak nasehat mengatakan untuk terus mencoba dan mencoba dengan tetap memperbaiki kualitas tulisan. Di samping berprasangka baik, bahwa tulisan kita tidak dimuat, bukan karena unsur like and dislike, atau karena nama kita di blacklist oleh redaksi, semua semata karena kualitas tulisan kita yang belum memenuhi standar redaksi.

Beberapa catatan ringan kelebihan menulis di media massa cetak maupun online:

Pertama – Kita dapat menyalurkan pikiran/gagasan dengan leluasa, hingga perasaan bisa lepas. Tidak lagi menjadi beban yang menyesakkan dada.

Kedua – Bisa dijadikan sebagai sarana untuk dakwah. Dakwah melalui media massa mempunyai jumlah pembaca yang tidak terbatas. Jika kita berceramah di tempat ibadah, maka jumlah orang yang mendengarkan terbatas dan sekali dengar, namun lewat tulisan, bisa dibaca berulang-ulang. Karena tulisan di media massa lebih terdokumentasi.

Ketiga – Menulis mengurangi budaya oral. Bukan berarti bicara itu tidak perlu, ada saatnya kita harus bicara. Namun kalau kita banyak omong, yang kita khawatirkan justru materi omongan kita tanpa sengaja kita tambah-tambahi, dengan penuh rekayasa hingga yang mendengarkan menjadi terpikat. Atau yang lebih kontra produktif lagi jika sudah masuk dalam ranah hasud dan adu domba, semua karena omongan yang tidak berdasarkan fakta. Maka jika itu yang lebih banyak kita lakukan, bahkan sebaiknya energy positif kita alihkan kepada menulis. Kita sedang marah, jengkel, tidak enak hati, tulis saja. Nanti kalau hati sudah lega, baca lagi itu tulisan.

Keempat – Konon menulis dapat melembutkan hati, pikiran hingga kulit. Untuk yang terakhir saya sendiri belum ada pengalaman. Namun yang jelas dengan banyak menulis pengalaman batin kita makin bertambah. Tidak sedikit seseorang dikenal karena tulisannya. Menulis tidak pernah mengenal kata pensiun. Sampai tuapun kita tetap bisa berkreasi dan berkreatif dengan mengolah kata. Menulis itu layaknya seorang penjahit, yang menyulam benang, menambal kain, hingga menjadi bagus dan nyaman dipakai. Begitulah penulis : memilih kata, mengolah data, hingga menjadi ramuan tulisan yang enak dibaca. Sekian

* Penulis, Mengajar di SMP Muhammadiyah Turi Sleman Jogya.

 

- Advertisement -
- Advertisement -

Terbaru!